+Epilog+

400 53 9
                                    

Walau masih sering baku hantam kecil-kecilan, nyatanya hubungan si kembar sudah mulai menunjukkan perubahan. Keduanya meninggalkan sikap acuh tak acuh yang sudah lima tahun ini dilakukan.

Berubah menjadi lebih terbuka dan menunjukkan rasa sayang bak saudara sesungguhnya. Walau dengan aksi kekerasan. Tapi itu memang sudah style dari mereka. Ibaratnya love language nya itu tipe physical of attack.

Sang kembar kali ini tengah menikmati waktu berdua, tanpa ada gangguan. Yaitu sang ayah.

Bukan bermaksud durhaka menjadikan sang ayah adalah gangguan. Faktanya memang benar, disaat kedua anak ini ingin berbicara hanya berdua untuk deep talk entah dari mana ayah mereka datang.

Kata Jaya dirinya ingin tahu percakapan apa antara dua anak kembarnya ini. Di situlah Sang kembar jadi risih dan mencari waktu lain untuk berbicara empat mata. Tanpa adanya Jaya.

"Eh ini kita ngga kejauhan, buat bicara berdua doang?" tanya Whisang agak heran kenapa tempat mereka untuk menghabiskan waktu bisa sampai sejauh ini dari rumah.

"Biar ngga ada yang ganggu," Khaesang menjawab dengan enteng. Sambil meminum coklat panas pesanannya.

"Ya ngga sampai di gunung juga kali,"

Keduanya memilih restoran yang berada di kaki gunung. Menikmati pemandangan gunung yang bertumpuk salju dari dalam jendela restoran mewah ini. Semua keinginan yang mereka mau sudah di urus oleh sekretaris andalan Jaya, yaitu Satya.

"Gue sebenernya masih kepo sih, kenapa Lo ngirim Angbeen cewek konyol itu buat mata-matain gue?" tanya Khaesang membuka pembicaraan.

Whisang tampak terkekeh sebelum menjawab. Dirinya ikut membayangkan gadis yang menjadi kaki tangannya untuk merusuh di kehidupan saudaranya. "Sengaja aja. Supaya hidup Lo ikutan ngga tenang juga," disusul tawa kecil dari Whisang.

"Anjir lah, Lo kebangetan!"

"Eh tapi sumpah, emang gitu rencana Gue sih. Karena dari awal Gue udah notice kalo tuh cewek suka sama Lo. Cuman ngga tau kenapa deket-deketin Gue mulu. Kaya minta di comblangin. Ya udah jalan lainnya ya jadiin dia mata-mata. Supaya gue juga bisa dapet keuntungan," jelas Whisang dengan panjang lebar.

Tidak menghiraukan perempatan yang muncul pada dahi sang kembaran pertanda kesal. Khaesang ingin memukul kepala Whisang dengan sendok yang di pegang. Namun memperhatikan sekitar, dimana dirinya sedang berada di restoran yang elite, diurungkan niatnya.

"Gue sumpahin Lo juga di tempelin gadis konyol kaya dia!" cerca Khaesang penuh dendam.

Whisang tertawa menanggapi, "Gue udah duluan ketempelan dia, oke!"

"Dan gue ngga lupa, Lo juga ngelakuin hal yang sama. Si Naksa itu tuh, bikin hidup gue sengsara di sekolah dan asrama. Sumpah gue gedek banget, pasti itu arahan Lo, kan!" Tak mau melupakan hal serupa yang di lakukan sang saudara. Whisang kembali membahas teman dari Khaesang itu.

"Alasan Gue juga ngga beda jauh dari Lo. Dan Naksa emang anaknya suka berbuat keributan. Apa salahnya Gue kirim dia buat Lo," jelas Khaesang dengan enteng dan penuh rasa kemenangan.

"Sialan!"

Obrolan mereka mengalir setelah itu, diselingi dengan keributan kecil. Walau tak sampai baku hantam, namun mampu membuat meja tamu sebelah ikut terganggu. Sampai seorang waiters menghampiri mereka, agar tidak berbuat keributan.

Dari pada menanggung malu, pada akhirnya kedua anak kembar tersebut makan dengan hikmat sambil menikmati pemandangan gunung yang cantik di depan mata.

Satu porsi hidangan sudah selesai di lahap, menyisakan piring kosong yang sudah di angkut. Tergantikan dengan hidangan penutup berupa desert manis yang tampak lezat.

Kembar Nakal[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang