Kakek dan Ratna saling bertatapan yang membuatku keheranan. Ibu yang melihat situasi canggung itu langsung mencairkan suasana.
"Mbak Ratna masakan kamu enak sekali, lain kali ajarin saya membuatnya ya" ucap Ibu dengan senyum formalitas nya.
Ratna menanggapi Ibu dengan senyuman "Nggeh Bu".
"Annelle kamu sudah selesai makan nya? kalau sudah Kakek akan menjawab pertanyaan mu" ujar Kakek sambil mengelap mulutnya dengan tisu.
Meskipun aku belum memakan bahkan setengahnya, namun aku begitu penasaran dengan jawaban Kakek.
"Udah Kek, aku udah kenyang".
Kakek tersenyum lalu ia berdiri dan membawaku ke ruang tengah. Kakek duduk di kursi kayu yang ada di sana sambil memutarkan piringan hitam kesukaannya.
Aku duduk di lantai di sebelah Kakek, Kakek tersenyum dan mengelus lembut rambutku.
"Ratna bawakan kalung yang tempo hari saya suruh simpan" ujar Kakek sedikit berteriak agar terdengar oleh Ratna.
Aku melihat Ratna masuk ke dalam kamar yang aku tiduri semalam dan ia keluar dengan membawa kalung berwarna putih dengan liontin bulat bergambar mawar dan merpati.
Ratna memberikan kalung itu kepada Kakek lalu ia pergi. Kakek memandang kalung itu dengan senyum hangatnya. Aku semakin dibuat bingung dengan semua ini.
"Annalle, kalung ini adalah satu-satunya barang yang Edwin tinggalkan" ucap Kakek dengan suara lirih.
Aku sontak terkejut "Ka... Kalung ini?" tanyaku dengan gugup.
"Kakek tau bagaimana kamu bisa mengenal sahabat Kakek puluhan tahun yang lalu" ungkap Kakek.
"Kek dimana Edwin sekarang?" tanyaku, entah kenapa mataku tak bisa lagi membendung air yang ingin mencoba keluar.
Kakek menghela nafas berat, ia beberapa saat menatapku dengan tatapan sayu, tak pernah ku lihat tatapan itu dari raut wajah Kakek sebelumnya.
"Edwin telah tiada, ia tiada karena menyelamatkan ku" ungkapnya dengan rasa penyesalan yang terdalam.
Bak tersambar petir hatiku sakit ketika mendengar Edwin telah berpulang, bahkan aku belum sempat melihat wajahnya untuk terakhir kalinya.
"Maka dari itu aku ingin membalas kebaikannya, permintaannya sangat sederhana namun tak sesederhana yang dibayangkan. Aku dan Ningsih bekerja sama untuk mempertemukannya kembali dengan orang terkasihnya" tutur Kakek dengan lirih dan tatapan sayu.
Aku tak kuasa menahan tangisku, "Orang terkasih Kek?" tanyaku dengan mata yang masih terus mengeluarkan air.
"Edwin berencana memberikan kalung ini kepadanya, namun takdir mempermainkan nya. Terkadang takdir dan waktu sering kali bersikap seenaknya" ucap Kakek.
"Aku ingin mengunjungi makam Edwin" ucapku dengan penuh tekad.
Kakek tersenyum tipis, "Sayangnya kita tidak tahu dimana Edwin berada pada saat itu dan dimana tempat Edwin di kebumikan" ungkapnya yang membuatku semakin lemas mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Destiny
Ficción históricaTerdengar tak logis ketika kita mendengar kata menjelajah waktu, namun entah bagaimana caranya Annalee berhasil ditarik ke dalam kehidupan masa lalu Kakeknya. Tak ada misi penting ataupun pesan yang harus Annalee selesaikan di zaman itu ia hanya ing...