N. Diculik om-om

604 81 8
                                    

"Haaaa! Dek! Sinih-sinih!"

Whisang yang tengah berjalan-jalan sendirian di pelataran sekolah, dipanggil oleh seseorang. Pria paruh baya yang sepertinya memang memanggilnya untuk mendekat.

Dia di buat bingung, antara mau mendekat atau kabur saja. Tetapi sebagai laki-laki baik hati, Whisang memilih mendekat. Siapa tau orang ini membutuhkan bantuan. Kan lumayan kalo dapat imbalan.

"Kenapa om?"

"Haaaa dek! Mau permen ngga?" tiba-tiba orang tersebut mengacungkan permen ke hadapan Whisang. Itu yang membuatnya mengernyit heran.

'Di jaman segini, masih ada modus penculikan dikasih permen? Ke anak SMA lagi?'

Whisang yang mematung sejenak, menatap canggung orang tersebut. Pria paruh baya yang sekiranya seumuran dengan sang ayah. Yang jadi heran, pakaian orang tersebut tampak terhormat, tetapi kenapa menawarkan permen kepadanya dengan lagak ala penculik anak.

"Em, ngga usah om, makasih,"

"Alah, ambil aja,"

Merasa dirinya semakin dipaksa, Whisang hendak melarikan diri. Tersenyum canggung, dan melangkah pergi. Namun, tiba-tiba pergelangannya di cekal oleh orang tersebut.

"Kalo om ajak jalan-jalan mau?"

"Orang sinting!"

Karena merasa sudah tidak nyaman, pada akhirnya Whisang berlari pergi setelah mengucapkan makian pada orang tidak jelas itu. Sekujur tubuhnya jadi merinding saat tiba-tiba orang itu memegang pergelangan tangannya.

"Bodo ah, mending lanjut protes ke Pak Jaka,"

Pagi itu Whisang terkejut karena namanya tidak lagi tercantum sebagai perwakilan di LCC tahunan sekolahnya. Hal itu dia sadari saat beberapa murid yang menjadi peserta dipanggil untuk berkumpul. Dan hanya namanya seorang yang tidak terpanggil.

Itu yang membuat Whisang heran, dan memutuskan pergi ke kantor guru guna menemui Pak Jaka. Selaku orang yang selalu menyeretnya dalam perlombaan, kali ini dia butuh penjelasan dari sahabat ayahnya itu.

Kret

Pintu ruang guru yang sudah tua dan berbunyi saat dibuka, menyita beberapa atensi guru di balik kubikel tempat mereka bekerja. Whisang berjalan sopan menuju meja Pak Jaka.

"Whisang? Ada apa?"

Presensinya dilihat oleh Pak Jaka yang masih duduk tenang di bangkunya. Whisang mendekat perlahan dan duduk berhadapan dengan guru itu.

"Nama saya kok ilang dari perwakilan lomba, om?"

Pak Jaka yang menyadari panggilan itu, langsung berdecak memperingati. "Pak, Whisang! Panggil Pak!"

"Ish, seneng banget dipanggil pak, biar tampak tuanya?" jawab Whisang membuat Pak Jaka naik pitam, sedikit.

"Minta saya tampol, yah?" ujarnya pelan, namun mengintimidasi.

Whisang tidak acuh, dia masih menunggu jawaban dari Pak Jaka yang bertele-tele ini. Walau wajah yang lebih tua sudah berlipat-lipat.

"Jadi, apa alasannya?"

"Ada yang mau mengajukan diri buat menggantikan posisi kamu. Menimbang dari antusiasme kamu yang kurang buat lomba ini, jadi bapak dan guru-guru yang lain sepakat kalo kamu di keluarkan dari daftar perwakilan. Ngga papa kan? Masih ada perlombaan lain, Sang,"

Perkataan Pak Jaka barusan membuat Whisang diam seribu bahasa. Ada sedikit rasa kekecewaan padanya. Walau sudah sering menjadi perwakilan lomba. Namun, menjadi seseorang yang disingkirkan bahkan sebelum lomba, membuatnya sedikit tidak rela.

Kembar Nakal[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang