Aku memulai agar nanti setelah tidak bersama, aku bisa membaca kembali kisahnya.
~♪
–Kita mulai dari prolog, dan semoga bisa sampai di epilog.
Hai, selamat membaca reader nya Cici.
Sehat selalu karena semesta menghadirkan sesuatu yang luar biasa.
~♪
Suasana jalanan Desa pagi ini cukup lenggang, tidak sesibuk seperti jalanan pada hari Senin. Ada beberapa pengendara yang melintas, termasuk perempuan dengan seragam putih abu-abunya. Dia memacu motor Beat berwarna hijaunya dengan kecepatan sedang, tidak terlalu pelan tidak juga terlalu cepat.
Dafina Nandini Lekha. Perempuan bermata bulat, berpostur tubuh sedang dengan wajah galak yang jadi pelengkapnya. Dini dikenal dengan sebutan si kaos kaki pendek di SMAN Merdeka. Anak pertama dari 3 bersaudara.
Motor Beat hijau itu berhenti di pelataran sekolahan besar di Desanya. Tanpa membuang-buang waktu, perempuan itu menstandarkan motor miliknya.
Bersamaan dengan itu, sebuah motor Mio Soul juga ikut terparkir di samping motornya. Pengendaranya adalah seorang laki-laki dengan seragam putih abu-abunya yang berantakan dengan kancing atas yang sengaja tidak ia kancingkan, sehingga terlihatlah kaos dalam warna hitam itu.
Dini sempat melirik motor itu, laki-laki berseragam putih abu yang berantakan adalah objek pertama yang menjadi pusat penglihatannya. Laki-laki itu berdiri di samping motornya. Matanya yang gelap menatap wajah Dini dengan tajam, seolah ia tidak suka.
"Apa lihat-lihat?" Tanya laki-laki itu tidak suka. Tetapi, belum sempat dijawab oleh Dini, laki-laki itu bersuara lagi, "Kenapa lo ngelihat gue kayak ngelihat sampah?" Ucapan menikam dari mulut laki-laki itu membuat Dini melangkahkan kakinya mendekat, yang spontan membuat laki-laki itu memundurkan tubuhnya.
"Mata gue emang kek gini, kenapa ngga suka?"
Setelah itu, Dini menjauhkan dirinya agar laki-laki itu bisa bernapas lega. Laki-laki itu menahan nafasnya ketika Dini mendekat tadi.
"Nandini," tangannya terulur untuk mengajak laki-laki itu berkenalan.
"Ngga tanya."
Dini memaki di dalam hatinya, dih sok cakep banget. Dia kemudian menarik tangannya yang sempat dianggurkan oleh laki-laki didepannya. Perkenalan mereka selesai, hanya dengan sebatas menanyakan nama. Karena laki-laki itu berjalan pergi meninggalkan Dini tanpa bersalah.
"Bajingan," ucapnya. "Muka kayak Yeontan aja belagu," yang sontak membuat laki-laki itu memberhentikan langkahnya.
"Ngomong?" laki-laki itu menoleh lagi. Pelataran sekolahan yang hanya diisi mereka berdua, membuat mereka leluasa menguasai ruang suara tempat ini.
"Ngga, lagi macul," jawab Dini. "Dasar manusia bisu."
Laki-laki itu membalas. "Jadi lo ngemaki gue ceritanya?"
"Iya kenapa nggak suka lo, huh."
Dia terdiam,
"Ngeselin banget jadi orang," lanjut Dini. "Gak pernah diajarin sopan santun sama orang tua kamu kah?"
Laki-laki itu masih terdiam, menunggu kalimat yang akan Dini lanjutkan.
"Makannya kalau sekolah itu yang bener," Dini masih memaki laki-laki di depannya, "Biar punya tata krama."
Dia mengabaikannya, tetapi, sangat berbeda dengan Dini yang merubah raut wajahnya. Duh mulut mu, Din. Jahat banget anjir.
"Eh maaf," ucapnya saat melihat raut wajah laki-laki itu berubah.
"Lain kali jaga omongan lo," balasnya. "Percuma lo sekolah tapi tata krama lo juga nol." Lalu dirinya pergi meninggalkan Dini, dengan segala rasa bersalahnya. Pada dasarnya memang seperti itu manusia, berbicara dengan nada sempurna tanpa melihat kekurangannya. Tidak berkaca tetapi menghina, jika di hina mereka tidak menerimanya. Manusia dengan segala keangkuhannya.
~♪
Gimana prolog nya? Semoga suka ya.
Sampai jumpa di bab setelahnya.
Vote + komen nya jangan lupa cinta-cintaannya Cici....
Terimakasih semuanya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [ Slow Update ]
FantasyRif, jika tidak bersama mu. Maka akan ku jadikan kamu tokoh utama cerita ku.