Z. Saudara selamanya

402 63 11
                                    

Malam itu, Whisang pulang.

Setelah tiga hari pencarian pemuda tujuh belas tahun itu, akhirnya membuahkan hasil. Tim SAR membawa tandu yang di atasnya terdapat Whisang yang tengah terduduk lemas.

Khaesang yang melihat presensi saudaranya berlari kencang hingga menubruk tubuh Whisang. Dengan terpaksa tim SAR yang memanggul tandu berhenti sejenak. Untuk melihat drama dua anak kembar ini.

"Goblok! Kenapa bisa ilang anjing!" teriak Khaesang penuh amarah namun ada kelegaan dalam sorotnya.

"Lo kalo mau nyiksa batin Gue ngga gini caranya Whisang? Gimana takutnya Gue pas denger lo ngga keluar hutan itu selama tiga hari, bisa tebak!?

Nggak akan bisa anjir! Gue udah kaya orang gila yang nunggu orang gila lainnya buat balik! Punya nyali gede Lo bikin gue tersiksa gini ? GUE BILANG LO PUNYA NYALI GEDE BANGET BUAT GUE TERSIKSA WHISANG!"

Satya memegang Khaesang yang tampak mengeluarkan semua perasaan kalutnya. Berulangkali anak itu mengguncang bahu Whisang yang baru saja ketemu malam ini.

Whisang menatap saudaranya dengan sendu. Di bawanya Khaesang dalam pelukan hangat untuk menenangkan emosi dari sang saudara. Dan hal itu membuat orang-orang bernapas lega karena Khaesang berangsur tenang.

"Makasih Khaesang, panggilan Lo yang nuntun Gue pulang!" lirih Whisang tepat pada telinga sang saudara. Kemudian membisikkan sesuatu.

Tim SAR langsung kembali membawa tandu berisikan korban hilang selama tiga hari itu. Buru-buru untuk membawanya pada tempat yang menyediakan pertolongan pertama. Siapa tau ada keadaan darurat yang sebenarnya sedang di alami si korban.

Khaesang diam di tempat, namun pandangannya masih menatap kembarannya yang di bawa oleh orang-orang untuk segera di beri penanganan. Naksa yang melihat temannya mematung pun mendekati.

"Lo betul, Sa!" ujar Khaesang tiba-tiba setelah Naksa berdiri di sampingnya.

"Maksudnya?" Naksa mengernyit heran dengan maksud perkataan dari temannya itu.

"Harusnya Gue bersih-bersih dulu tadi. Whisang bilang ketiak gue bau," bisikan yang sebelumnya Whisang berikan adalah kalimat terakhir yang di ucapkan Khaesang barusan.

Naksa tertawa lepas, dia merangkul bahu temannya itu. Kemudian menuntunnya untuk berjalan mendekat pada kerumunan yang terdapat Whisang disana.

Dalam hati Khaesang berucap terimakasih banyak-banyak pada Tuhan yang mendengar doanya. Untuk tidak membawa sang saudara kembali pada pangkuannya.

Setelah kerusuhan kembalinya Whisang Pratama, malam itu juga anak tersebut di kembalikan pada orang tuanya. Tadinya tim SAR dan beberapa orang menyarankan untuk membawa Whisang ke rumah sakit.

Takutnya ada beberapa kondisi yang harus di tangani lebih lanjut. Sebab hilangnya Whisang bukan waktu yang sebentar. Itu berlangsung selama tiga hari, dan mereka berasumsi kalau sang korban pasti tidak makan selama itu.

Namun Jaya menolak dan meminta anaknya untuk di bawa ke rumah saja. Dia akan membawakan dokter pribadi sendiri ke rumahnya. Jangan lupakan bahwa Jaya itu sultan dan seorang pebisnis terkenal.

Berita hilangnya sang anak pasti sudah menjadi trending topik. Ditakutkan kalau-kalau ada banyak wartawan di luar sana yang ingin meliput. Bisa saja mengganggu istirahat anaknya yang baru ketemu itu.

"Sebenarnya kamu dari mana saja, Whisang?" itulah pertanyaan yang sejak tadi ingin Jaya tanyakan pada sang anak. Namun belum sempat, karena takutnya Whisang masih trauma.

Kini mereka sudah pulang ke mansion yang sudah tiga hari ini ditinggalkan. Hanya Jaya, Sang kembar dan Satya yang saat ini berada di dalam kamar Whisang.

"Masuk ke alam lain, Yah." Jawaban dari anaknya membuat Jaya menghela napas berat. Keputusan dari kepala tim SAR memang sudah benar. Meminta juru kunci hutan membantu pencarian anaknya.

"Kok bisa, pasti Lo di iming-iming sesuatu kan sampe masuk ke alam mereka?" tanya Khaesang yang juga ikut penasaran.

Seumur hidup berdampingan dengan sang kembaran, sudah hafal baginya keistimewaan yang dimiliki Whisang. Dan hal itu memang sudah di wanti-wanti olehnya sendiri kalau ada apa-apa dengan saudaranya, yang pertama dia salahkan adalah setan.

"Gue lihat wujud Lo di seret-seret sama beberapa demit itu anjir! Ya gue kejar lah. Kirain Lo, makanya gue minta mereka lepasin. Eh taunya jebakan Batman." jelas Whisang dengan menggebu-gebu seperti masih kesal.

Jaya dan Satya saling berpandangan. Keduanya yang masih belum terlalu percaya dengan eksistensi mereka yang tidak terlihat seakan skeptis. Namun tidak denial pada penjelasan Whisang barusan.

Khaesang yang denger itu sedikit berkaca-kaca. Alasan dari sang saudara tentunya tidak jauh-jauh darinya juga. Ada sedikit rasa senang untuk itu, namun tangannya gemas untuk mencubit pipi sang saudara.

"Makanya mata tuh di pakai. Bedain gue yang secakep gini sama setan yang lagi cosplay jadi gue aja kagak bisa. Rasain kan di sesatkan! Mampus!" seru Khaesang dengan nada ejek, berkebalikan dengan perasaannya yang bahagia.

Whisang mengusap pipinya yang baru saja di cubit, "ish! Itukan reflek tau! Kaya Lo yang reflek peluk gue setelah lihat gue keluar dari hutan itu. Gimana nangis bombay nya tadi? Udah di rekam belum om?" tanyanya pada Satya yang hanya di jawab dengan acungan jempol.

"Heh! Bisa ngga usah ungkit itu ngga?!" Kesal Khaesang sebab di ejek.

"Maaf, ngga bisa. Apalagi gue masih ingat bau ketiak Lo yang belum mandi tiga hari itu, euyuhhh" ejek Whisang kembali. Yang mana membuat Khaesang semakin dongkol.

Pada akhirnya, kedua anak kembar itu kembali saling memiting leher. Seperti akan terjadi baku hantam antar saudara, pelan-pelan Jaya memisahkan kedua anaknya. Sebelum bertindak terlalu jauh.

"Ayah bersyukur banget kamu bisa pulang dengan selamat Whisang. Di bayangan Ayah, ah bahkan ayah nggak mau membayangkan itu. Kalau tiba-tiba kamu pulang tinggal nama doang. Itu adalah satu hal yang nggak mau Ayah harapkan," ujar Jaya dengan penuh perasaan emosional.

Membuat Whisang perlahan memeluk ayahnya itu dengan penuh perasaan bersalah. "Maafin tindakan ceroboh Whisang, ya Ayah? Lain kali ngga bakal lagi,"

Jaya mengangguk sebagai jawaban, keduanya masih saling berpelukan sebelum Khaesang memisahkannya. Dengan wajah kesal, salah satu anak Jaya itu berkacak pinggang.

"Serius nih, Gue di giniin?!" serunya tidak terima karena tidak diajak berpelukan hangat.

Whisang dan Jaya saling melempar tatap, kemudian dengan reflek menarik masing-masing kedua tangan Khaesang untuk bergabung. Tidak untuk pelukan, melainkan untuk di pukuli.

"Ayah masih ingat ya kamu tiba-tiba bentak ayah!" kesal Jaya teringat kejadian kemarin.

"Gue juga masih ingat Lo yang bau badan itu tiba-tiba meluk gue," Whisang juga ikutan.

"Ayah juga nampar Gue ya keras banget, anjir!" keluh Khaesang tidak mau kalah.

Mereka berakhir bergelut di atas kasur dengan saling menendang, menjagal, mencubit dan segala tindak kekerasan lainnya.

Dalam artian sayang.

Melupakan Satya yang sedari tadi diam di pojok kamar, memperhatikan dengan dalam keluarga harmonis itu.

~TAMAT~

Kembar Nakal[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang