Untuk semua yang menjadi hal bahagia, ayo kita jadikan penting untuk selamanya.
~♪
Hallo sayang... Apa kabar kalian?
Bagaimana masih setia dengan cerita ini kan? Ayo buktikan agar Cici senang.
Selamat membaca kisahnya, Sayang-sayangnya Cici.
~♪
Tangan Dini berhenti, ketika matanya tidak sengaja membaca sebuah kutipan di beranda Tiktok-nya, matanya meneliti setiap kata di dalamnya.
Dini benar-benar membaca kutipan itu. Padahal biasanya dia tidak peduli bahkan tidak tertarik dengan hal seperti itu. Berbunyi seperti ini, jika memang sudah jatuhnya. Perihal rasa juga akan ikut serta setelahnya. Dini mencerna kutipan itu, sangat lama sekali otaknya memahami maksudnya. Tetapi pikirannya menuju seseorang yang sudah akhir-akhir ini menjadi objek fokusnya. Laki-laki dengan sepatu bertali hijau menyala yang dia temui di mimpinya waktu itu.
"Duh kebiasaan banget sih," ucap Dini. Tangannya kemudian menggulir layar ponselnya setelah itu. "Kenapa tiba-tiba kepala gue isinya Aditya?" tanyanya. "Bahaya banget nih pikiran, lengah dikit langsung ke isi Aditya."
Lalu, untuk sakitnya, kita pikirkan belakangan. Untuk sekarang, pikirkan jatuhnya saja dulu. Lagi, mata Dini kembali membaca kutipan yang tiba-tiba muncul di video yang dia gulir. Perempuan itu kemudian diam. Lalu berbicara dengan dirinya sendiri, apakah harus mulai untuk pelibatan rasanya? Toh, bukankah semesta selalu bertindak dengan sesukanya? Dan mungkin ini sudah bagian Dini untuk memulainya.
Dini bangkit dari kasurnya, menaruh ponselnya di atas meja yang ada di samping tempat tidurnya. Berjalan menuju meja belajarnya untuk menyiapkan buku-buku pelajarannya. Melihat apa saja pelajaran besok yang tertulis di jadwalnya. Untungnya besok pelajarannya tidak terlalu menekan porsi otaknya.
Di balkon kamarnya itu, Dini duduk di kursi favoritnya. Melihat langit yang malam ini tanpa pernak-perniknya. Sangat sepi sekali rasanya, biasanya Dini akan menghitung beberapa bintang yang ikut merayakan langit malamnya.
Mata perempuan itu bergerak, menatap seseorang yang juga menatapnya, dengan tubuh yang sudah sangat Dini hapal bentuknya. Sepertinya, sudah lama laki-laki itu berdiri di sana, menatapnya.
"Ngapain lo berdiri di situ?" tanya Dini sembari sedikit mengeraskan suaranya. Dia masih menatap laki-laki yang sekarang tersenyum kepadanya. "Kalau di tanya tuh di jawab, bukan malah senyum gitu."
Laki-laki itu memilih untuk melangkah masuk ke dalam rumah Dini. Mungkin setelah ini Dini akan menyesali perbuatannya yang mengajukan pertanyaan kepada laki-laki tadi.
Rifai atau yang sering perempuan itu panggil dengan sebutan Zombie jelek, adalah laki-laki yang tadi berdiri di depan rumah Dini.
"Eyyow... Welcome to comeback with anak ganteng se-dunia," ujar Rifai sembari merangkul pundak Dini. "Gimana lo pasti kangen kan sama gue? Ya kan? Ya kan?"
Dini menghela nafasnya. Itulah secuil hal buruk tentang Rifai. Laki-laki itu mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Dini belum terbiasa mengatur mimik wajahnya. Dini agak sedikit terganggu dengan sifat Rifai yang ini.
"Badan lo bau, kek bau Badak. Lo pasti belum mandi kan?" tanya Dini pada Rifai.
Laki-laki itu kemudian mengangguk, "Jujur nih jujur. Gue kesini emang mau numpang mandi, soalnya kamar mandi di rumah gue lagi rusak," ucapnya.
"Ngapain numpang di rumah gue, kenapa ngga di rumah temen lo yang lain," ujar Dini.
Rifai menggeleng, "Ngga bisa. Kalau gue numpang mandi disana, nanti gue bisa viral."
Dini mengernyit heran setelahnya, "Maksud lo?"
"Udah lo masih kecil, belum waktunya tahu," jawab Rifai.
Laki-laki itu kemudian melangkah meninggalkan Dini dengan wajah herannya. Namun, kembali berjalan mendekat dengan tangannya yang sudah berbekas bau ketiaknya.
"Mak Lampir, lo mau cium bau-bau surga ngga?" tanya Rifai. Namun, belum sempat Dini menjawab. Tangan Rifai yang berbekas bau ketiaknya sudah mengusap wajah perempuan itu. Lalu berlari sekencangnya. Hidung Dini yang mencium bau surga yang Rifai maksud pun kemudian mengejar laki-laki itu.
"Emang sialan lo Zombie Jelek. Bau surga apaan coba. Mana ada bau surga kayak gitu," ucap Dini yang masih mengejar Rifai.
~♪
21 Januari 2022.
Perempuan dengan pakaian putih abu-abunya memasuki aula sekolahnya yang masih sepi. Matanya menatap jam yang tertera di layar ponselnya. Niat perempuan itu berangkat secepat mungkin, karena tidak ingin terlambat mengikuti upacara rutin yang diadakan setiap hari Senin.
"Ternyata jadi morning people enak juga ya," monolog Dini. Jam yang tertera di ponselnya menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit. Dini benar-benar menjadi manusia ketiga yang datang, karena yang pertama itu dia dan kesayangannya, eh bercanda haha. Dini menjadi yang ketiga karena sudah ada dua manusia yang juga sudah datang.
Merasa jika udara semakin menusuk masuk kedalam tubuhnya, Dini dengan cardigan biru mudanya berjalan menuju kelasnya. Ruang kelas yang masih sepi membuat Dini agak sedikit merinding karena dirinya memasuki kelas sendirian. Ada suasana horror yang dapat Dini rasakan.
"Nggak gue nggak penakut. Gue cewek galak pasti hantunya yang takut sama gue."
Dini berusaha menyakinkan dirinya sebelum benar-benar masuk ke dalam kelasnya. Perempuan itu ingin duduk di luar sembari menunggu beberapa temannya, namun dia dapat kedinginan karena Dini tidak pernah keluar sepagi ini. Tubuhnya akan sakit setelahnya jika terkena angin yang berhembus kencang.
"Emang bego banget manusia satu ini. Pake segala ngide berangkat pagi, apaan coba," ujar Dini. "Udah mana cuma pake cardigan setipis harapan gue ke terima jadi mahasiswa Psikologi lagi."
~♪
Bunda yang tersayang: Nanti malam Bunda sama Ayah mau malam Mingguan. Apakah anak Bunda tertarik ikut?
"Malam Mingguan? Apa itu? Kok sepertinya akan menghabiskan tenaga saya," kata Dini ketika melihat pesan yang masuk. Perempuan itu tidak dapat membayangkan bagaimana ramainya orang-orang yang akan dia temui malam ini, jika dirinya ikut serta. Itu benar-benar tidak berguna, Dini akan lebih senang menghabiskan waktu dan tenaganya untuk diam di rumah dan menonton acara Run BTS yang sudah perempuan itu tunda.
Anak gadisnya Ayah: ga dulu, Bund. Kakak mau jadi manusia introvert
Tangan perempuan itu kemudian mengirim balasan yang sudah dia ketik. Dini bukan menolak ajakan sang Bunda, namun dirinya sudah sadar diri dengan sifatnya yang dapat berubah-ubah. Dapat Dini pastikan jika nanti dirinya akan mendadak diam tidak berbicara sedikitpun.
Maka dari itu, perempuan itu memilih berdiam diri dengan syarat kedua adiknya juga harus ikut. Tidak ada salahnya bukan? Dini menguasai rumah untuk satu malam.
"Pokoknya malam ini rumah harus jadi milik gue," kata Dini.
~♪
Eh ternyata bab ini bisa selesai juga akhirnya...
Terimakasih yang masih nunggu tulisan Cici yang malas update ini. Cici minta maaf karena selalu sesuka hati updatenya ya🙏🙏🙏.
Selamat membaca dan selamat berbahagia atas menangnya melawan semesta yang agak banyak kurangnya ya.
Sampai jumpa di bab selanjutnya 🙌🙌.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [ Slow Update ]
FantasíaRif, jika tidak bersama mu. Maka akan ku jadikan kamu tokoh utama cerita ku.