TEMPAT ASING

73 12 0
                                    

Aku tertidur di kamar, dalam tidur ku aku bermimpi ada seorang wanita Jawa berkebaya putih dan mengenakan jarik menghampiriku.

"Cah ayu, sudah besar rupanya. Kamu ndak usah penasaran nduk, tapi kalau kamu mau kamu boleh berkunjung tapi hati hati ya nduk, disini tidak semua orang baik seperti Kakekmu"

Dia memegang pundakku dan mengatakan demikian, aku sama sekali tak mengerti apa yang ia katakan.

Wanita itu berkulit sawo matang, rambut hitam yang di sanggul, wajah yang tegas namun hangat, dan senyuman yang tak terasa asing bagiku.

Aku diam cukup lama, sampai-sampai aku tak sadar wanita tersebut telah pergi dari hadapanku.

Pengelihatanku seketika kabur lalu gelap gulita, namun tiba-tiba terlihat lubang bercahaya yang muncul di depanku. Aku hilang kendali atas diriku, perlahan tubuhku berjalan menghampiri lubang bercahaya tersebut, aku memejamkan mataku karena saking silaunya.

Ketika aku membuka mataku, terdengar seorang pria berkata kepadaku dengan logat Jawa yang kental.

"Nona, Nona tidak apa apa? kenapa nona berada di tempat seperti ini?"

Aku terkejut melihat kedatangan pria asing ini, pria itu telanjang dada dan tidak menggunakan alas kaki.

"Kamu, kamu siapa?" ucapku dengan nada yang panik.

"Te.. tenang Nona, saya tidak berniat jahat. Tadi saya lihat Nona pingsan disini" ucap pria tersebut dengan takut.

Kepalaku sangat pusing, sepertinya aku baru saja terbentur sesuatu.

"Kalau boleh tau ini dimana?" aku bertanya kepada pria tersebut karena bagiku lingkungan ini terasa asing.

"Loh Nona tidak tau? ini Surabaya Nona! Jangan-jangan Nona hilang ingatan"

Aku lagi lagi mendapat kejutan setelah mengetahui aku sedang berada di Surabaya, bahkan selama hidupku aku belum pernah menginjakkan kakiku ke tanah Surabaya.

"Hah Surabaya? Aku mimpi apa si ini" aku merasa bahwa mimpi telah mempermainkanku dengan menbawaku ke Surabaya yang mana aku tidak tau dimana. Aku memukul-mukul kepalaku berharap aku terbangun dari tidurku.

"Nona, Nona sedang apa!"

Pria itu tampak terkejut ketika aku memukul kepalaku sendiri yang berarti aku sedang tidak mimpi. Aku sedang berada di dunia nyata.

Aku terdiam mencerna apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku melihat lihat sekelilingku, tempat ini sangat sangat terlihat jadul. Tidak seperti Surabaya yang ada di fikiranku.

"I.. ini Surabaya?" tanyaku.

"Iya Nona, ini Surabaya tahun 1940 masa Nona tidak tau!" jawab pria itu dengan keheranan.

Aku terkejut, lagi lagi aku dibuat terdiam mendapati kenyataan aku terjebak di zaman kolonial. Untuk saat ini aku harus memikirkan cara untuk bertahan hidup disini, setelah itu aku akan keluar dari sini.

"Aku.. aku tersesat" ucapku agar menarik simpati dari pria tersebut.

"Apa Nona datang kesini untuk mencari pekerjaan?"

Aku mengangguk pelan, karena aku tak tau lagi harus bagaimana. Sontak pria tersebut tersenyum,

"Tuan saya sedang mencari seorang pekerja, semoga saja dia mau mempekerjakan Nona" ucap pria tersebut.

Lalu pria itu mengulurkan tangannya dan membantuku berdiri.

"Aku Danu! maaf Nona tanganku kotor"

"Ah tidak apa-apa, terimakasih Danu! Aku gend.. Aku Annalee"

Aku tidak mungkin mengaku bernama Gendhis, karena wajahku dominan seperti orang Belanda.

"Nona Annalee ini.. wong londo ta?" *¹

orang berkulit putih dan berambut blonde (orang Belanda)

"Aku keturunan Belanda"

"Nona keturunan Belanda, kenapa bisa tersesat dan sedang mencari pekerjaan?"

Aku terdiam, aku tak tau harus menjawab apa,

"Eee.. Aku terpisah dari Ayahku mangkanya aku merantau ke Surabaya tapi aku terkena insiden sampai aku pingsan"

Dalam hatiku aku berkata "Duh si bego ngomong apaan si".

"Ohh aku turut sedih Nona.."

Dalam hatiku "loh dia percaya?".

Aku pun akhirnya sampai ke tempat yang Danu maksud, ini adalah sebuah restoran yang menjual berbagai macam makanan, mulai dari makanan Jawa, China sampai Belanda. Tak sembarang orang yang boleh masuk ke dalam restoran ini, hanya orang Belanda dan keturunannya saja yang boleh memasuki restoran ini.

Pemiliknya adalah seorang Belanda Totok yang bernama Hans de Vokker. Pria berkulit putih dan berkumis tebal itu sangat baik kepada sesama etnik Belanda, namun tidak suka dengan pribumi.

orang Belanda yang baru datang ke Indonesia (zaman Hindia-Belanda)

"Permisi Tuan, ada yang ingin melamar pekerjaan" ucap Danu sambil menunduk.

Tuan Hans berdiri dari kursinya, ia memandangku dari atas hingga bawah,

"Koe orang indo?" *³ tanya Tuan Hans.

kaum Indo merupakan keturunan campuran antara orang dari etnik tertentu di Eropa dengan orang Indonesia (zaman Hindia-Belanda)

"Iya Tuan, nama saya Annalee van der Griet" ucapku dengan takut.

Tuan Hans tertawa,

"Nah Annalee, kamu boleh bekerja di sini, kamu akan di tempatkan menjadi pelayan bagi tamu yang hendak memesan. Sengaja agar para inlander *⁴ itu tidak berinteraksi langsung dengan para tamu, menjijikkan!" ucap Tuan Hans dengan tegas.

*⁴pribumi

"Baik terimakasih Tuan".

"Annalee, kalau boleh tau usia mu berapa sekarang?",

Aku terkejut mendengar itu, ada perasaan takut yang menyelimuti ku namun akhirnya aku tepis semua rasa takut itu,

"Enam belas Tuan".

Tuan Hans tertawa, lalu ia mengatakan hal yang sedikit membuatku terkejut,

"Aku akan menyekolahkan mu di HBS

Hoogere Burgerschool (pendidikan menengah umum pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan elite pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda)

"Apa Tuan serius?",

Tuan Hans hanya mengangguk.

"Saya harus membuat apa agar bisa membalaskan budi Tuan?" aku senang bukan main ketika Tuan Hans akan mendaftarkanku ke sekolah HBS.

"Kamu harus bekerja rajin disini" ucapnya singkat.

Dengan penuh keyakinan, aku mengangguk tanda setuju.

The Secret Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang