V. Ajaran sesat Khaesang

346 51 6
                                    

Setelah hari yang mengharukan kemarin, hari ini keduanya sepakat untuk kembali tinggal di mansion. Barang-barang Khaesang yang berada di penthouse sudah di bawa kembali oleh Satya. Sementara Whisang membawa barang pribadinya sendiri.

Sekalian berpamitan pada teman sekamarnya di asrama. Untuk teman-teman Khaesang, ketiga orang itu sudah di usir secara halus oleh sang pemilik sendiri. Sehingga dengan berat hati mereka memboyong kembali barang mereka untuk pulang kerumah masing-masing.

Whisang sudah meminta penjelasan pada Naksa, selaku mata-mata dari Khaesang. Dan mulai menemukan titik terang di antara keduanya. Sehingga saat ini mungkin anak setan yang sering Whisang sebut akan jadi temannya juga.

Sementara Khaesang yang masih sedikit sebal pada Angbeen berangsur memaafkan gadis konyol itu. Tidak untuk pernyataan cinta yang selalu Angbeen lontarkan untuknya.

"Woy, lagi santay kawan?!" seru Khaesang saat melihat Whisang tengah rebahan di atas sofa ruang tv.

Khaesang turun dari tangga rumahnya, dan mendekat pada sang saudara. Duduk berdampingan dan mengambil camilan yang sedari tadi di peluk oleh Whisang dengan posesif.

"Anjir Lo! Dateng-dateng langsung menjarah ciki Gue!" seru Whisang tidak terima.

Khaesang menjulurkan lidah, tanda mengejek. Ingin sekali Whisang tendang kepalanya. "untung udah damai! Kalo ngga abis Lo!" ancam Whisang menatap sengit.

Damai?

Yah, tentu saja kata itu terucap dengan sedikit paksaan kemarin. Sehabis drama berpelukan, dan tiba-tiba Jaya meminta kedua anaknya untuk damai. Melupakan permusuhan yang sudah lima tahun mereka kibarkan.

Ide untuk tinggal kembali di mansion juga atas usulan sang kepala keluarga. Yang tentu, dengan iming-iming blackcard unlimited,kedua kembar Sang langsung menutujui.

"Kalo mau ribut, boleh aja! Yok mau dimana!" ujar Khaesang sambil menggulung lengan kaos putih polos yang di kenakan.

Whisang yang tak mau kalah pun mengikuti sang saudara menggulung kaosnya. Namun kegiatan hampir baku hantam keduanya terhenti kala Jaya yang tiba-tiba keluar dari kamarnya. Memperhatikan interaksi kedua anaknya yang baru berbaikan itu.

"Whisang, Khaesang? Kalian mau ribut?"

Otomatis kedua anak ayah itu langsung menatap Jaya dengan terkejut. Membeku sedetik, lalu setelah itu dengan reflek Khaesang memeluk leher saudaranya.

"Ngga kok, Yah! Kita kan udah akur!" Khaesang berkilah agar Jaya tidak curiga.

Walau seperti itu, Jaya masih menatap curiga pada keduanya, membuat Khaesang langsung mengambil tindakan ekstrim. Dia mencium pipi Whisang dengan gerakan cepat, sampai kembarannya tidak sempat menghindar.

"NAJISSS!" teriak Whisang tidak terima. Melotot kaget setelah Khaesang melakukan hal semena-mena pada pipinya.

"Diem bego! Nanti blackcard unlimited kita hangus!" bisik Khaesang dengan menekan setiap katanya.

Jaya masih menelisik kedua anaknya tersebut, namun dirinya tidak ambil pusing kejadian di depannya. Memilih pergi mengabaikan kedua anaknya. "Ayah mau berangkat ke kantor,"

Sepeninggalan Jaya, Khaesang langsung melepas pelukan paksanya pada sang kembaran. Mengelap bibirnya yang baru saja bersentuhan dengan pipi seseorang.

Jangan tanyakan keadaan Whisang saat ini. Dari raut wajahnya saja sudah tercetak bahwa dirinya ingin membunuh seseorang. Saat akan melayangkan protes lebih lanjut, Khaesang langsung memotong ucapannya.

"Khaesang anj-

"Ssst, mau ikut kagak Lo?"

"Kemana?" tanya Whisang penasaran, sambil mengelap pipinya yang polos habis di cium bibir penuh dosa.

Kembar Nakal[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang