21. Tentang Ruang dan Manusianya.

110 10 8
                                    

Ruang itu selalu berhimpitan dengan beberapa manusia, juga pelajaran barunya.

 ⁠~⁠♪

21. Tentang Ruang dan Manusianya.

Haii semuanya. Apa kabar?! Bagaimana untuk hari ini? Tolong bertahan sampai nanti waktunya pulang ya.

Terima kasih untuk tetap singgah.

 ⁠~⁠

Tahun ajaran baru di mulai pagi ini. Seorang perempuan berjalan dengan langkahnya yang malas. Setelah memarkirkan montornya. Dia merutuki pribadinya yang sangat pemalas dan mudah sekali lelah, hanya karena hal kecil. Liburan semesternya yang sudah habis waktu tunggunya, sekarang memaksa Dini bangkit dari zona nyamannya.

Sesudah melihat Mading yang terletak di depan Perpustakaan, Dini mengetahui bahwa dirinya mendapatkan rolling kelas yang sama dengan Fikka. Itu memudahkan Dini, karena perempuan itu tidak susah payah memilih teman sebangkunya. Bukan tidak ingin yang lain, hanya saja belum terbiasa.

Dini melangkah semakin jauh. Menuju kelas 11 IPA yang berada di paling pojok. Bangsat, kenapa harus nongkrong pagi-pagi kek gini sih. Hanya itu kalimat yang terucap ketika Dini melihat segerombolan laki-laki yang memenuhi koridor, membuat kakinya enggan untuk melangkah. Dini berhenti sembari meremat jari-jarinya, mengatur napasnya. Akhir-akhir ini perempuan itu selalu panik jika melihat laki-laki. Terkadang takut juga tidak perlu alasannya, bukan?

Kepalanya mendadak berdenyut hebat. Jantungnya juga kehilangan cara detaknya. Sesekali Dini memukul dadanya untuk melepaskan sesaknya. Dini kembali dengan rasa takutnya. Dia kehilangan keberaniannya untuk sekedar melangkah melewati beberapa laki-laki itu.

~⁠♪

"Lo senyum-senyum sendiri ngapain?" tanya Elang ketika melihat Azli. Tangan laki-laki itu memegang dahi Azli. Penasaran menguasai dirinya sekarang. "Kek ada yang aneh sumpah ngelihat lo senyum sepagi ini."

"Gue seneng banget pagi ini," jawab Azli. Senyum diwajahnya belum pudar sedikitpun. "Karena gue sekelas sama Dini."

Pantas saja Azli tersenyum lebar pagi ini. Pantas saja Azli berbagi sedikit uang sakunya pada anak kecil yang pagi ini dia temui. Ternyata itu alasannya. Alasan di balik senyum lebar Azli pagi ini. Teman-temannya tidak habis pikir. Mengapa ada yang senang berpapasan dengan masa lalunya?

"Emang gila kayaknya ni anak," kata Arka yang duduk di samping Azli. "Padahal gue lihat Dini udah move on dari lo."

Azli terdiam. Laki-laki itu hanya mendengarkan ucapan Arka dengan senyumnya yang sedikit menghilang, tidak selebar seperti tadi saat dia mengetahui bahwa dirinya sekelas dengan Dini. Meskipun tidak tahu benarnya, tapi ucapan Arka juga fakta yang harus Azli terima. Fakta dimana perempuan itu memang terlihat sudah melupakannya.

"Ngga mungkin Dini secepat itu move on dari gue," kata Azli membela diri. Azli merasa sangat tidak setuju. Mungkin, memang ada beberapa orang yang berhasil melupakan masa lalunya. Tapi, jika tidak berpapasan. Sedangkan dirinya dan Dini, akan hampir setiap hari bertemu.

Tarikan napas panjang terdengar. Menasehati seseorang yang masih dengan rasa cintanya itu sulit. Biarkan saja dirinya hingga memang nanti semesta yang menasehatinya.

Uncrush [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang