Yang sudah selesai, tolong jangan pernah kembali. Dan yang baru datang, tolong menetap hingga selesai.
~♪
8. Kembali Dan Melanjutkan Hidupnya.
Hallo... Kita bertemu kembali.
Semoga sukanya ya... Aamiin...
Kalian jangan berharap sesuatu yang sudah hilang akan kembali ya, memang bisa. Tapi, terkadang itu juga beda rasanya.
~♪
Muhammad Azli: Cil, kita beneran ngga bisa balik? Gue mohon
Dini merebahkan diri di kasur. Matanya melihat pesan itu, dengan perasaan yang sedikit jengkel. Dia kemudian menaruh handphone itu di atas meja yang berada di sampingnya. Kepalanya kembali pening, Dini sudah lelah dengan hidupnya. Dengan segala kejutan yang diberikan oleh semesta. Tetapi, mengapa mantannya senang sekali menambahkannya.
"Cil, lo mau pulang?" tanya Azli saat mereka berada di parkiran sekolahnya. Banyak montor lain juga yang terburu-buru pergi dari sana.
"Iya."
"Singkat banget jawabannya," ucap Azli. Laki-laki itu masih berada di atas montornya, yang berada tepat di samping montor Dini.
"Iya, kayak umur lo," jawab Dini. Ia melajukan motornya guna mengakhiri percakapan mereka.
Azli tertawa melihat tingkah Dini, "Hati-hati di jalan, Cil."
"Gue nggak perlu hati-hati dari lo," balas Dini. Tak menunggu lama, montor Dini menghilang. Mata Azli melihat punggung wanita itu. Wanita yang mencintainya dengan tulus, tetapi ia balas dengan luka yang serius.
Saat mengingat kejadian itu, perut Dini tiba-tiba berbunyi. Lalu, dirinya bangun dari kasurnya. "Sial, gue lupa sarapan tadi. Pantesan bunyi."
~♪
"Azli ngajak balikan," ucap Dini pada teman-temannya. Mereka sedang membeli Batagor di depan sekolah Dini. Mendengar ucapan Dini, ketiga temannya itu menatap Dini secara bersamaan. Sudah empat tahun mereka bersama, dan sudah lama juga mereka tahu hubungan Dini dan Azli.
"Terus kamu mau?" tanya Dewi, Dewi Nayara. Teman se—Desa Dini yang lebih tua dua tahun darinya. Ada raut sendu di wajah perempuan itu. Dia takut jika Dini menerima ajakan mantan pacarnya itu. Banyak rasa kasihan saat melihat Dini yang dulu, saat masih bersama dengan Azli.
"Tunggu, bilang kalau kamu nggak mau?" tanya Aini. Aini Caliana, menatap Dini serius.
Dini menggeleng. Perempuan itu bingung bagaimana caranya membicarakan perasaannya sendiri. Manusia itu selalu berkelit dengan perasaannya. Merasa baik-baik saja, nyatanya setiap malam selalu berisik menangis sebelum pergi tidur. Dini menunduk melihat tanah di bawahnya. Tak lama, punggungnya terlihat naik turun di iringi suara isakan yang keluar.
Fikka mendekat, mendekap bahu Dini erat. "Loh kok malah nangis, Nun."
"Kalau belum mau jawab, ya udah. Tapi jangan nangis," kata Dewi. Keduanya—Aini dan Dewi— lalu ikut mendekat. Memeluk Dini yang masih menangis. Akhirnya mereka melihat sahabatnya yang selalu tertawa itu, mengeluarkan air matanya. "Jangan nangis, Nun. Katanya Seokjin nggak suka sama perempuan yang lemah," ungkap Fikka sembari mengelus lembut punggung Dini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [ Slow Update ]
FantasyRif, jika tidak bersama mu. Maka akan ku jadikan kamu tokoh utama cerita ku.