Manusia dapat dengan mudah menaruh rasanya. Tapi, untuk cintanya, sepertinya butuh sedikit usaha.
~♪
16. Belum Cinta Hanya Masih Meraihnya.
Tentang jatuh cinta, menurutku ini sudah masanya. Mengenal sedikit laki-laki dengan kehidupan yang tidak dilihat banyak mata, juga bukan salah.
Hallo Sayang-sayangnya Cici... Apa kabar? Baik bukan? Semoga tetap baik.
~♪
Di sebuah kamar dengan cat abu-abu itu sedang ramai oleh suara musik yang terputar. Setelah berinteraksi seharian dengan bermacam-macam manusia, kini Dini mengurung dirinya di kamar. Sudah tiga jam perempuan itu di dalam sana tidak melakukan apapun. Hanya ada suara musik dari Movie Idol-nya yang selalu menjadi alasan Dini bertahan dengan hidupnya. Mungkin itu memang hanya sekedar musik bagi orang lain, tapi bagi Dini, movie itu penyembuh sekaligus obat dari semua hal yang membuatnya sekarat.
"Mau sampai kapan kamu di kamar, Kak?" tanya Afti dari luar kamar Dini. Wanita itu sudah tiga kali mengetuk pintu kamar anak pertamanya. Menanyakan mengapa setibanya Dini pulang langsung mengunci diri di kamar. Memaksanya keluar untuk makan malam, bahkan perempuan itu sampai berdiri di depan pintu itu selama satu jam.
"Bentar, Bunda. Mood Kakak masih jelek," jawab Dini dari dalam kamarnya. Tangannya membuka selimut yang membungkus tubuhnya. Otaknya memikirkan satu pesan yang mengusiknya: Mau sampai kapan kayak gini? Dini memang seperti itu, tanpa alasan apapun perempuan itu dapat tiba-tiba mendiamkan orang-orang di sekitarnya. Dini juga tidak tahu, darimana dia mendapatkan sifat jelek ini.
~♪
"Kalian pada laper nggak?" tanya Aini. Sekarang Aini, Dewi, Fikka, dan Dini sedang berada di rumah Dewi. Hari ini hari Minggu. Katanya, kalau kalian tidak sibuk luangkan sedikit waktu untuk bersama.
"Emang mau cari apa?" tanya Dewi. Perempuan itu tengkurap, kemudian menatap Aini yang berada di depannya.
Aini menggeleng. Jujur saja, kepalanya tidak terisi apapun nama makanan. Perutnya memang berbunyi tetapi perempuan itu tidak tahu ingin apa. Lalu, Aini menatap Dini, "Kamu mau makan apa, Dek." Panggilan itu memang untuk Dini. Karena dalam pertemanannya, Dini itu paling kecil.
Dini diam seraya berpikir. Jarinya mengetuk dagunya lama. "Kayaknya cuaca yang agak mendung gini, makan mie yang pedes enak."
Dewi, Aini, dan Fikka menatap Dini bersamaan setelah mendengar ucapannya. Sepertinya usul Dini dapat mereka lakukan. Spontan, mereka mengangguk bersamaan.
"Setuju aku," ucap Fikka. "Ya udah kita list bahan-bahannya dulu." Lalu tangannya membuka aplikasi notebooknya untuk mencatat apa saja yang harus mereka beli.
"Mau pake mie burung dara atau mie instan biasa?" tanya Fikka.
"Gimana, di tanya tuh," ucap Dewi.
"Aku ikut, soalnya apa aja bakalan aku makan." Sebenarnya, Dini tidak begitu masalah, dirinya itu selalu menerima apa saja.
"Ya udah, biar adil mie burung dara satu sama mie instan satu," kata Dewi pada Fikka yang sedang sibuk mencatat. Dewi seperti itu supaya adil saja. Semuanya punya porsinya, tapi harus adil. Tidak boleh kurang atau bahkan lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [ Slow Update ]
FantasyRif, jika tidak bersama mu. Maka akan ku jadikan kamu tokoh utama cerita ku.