3. Yang Katanya Tidak Ingin Tahu Nama.

316 60 10
                                    

Pertemuan itu selalu di iringi dengan senang, tapi jika di iringi air mata. Berarti pertemuan itu adalah hal yang hebat.

3. Yang Katanya Tidak Ingin Tahu Nama.

Hallo bertemu kembali...

Bagaimana hidupnya? Belum ingin menyerah kan?

~⁠

Fikka Eonni: Aku berangkat bareng bapak besok, nanti pulangnya ikut kamu ya. Nggak papa kan?

Dini Nun: berarti besok gue berangkat sendiri? Lo ngga takut adik lo yang cantik, baik, dan manis ini diculik orang?

Fikka Eonni: Emang ada yang mau sama cewek muka preman kayak kamu

Dini Nun: bajingan, sopan sekali ketikannya itu

Fikka Eonni: Tuh kan keluar sifat premannya, udah nggak usah ganggu, aku mau nonton film lagi

Percakapan mereka usai, seperti yang dikatakan Fikka. Dini melakukannya, tidak membalas pesan terakhir itu. Karena jika Dini melakukannya, maka hal yang akan terjadi adalah, Fikka akan memblokir dirinya.

Dini sedang berada di dalam kamarnya, menenangkan pikiran yang sejak tadi membuat dirinya ingin memotong rambutnya. Dini selalu seperti itu, jika kepalanya penuh, satu hal yang akan dia lakukan untuk menenangkan diri adalah memotong rambutnya sampai pendek. Katanya, itu lebih baik daripada menyakiti dirinya dengan bercerita kepada manusia, bentuk hal yang menyakitkan diri salah satunya yaitu mempercayai omong kosong dari makhluk yang berbentuk manusia.

"Kak, kamu belum makan dari siang," ujar Afti dari luar kamar Dini. "Nanti perutnya sakit lagi, mampus."

"Waduh, kok omongan njenengan nyelekit ngunu, Buk," jawab Dini dari dalam.

"Haha... Udah cepetan keluar, ada tahu bakso tuh," lanjut Afti.

Pintu pun terbuka, "Beneran?!" tanya Dini memastikan, seingatnya Dini memang meminta Ibunya untuk menggoreng tahu bakso untuk dirinya, tetapi Afti menolaknya. Tapi lihat, malam ini Ibunya menepatinya.

Afti mengangguk, "Iya, katanya suruh masak itu kan."

"Baik banget sih istrinya ayah," balas Dini sembari memeluk ibunya. Memiliki ibu seperti Afti itu suatu kesenangan, karena banyak anak yang tidak mempunyainya. Kehilangan peran dari Ibu itu sangat merusak, banyak anak yang kehilangan kepribadiannya hanya karena peran Ibu yang hilang.

Selepas lima detik mereka berpelukan, Afti melepaskannya. Lalu membawa Dini untuk makan malam, karena kalau dirinya tidak melakukan itu maka Dini akan masuk kembali ke kamarnya dan melupakan makan malamnya.

"Banyak banget lauknya," ucap Dini ketika sampai di meja makan.

"Biar kamu suka," jawab Supar—Ayah Dini. "Orang kok jarang makan, tetangga kita loh sampai pada bilang, katanya kamu nggak di kasih makan."

"Mulut kurang ajar tuh nggak usah di dengerin, Yah," sahut Dini menanggapi. "Percuma, mereka nggak tahu faktanya."

Supar mengangguk, benar kata anaknya. Jika kita memikirkan perkataan orang lain, bukankah kita sendiri yang akan kewalahan. Mereka lalu melanjutkan makan malamnya dengan tenang, sesekali terjadi obrolan karena Supar melontarkan beberapa kalimat kepada anak-anaknya.

Uncrush [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang