PENOLAKAN CINTA PIETER

56 7 0
                                    

Pagi harinya aku berangkat sekolah bersama dengan Pieter. Meskipun rasa takut yang luar biasa melanda, namun tak menjadi penghalang bagiku untuk kembali bersekolah di HBS.

Ellena menghampiri ku, "Kamu berangkat bareng Pieter? Kok bisa?" tanya Ellena dengan keheranan.

Aku bingung menjawabnya, "Hmm.. Kita kebetulan lewat saja" ucapku.

Tiba-tiba Pieter memanggilku, "Annalee aku ingin meminta bantuanmu, berikan ini kepada Garningsih. Wanita yang memakai kain jarik yang ada di sana" ucapnya dengan sedikit gugup.

Aku tersenyum dan menyimpan curiga ketika Pieter memberikan selembar kertas yang di lipat untuk diberikan kepada Garningsih. Langsung ku turuti permintaan Pieter.

"Ningsih, aku disuruh memberikan ini untukmu, dari Pieter" ucapku.

"Dari Pieter?" ucap Garningsih sedikit terkejut.

Aku mengangguk. Garningsih langsung membuka selembar kertas itu, aku yang penasaran ikut mengintip isi surat itu.

"Ningsih, setelah kau membaca surat yang kutulis ini aku harap kau menemuiku di belakang kelas. Maaf Ningsih untuk kejadian tempo hari, aku tau kau tidak menyukaiku tapi maukah kau untuk sekedar memafkan ku?"
-Pieter

Setelah membacanya, Garningsih langsung menutup selembar kertas itu. Ia sadar aku mengintip nya dari tadi, Garningsih memandangku.

"Annalee aku harap yang kau baca tadi tak kau beberkan ke siapapun, aku takut jika mereka mengetahuinya aku dirundung oleh mereka" ucap Garningsih dengan suara yang pelan.

"Mereka?" tanyaku.

"Mereka, para anak keturunan Belanda yang bersekolah di HBS juga. Banyak sekali perempuan yang tertarik kepada Pieter. Jika mereka mengetahui jikalau Pieter mengejarku aku pasti akan dirundung oleh mereka. Orang Pribumi sepertiku tidak pantas jika harus bersanding dengan orang seperti Pieter" ungkap Garningsih.

Aku terdiam, padahal aku sangat mengetahui bahwa Kakek Pieter memang sangat mencintai Nenek Ningsih.

"Annalee, maukah kamu menemaniku untuk bertemu dengan Pieter? Aku takut jika sendirian akan menimbulkan kecurigaan dan fitnah" ucap Garningsih.

Aku mengangguk setuju.

Aku dan Garningsih pergi ke halaman belakang sekolah, tak ada apa-apa di sana hanya ada kebun kosong dan semak belukar yang terlihat. Di sana ada Pieter yang tengah duduk menunggu sembari menulis dengan kayu di tanah. Aku dan Garningsih menghampirinya.

Mendengar derap langkah, Pieter mengangkat kepalanya dan berdiri dari duduknya, ia terkejut melihat Garningsih membawaku.

"Ningsih" ucapnya.

"Ada apa toh?" tanya Ningsih.

"Ningsih, aku ingin minta maaf. Sebagai tanda permintaan maafku, aku membawakan mu makanan. Ini enak loh, rendang daging sapi" ucap Pieter dengan sedikit gugup.

Ningsih hanya tersenyum tipis, "Tidak apa, aku ndak marah. Aku pun tidak bisa melarang seseorang untuk jatuh cinta kepadaku tapi untuk ini aku tidak mau kamu jatuh cinta kepada ku".

"Tapi kenapa Ningsih? mengapa kau tidak melarang orang jatuh cinta padamu tapi sementara aku dilarang mencintaimu?" tutur Pieter dengan kecewa.

"Kita berbeda, kau adalah orang Belanda aku hanyalah seorang Pribumi biasa. Status sosial kita sangat jauh berbeda, aku tak ingin membuat keributan karena hal ini" ungkap Garningsih dengan nada yang rendah.

"Tak ada yang mau meributkan hubungan kita Ningsih".

"Ndak bisa Pieter, semua orang akan meributkan nya. Dan juga aku tidak ingin menjadi wanita haram yang hidup bersama tanpa terikat hubungan pernikahan" *¹.

*pergundikan

"Aku janji akan menikahimu!" tegas Pieter.

Garningsih terlihat terkejut dan tak tahu lagi harus berkata apa, "Aku harus kembali ke dalam kelas" ucapnya.

Tapi dengan cepat, Pieter menarik lengan Garningsih dengan lembut. Dengan nada yang rendah ia mengatakan "Aku tak ingin ada penolakan kali ini, aku ingin kau memakannya sampai kenyang" ucapnya sambil memberikan wadah makan jadul yang berisi daging rendang.

"Aku terima ini, tapi lain kali tidak usah repot memasak untukku seperti ini" ucap Garningsih.

Garningsih tersenyum dan menganggukan kepalanya sebelum ia masuk kembali ke dalam kelas, aku mengikutinya dari belakang. Di pikir-pikir aku seperti nyamuk kali ini.

Di dalam kelas, Garningsih membuka wadah makan yang Pieter berikan. Benar saja, isinya adalah daging rendang yang terlihat sangat enak.

Garningsih tersenyum dan menawarkannya kepadaku, "Kau mau?" tanyanya.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. Melihat aku yang tak mau memakannya ia menutup kembali wadah itu dan memasukannya ke dalam tas anyaman kain miliknya.

Kini akhirnya aku melihat langsung berapa manisnya kisah asmara Kakek dan Nenek semasa sekolah dulu.

Flashback tempo hari

Garningsih sedang duduk sendirian sambil membaca buku di halaman depan sekolah. Dalam keheningan itu, Pieter muncul memecah fokus Garningsih.

"Boleh aku duduk di sini?" tanya Pieter.

Garningsih menunduk dan mengangguk pelan. Pieter pun duduk di samping Garningsih.

"Baca apa?" tanya Pieter sambil mengintip buku yang Garningsih baca.

"Pelajaran sekolah, aku dapat pinjam dari Cakra" jawab Garningsih tanpa memandang Pieter.

"Kalau kamu mau baca buku, bilang saja padaku aku punya banyak buku" tutur Pieter sambil tersenyum memandang Garningsih.

Garningsih melihat Pieter yang memandangi nya, ia lantas memalingkan pandangannya.

"Nggeh".

"Ningsih, kamu mau buku apa? biar aku bawakan" bujuk Pieter.

"Ndak usah repot-repot, buku yang aku baca ini saja butuh berminggu-minggu untuk selesai kubaca semuanya" ungkap Garningsih.

"Tidak apa-apa, aku tunggu".

"Hah? Gimana?" tanya Garningsih tidak paham dengan apa yang dilontarkan Pieter.

"Ningsih, sebenarnya ada satu hal yang kamu tidak ketahui" ucap Pieter.

"Apa yang aku tidak ketahui?" tanya Garningsih.

"Perasaan ku kepadamu".

"Maksudnya ini bagaimana?".

"Aku menyukaimu" ungkap Pieter dengan senyum indahnya terukir di bibirnya.

Lantas Garningsih terkejut, ia menoleh ke kanan dan ke kiri berharap tak ada satu orang pun yang mendengar pernyataan Pieter tadi.

"Kamu jangan bercanda!" ucap Garningsih.

"Mana mungkin aku bercanda".

"Kita tidak mungkin bersama, terlalu mustahil" ungkap Garningsih menutup bukunya.

"Tidak ada yang mustahil di dunia ini Ningsih..." sanggah Pieter dengan lembut.

"Tetap tidak bisa, maaf aku harus pulang. Permisi" ucap Garningsih lalu ia pergi meninggalkan Pieter sendiri.

Flashback selesai.

The Secret Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang