10. Malam ke Pagi Masih Rifai.

170 40 6
                                    

Semuanya yang abu, tidak selamanya abu. Bisa saja menjadi kuning jika kita mau merubah.

~⁠♪

10. Malam ke Pagi Masih Rifai.

Hai... Apa kabar??

Masih suka kan... Aamiin....

~⁠♪

Permulaan sebuah rasa itu tentang waktu. Waktu yang harus bekerja dengan tepat, dan, mungkin, bersamaan pribadi itu juga.

Setelah tiga hari, Dini bermimpi laki-laki itu. Selama tiga hari itu juga, dirinya merasa bimbang dengan perasaannya. Apakah orang ini akan abadi seperti Bangtan? Pasalnya apa yang masuk ke dalam mimpinya, akan menjadi awal keabadian dalam hidupnya.

Tahun 2019, Dini bertemu dengan Bangtan. Dia menemukannya melalui mimpinya. Waktu itu, dirinya sedang berperang dengan pribadinya. Dini bertemu sesudah perempuan itu, menghentikan hubungannya dengan Azli. Waktu itu, Dini sedang berada di rendahnya.

Peri bumi waktu itu sedang baik, kata Dini. Mempertemukan dirinya dengan pondasi rumah yang benar. Menurutnya, lebih baik sembuh dengan orang yang tidak ia kenal daripada dengan manusia yang suka berpapasan. Untuk menyembuhkan luka yang dalam, kita perlu, bahkan sangat, obat yang hebat.

"Jean, kamu tahu tiga hari yang lalu, aku mimpi cowok," ucap Dini kepada Polaroid Seokjin yang berada di tangannya. Dini selalu seperti itu, jika dirinya selalu mempunyai cerita. Perempuan itu tidak mempunyai tempat cerita, kecuali pada Seokjin.

Dini mengingat muka laki-laki yang berada di dalam mimpinya, "Wajahnya asing, Sayang. Kayak semu-semu gitu," Dini kembali menceritakan.

Perempuan itu terlalu naif jika ingin mengetahui wajah laki-laki itu. Yang mana, seingatnya, yang terlihat hanya tali sepatu laki-laki itu. Tali berwarna Hijau Menyala.

Dentuman musik terdengar, di dalam sebuah kamar dengan perempuan yang fokus membaca sebuah Novel. "Hukum aku bila terjadi," senandung Dini. Bibirnya terus mengikuti lirik lagu milik Acha Septriasa itu.

"Kok gue ngerasa nggak asing sama sepatu itu," tanya Dini pada dirinya. Perempuan itu menutup kembali Novel ditangannya.

"Tapi dimana," kata Dini.

Dirinya mengingat kembali kejadian dalam mimpinya itu, "Kayak bener-bener sering lihat."

"MAK LAMPIR, I WANT TO GO IN... OPEN THE DOOR!!"

Dini menarik napasnya, "Tuh orang gila ngapain lagi coba. Sehari aja dia nggak ganggu gue, juga nggak bakalan mati."

Dini berjalan mendekati pintu, membukanya agar Rifai-Orang gila yang dia maksud itu tidak berisik dengan lebih.

"Ngapain lo kesini?" tanya Dini.

Rifai tersenyum, "Hehehe.... Gue mau deeptalk sama lo." Tanpa permisi, Rifai melenggangkan kakinya masuk. Mendahului Dini—Yang memiliki kamar.

Dini kemudian ikut masuk, "Lo mau deeptalk apaan sama gue? Sok banget deeptalk deeptalk segala."

Mereka pergi ke balkon milik Dini, untuk melihat langit malam dengan bintang yang menghiasinya. Rasanya tenang saat melihat ribuan bintang itu saling bersinar dengan terangnya.

"Mak Lampir," Rifai menatap wajah Dini yang berada di sampingnya. "Menurut lo, kalau lo punya kesempatan buat jadi benda langit. Lo mau jadi apa?" tanya Rifai, kemudian.

Uncrush [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang