10

840 71 2
                                    

Karina bersenandung kecil sambil menuruni tangga rumahnya, sore ini dia dan anggota inti OSIS lain akan pergi mengecek vendor panggung dan tenda untuk acara nanti, dia sudah siap dengan rok selutut dan sweater hitam serta tas selempang hitam

"Mi Karina ijin ke luar dulu ya?" pamit Karina mendatangi maminya yang sedang membuat kue di dapur

"Mau kemana lagi sih? Baru pulang sekolah udah keluyuran lagi"

"mau ngecek tenda buat acara ulang tahun sekolah nanti, rame-rame kok sama anak-anak OSIS"

"yakin rame-rame? Bukan cuma alibi doang biar bisa pacaran sama temen kamu itu?"

"kok malah pacaran sih Mi, dibilangin mau ngecek tenda doang"

"halah hafal mami sama alesan anak jaman sekarang, kamu itu anak perempuan Karina jangan terlalu bebas, nanti kalau tiba-tiba hamil keluarga yang malu"

Karina mengerutkan alis tidak suka, ini bukan pertama kali Maminya menyinggung perkara 'hamil' padanya, padahal dia tidak pernah macam-macam tapi maminya yang kelewat parno ini selalu negatif thinking

"kok jadi bahas hamil sih, siapa yang mau hamil? Mami aneh tau nggak?"

"udah pokoknya kamu diem di rumah, jangan kelayapan" mami nya itu malah tidak peduli dan tak menatap Karina sama sekali, dia kembali fokus menguleni adonan kue nya

"Mi, baru kali ini lho Karina ijin selama sebulan ini, emangnya selama ini Karina pernah keluar?"

"MAMI BILANG NGGAK BOLEH TETEP NGGAK BOLEH YA KATARINA! JANGAN NGELAWAN" perempuan yang hampir berusia 50 an itu menghempaskan adonannya dengan kuat serta suaranya yang langsung naik beberapa oktaf membuat Karina terhenyak dan otomatis mundur satu langkah

"Kok berisik banget sih Mi" Chenle adiknya Karina tiba-tiba datang, wajah maminya langsung berubah lembut dan menatap sang anak bungsu dengan sayang

"Chele mau kemana sayang? Kok udah ganteng begitu?"

Karina sampai speechless dibuatnya

"mau main ke rumahnya Jisung bentar ya Mi"

"boleh, mau jajan? Bentar ya mami ambil dompet dulu"

"Nggak usah Mi, Chenle masih ada uang dari papi kemarin"

"Oh oke, kalau gitu hati-hati ya sayang, suruh dianter pak Handoko aja"

Chenle mengangguk, mencium tangan Maminya sekilas yang di balas ciuman di dahi oleh sang Mami, pemandangan yang langsung membuat mata Karina memanas

"Karina pamit Mi"

"EH EH KARINA! KAMU MAU KEMANA? MAMI BILANG KAN NGGAK BOLEH KELUAR, KATARINA!"

Namun Karina pura-pura tuli, dia terus berjalan dan tak berbalik sama sekali, perasaannya sudah terlampau sakit. Lagi-lagi dia harus merasa dibedakan dari saudara-saudara nya.

Maminya selalu menuruti kemauan Abang dan adik laki-laki nya, mengijinkan kemana pun mereka pergi dan selalu mencium mereka dengan sayang, tapi kalau padanya Maminya tak pernah begitu, selalu melarangnya keluar dan selalu merubah intonasi bicara padanya, tak pernah lembut dan selalu judes. Padahal dia anak perempuan satu-satunya di rumah ini, tapi maminya itu seolah tidak menyukai kehadirannya, Papinya bilang itu karena maminya terlalu menyayanginya dan ingin menjaga Karina tapi dimatanya itu bukan rasa sayang tapi diskriminasi gender.

Tentu saja karena tak sekali dua kali Karina mendengar maminya curhat pada teman-temannya kalau tidak pernah mau punya anak perempuan, alasannya karena anak perempuan tidak berguna dan hanya akan membuat malu keluarga. Entah apa yang membuat maminya berpikir begitu Karina tidak paham, bukankah Maminya juga perempuan?

4WallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang