18. Tentang Manusia Dan Pulangnya.

106 23 0
                                    

Untuk yang baru tumbuh, jangan tumbang dulu. Yang sudah tumbang, tolong bangkit lagi.

18. Tentang Manusia Dan Pulangnya.

Hai-hai... Apa kabar?

Selamat membaca kisahnya Sayang-sayangnya Cici.

⁠~⁠

Hari pertama pelaksanaan ujian semester genap adalah hal yang mencengangkan bagi siswa-siswi SMANKA. Beberapa dari mereka memilih untuk membuka buku pelajarannya dan mengulang kembali materi yang sudah di ajarkan, dan ada juga yang memilih acuh. Seperti sekumpulan laki-laki di kelas 10 IPA yang duduk melingkar.

"Kalau nanti gue panggil, jangan pura-pura nggak denger ya kalian," ucap Rian yang fokus memakan bekal rotinya.

Arka yang sedang memetik gitarnya, bersuara. "Kemarin lo nggak baca aturannya yang ada di kartu?"

Rian menoleh. "Apaan emang aturannya, di gue nggak ada tuh." Di kartu yang laki-laki itu dapat hanya berisikan nama dan ruang yang nantinya akan ditempatinya.

Dengan tangan yang masih memetik gitarnya, Arka bersuara. "Tidak boleh mencontek atau bekerja sama dengan teman."

Beberapa menit setelahnya, bel pertanda waktu ujian berbunyi. Yang duduk melingkar pun berdiri, mengambil tas, kemudian masuk ke dalam ruangan ujian. Elang melirik gerbang sekolah, saat merasa dari mereka masih kurang satu. Azli-Laki-laki itu belum tampak masuk.

"Ni anak kemana lagi coba," ujar Elang.

⁠~⁠♪

"Lo tuh tadi malem kenapa sebenarnya, Zom? Tiba-tiba datang ke rumah pake segala nangis lagi. Orang rumah pada panik asal lo tahu," kata Dini. Mereka berdua dalam perjalanan pulang karena sudah mengerjakan ujian semesternya.

Rifai menatap manik Dini. Pulang kali ini mereka berjalan kaki berdua tidak menggunakan montornya. Kemudian Rifai tersenyum, membuat Dini beranggapan jika Rifai memang sudah kehilangan kewarasannya.

"Sorry ya, Mak. Kalau tiba-tiba gue bikin panik orang-orang rumah lo." Mata Rifai berbinar penyesalan. Laki-laki itu benar-benar tidak bermaksud membuat keluarga Dini menjadi khawatir. Rifai hanya sedang lelah dengan orang rumah.

Sejenak Dini menatap wajah Rifai. Ada sedikit pertanyaan yang tersimpan, tapi Dini mencoba untuk tidak menghiraukan. Seseorang mungkin butuh batasan untuk masalahnya, jika nanti dirinya sudah tidak dapat menyimpannya sendiri selebihnya pasti akan ia bagi.

"Rif sebenernya ini tuh nggak penting banget buat gue. Cuman, please. Kalau lo emang ada masalah, ceritain sama gue. Jangan nangis kayak kemarin," balas Dini. Dia masih ingat jelas bagaimana dengan tiba-tiba Rifai menangis kemarin malam. Sudah Dini tanya apa sebabnya, tapi laki-laki hanya diam dalam pelukannya.

"Lo mau beli Es nggak? Gue traktir deh. Jujur haus banget gue jalan," tawar Rifai. Tanpa menunggu jawaban Dini, Rifai berjalan menuju toko Es di depan sana.

Dini menghela napas. Sepertinya ada yang sedang Rifai tutupi darinya. Dini sadar pagi ini Rifai tidak seperti biasanya, dia kebanyakan diam dan belum mengusiknya. Tadi pagi di sekolah, laki-laki itu juga tidak mengganggunya, padahal hampir setiap hari sebelum Rifai masuk ke kelasnya, laki-laki itu pasti akan mengusili Dini.

Uncrush [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang