Di bumi, semua perlu setara untuk sebuah bahagia.
~♪
13. Sembunyikan Saja, Jangan Diceritakan.
Hai... Reader Cici apa kabar? Kalian senang kan?
I proud to you bro...
~♪
Dini masih diam di dalam kelasnya, padahal semua teman-temannya sudah mengajaknya keluar membeli jajanan untuk di makan. Tetapi, Dini menolak. Bagi Dini tidak ada salahnya jika satu hari tidak mengisi perutnya.
"Nggak mungkin, nggak mungkin. Pasti bukan dia," kata Dini.
"Nggak mungkin apaan?" tanya Fikka. "Kek orang gila kamu begitu tahu nggak?"
"EONNI!! Orang cantik begini di bilang kek orang gila."
"Ya siapa suruh ngomong sendiri, mau buka podcast kamu?" tanya Fikka.
Sementara Dini, diam tidak menjawabnya. Dirinya bingung ingin mengatakan apa yang dia pikirkan kepada Fikka atau tetap menyembunyikannya. Rasanya ini terlalu sepele untuk mendapatkan perhatian.
"Nah kan bengong lagi, mikirin apa sih?" tanya Fikka.
"Gue bingung, Eon. Harus cerita ini sama lo atau nggak," jawab Dini.
"Ouh gitu... Oke udah main rahasia-rahasiaan kamu?"
Dini menggeleng, "Bukan gitu. Cerita ini tuh agak nggak penting buat di ceritain."
"Seenggak penting itu juga buat aku tahu ceritanya?"
"Oke, oke gue cerita. Waktu itu gue pernah mimpi. Di situ gue habis nangis karena Bangtan mau wamil barengan. Terus gue mimpi ada laki-laki bawa sepatu talinya hijau." Menjeda sejenak kalimatnya, Dini kemudian melanjutkan. "Nah tiga hari setelah itu, pas lo lagi jahit rok lo yang sobek itu. Aditya duduk sambil nyeritain adiknya yang suka K-Pop juga. Eh pas gue lihat sepatu Aditya, talinya hijau juga. Kan gue jadi mikir, kalau laki-laki itu adalah Aditya."
"Kamu kenapa bisa mikir kalau laki-laki itu Aditya?" tanya Fikka.
"Nggak tahu, tapi tiba-tiba otak gue mikir kek gitu aja."
Dini menggeleng. Jujur saja, Dini benar-benar tidak tahu mengapa pikirannya bisa memikirkan hal itu. Itu cuman mimpi. Tetapi kenapa dirinya selalu memikirkannya.
"Lah gimana kamu itu," kata Fikka. Perempuan itu memakan Mie Gelasnya yang dia beli di kantin tadi. Fikka tahu Dini itu manusia yang mudah lupa, tapi jika Dini sampai memikirkan hal itu maka itu pasti sangat penting.
"Gue nggak mikirin itu Aditya atau nggak, Eon. Tapi gue mikirin, gimana kalau nanti gue jatuh cinta sama dia," ucap Dini.
Ucapan Dini berhasil membuat Fikka tersedak oleh Mie Gelasnya. Bagaimana bisa manusia jatuh cinta dengan orang yang hanya dia temui dalam khayalannya. Menurut Fikka, Dini ini aneh. Padahal hanya pasal mimpinya saja, mengapa Dini sampai berfikir seperti itu?
"Nggak usah ngaco deh, Nun," Fikka mengambil botol airnya, lalu meminumnya. "Mana ada orang yang jatuh cinta sama orang yang dia temui di mimpinya?" tanya Fikka.
"Lo nggak tahu kisah Rasulullah yang berjodoh sama Aisyah karena ketemu di mimpi?" jawab Dini sembari bertanya.
"Itu kan Rasulullah udah mimpiin Aisyah dua kali."
Fikka tahu cerita itu, cerita yang sempat membuatnya iri. Tapi mengapa Dini yang mendapatkan mimpi itu. Sejujurnya, Fikka tidak tahu alasan Dini begitu yakin jika memang nyata Dini akan jatuh cinta pada laki-laki itu. Bukan mustahil hanya saja sedikit lucu, jika nantinya benar terwujud.
"Gue juga udah mimpiin dia dua kali, Eon. Makannya gue bisa bilang gitu itu karena gue cari tahu ceritanya."
"Nun, please itu nggak masuk akal banget. Nggak mungkin kamu jatuh cinta sama laki-laki yang kamu temui di mimpi itu."
Dini tersenyum tipis. Rasanya salah menceritakan mimpinya kepada Fikka. Memang tidak pantas mimpi kecil ini diceritakan.
"Gue tetap bakalan percaya kalau suatu hari nanti, mimpi itu terwujud," ucap Dini.
"Emang susah kasih saran sama orang keras kepala kayak kamu," kata Fikka. Mie gelasnya yang dia diamkan, kembali dia makan. "Kalau nanti hati kamu sakit, sembuhin sendiri."
"Emangnya pas hati gue patah, lo ada di samping gue?" tanya Dini. "Kan gue emang selalu sembuhin sendiri, tanpa bantuan lo. Bahkan lo mana peduli," dia menjeda kalimatnya. "Lo itu nggak pernah tahu, kapan hati gue rusak."
Dini berdiri dari kursinya, bersiap meninggalkan Fikka yang mematung setelah mendengar ucapannya. Kemudian, perempuan itu melangkah keluar untuk menenangkan degup jantungnya yang berdetak kencang.
~♪
Jam dua siang, Dini berdiri menatap parkiran sekolahnya. Melihat montor yang berada tepat di sampingnya. Dia melihat dengan seksama, montor itu dengan matanya.
"Tuh montor ngapain parkir samping gue sih," kata Dini. Fikka sudah pulang terlebih dahulu, karena tadi dirinya bilang sudah di jemput oleh Tantenya. Kaki Dini melangkah ke arah montornya, karena dirinya ingin pulang sekarang.
"Wih, Mak Lampir. Sampingan nih montor kita," ucap Rifai yang tiba-tiba datang.
Kan emang anak anjing, batin Dini berbicara.
"Mau pulang ya, Mak? Ayo gue anterin," kata Rifai. Laki-laki itu sudah berada di atas montornya.
"Gue mau cari Sugar Daddy, nggak usah ikut deh lo."
Rifai membelalakkan matanya mendengar ucapan Dini. Tak habis pikir dengan jalan kerja otak perempuan itu.
"Mak, lo kenapa? Bunda udah nggak ngasih uang jajan sama lo?" tanya Rifai penasaran.
Dini menoleh sejenak, menatap laki-laki disampingnya. "Gue lagi pusing, udah nggak usah ganggu."
"Ya udah ayo pulang, montor lo biar temen gue yang bawa," Rifai kemudian berteriak memanggil temannya. "Woi, Sat. Montor ini bawain ke rumah gue ya, minta tolong." Kemudian temannya mengangkat jempolnya.
"Apa sih lo, orang gue mau balik sendiri," protes Dini.
"Orang sakit itu nggak baik naik montor sendiri, nanti lo bisa jatuh," kata Rifai.
"Sok perhatian banget sih lo," jawab Dini.
"Naik sendiri atau gue gendong?" Rifai sudah bersiap untuk mengangkat tubuh Dini. Perempuan itu panik, kemudian mengangkat jati tengahnya kepada Rifai.
"Nggak usah ngajak berantem deh," jawab Dini. Kemudian badannya ia bawa ke bagian belakang montor Rifai.
~♪
Hallo.... Bagaimana, tidak jelas kan?
Maaf ya...
Jangan lupa vote dan komennya sayang-sayangnya Cici.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uncrush [ Slow Update ]
FantasyRif, jika tidak bersama mu. Maka akan ku jadikan kamu tokoh utama cerita ku.