MENJALIN KASIH

36 7 0
                                    

Pagi di hari minggu matahari muncul dengan sinarnya yang menerangi langit biru. Di depan rumah Pieter bersama dengan Tuan Willem tengah bersantai sambil membaca koran dan meminum secangkir teh hangat.

Aku dan Cornelia keluar untuk mencari angin segar, dan bergabung bersama Pieter dan Tuan Willem duduk di kursi depan rumah.

Seorang wanita Pribumi terlihat tengah menunggu seseorang di depan gerbang rumah Tuan Willem yang sedang terbuka lebar.

"Tuan, itu ada wanita sedang menunggu siapa ya?" ucapku.

"Ahhh.. wanita itu, Liv.. Liv.. Garmin sudah sampai" teriak Tuan Willem memanggil Nyonya Liv.

"Ah iyaa" jawab Nyonya Liv dari kejauhan.

"Garmin? sepertinya tidak asing" gumamku.

Kemudian Nyonya Liv keluar dari rumah dan menghampiri wanita Pribumi itu, ternyata dia tak sendiri melainkan bersama dengan wanita Pribumi lainnya yang sedari tadi berdiri ia terhalang tembok sehingga aku tak melihatnya.

Dugaanku tak salah, aku pernah mendengar nama itu. Yah, itu adalah ibu dari Garningsih dan wanita yang bersama Garmin tak lain adalah Garningsih.

"Saya ingin memperkenalkan Garmin, dia adalah pekerja dari Tuan Hans sekaligus mata-mata ku untuk melihat prilaku Hans kepada anakku Edwin" ucap Nyonya Liv.

"Tuan, Nona" sapa Garmin dengan menunduk.

"Nona sepertinya tidak asing, ahh iya.. Nona bukannya adik dari Tuan Edwin?" tanya Garmin dengan bingung.

Nyonya Liv tertawa, "Panjang ceritanya".

"Mulai sekarang, Garmin ini akan jadi babu di sini" ucap Nyonya Liv lagi.

Pandangan Pieter terus menerus ke arah Garningsih, Garningsih yang menyadari itu ia hanya menundukkan kepalanya.

Cornelia dan Tuan Willem saling memandang dan tersenyum meledek.

Pieter mengajak Garningsih untuk berkeliling di sekitar taman rumahnya. Pieter tersenyum setiap kali melihat Garningsih tertawa.

"Garningsih aku senang sekali".

"Senang kenapa?".

"Kelak aku akan bertemu denganmu setiap hari".

Garningsih tersenyum dan menggelengkan kepalanya, " Yang bekerja di sini itu Ibuku, aku hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja" ucapnya.

Pieter menghentikan langkahnya. Raut wajahnya menunjukkan tidak senang.

"Kenapa?" tanya Garningsih.

Pieter hanya menggelengkan kepalanya. Garningsih tertawa meledek, "Ternyata di balik sosok Pieter yang populer di kalangan wanita, begini sifatnya aslinya".

Pieter memetik salah satu bunga yang ada di taman dan menyelipkan nya di telinga kanan Garningsih.

"Kamu cantik" ucapnya.

Garningsih salah tingkah, namun beberapa saat kemudian ia panik dan melihat sekitar ia takut ada orang yang melihatnya. Garningsih memukul bahu kiri Pieter dengan kesal.

"Aku tidak mau kau berbuat seperti tadi".

"Memangnya kenapa? Kau malu mempunyai kekasih sepertiku?" tanya Pieter.

"Aku takut".

"Mama, Papa, dan Kakakku tidak akan menggigit mu" ujar Pieter terkekeh.

Garningsih membalasnya dengan mencubit tangan Pieter, "Kau yang akan ku gigit".

***
Aku sedang membaca buku bersama Cornelia di halaman belakang yang menghadap langsung ke arah taman dan melihat Pieter sedang bersenang-senang dengan Garningsih.

Aku tersenyum melihatnya, ternyata memang benar obat yang paling ampuh adalah cinta dan kasih sayang, itu yang pernah Kakek katakan.

Cornelia melirik ku dan melihatku sedang memandang Pieter dan Garningsih yang tengah berpacaran. Cornelia memanggilku sehingga aku kehilangan fokus.

"Ehh.. Annalle serius banget kamu melihatnya, biarkan saja mereka anak muda sedang kasmaran" ucap Cornelia dengan tertawa.

"Ah tidak.. Aku hanya memikirkan bagaimana seseorang bisa jatuh cinta kepada orang lain" ucapku dengan asal.

"Mencintai seseorang itu tidak bisa dideskripsikan, tapi dengan kamu merasa aman dan nyaman dengan seseorang maka itulah kamu sedang jatuh cinta" papar Cornelia dengan menutup buku yang ia sedang baca.

Aku hanya mengangguk mengerti.

"Eh iya, Edwin bilang ia akan datang hari ini. Kamu siap-siap sana jangan sampai Edwin jauh-jauh datang kemari kau masih acak-acakan".

The Secret Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang