Malam harinya setelah makan malam, ke4 remaja itu sibuk mengerjakan pr di ruang berkumpul. Mereka duduk di bawah sembari bersandar pada sofa. Anuradha lagi lagi melamun, sembari menggosok gosok jaketnya merasa dingin. Dan tentu saja Arjuna menyadari itu.
"Jika kedinginan, lebih baik kau kembali ke kamar, jangan paksakan dirimu." ujarnya dengan lembut sembari menatap Anuradha. Anuradha yang mengerti ucapan Arjuna ditujukan untuk nya hanya menggeleng pelan. Ini masih terlalu awal untuk tidur.
Ana beranjak dari tempat duduknya menuju dapur. Begitu juga dengan Abian yang beranjak dari duduknya menuju ke kamar. Saat kembali, Abian membawa jaket miliknya. Lalu di berikan pada Anuradha.
"Jaket mu terlalu tipis, gunakan itu." Anuradha kembali tersenyum, lalu berterimakasih dan segera menggunakan jaket hijau milik Abian tersebut. Rasanya hangat, jaket milik Abian lebih tebal dan lembut dibanding yang tadi ia gunakan, wangi alam ntah bagaimana terasa sangat jelas ketika ia menggunakan jaket tersebut. Hangat, namun sejuk.
Sementara Ana kembali dengan 4 gelas susu hangat. Ia segera memberikannya kepada Ara dan yang lainnya.
"Minumlah, itu akan menghangatkan mu."
Lagi lagi Anuradha tersenyum tulus.
"Terimakasih Ana." Ana membalas senyum Anuradha sembari mengangguk pelan. Ia kembali duduk sembari mulai menyesap minumannya. Setelah itu, mereka melanjutkan belajar mereka. Saat tengah belajar, lampu tiba tiba mati, Anuradha dan Ana kompak berteriak. Anuradha karna terkejut, sementara Ana karna ketakutan.
"Deepa." Cahaya mulai muncul dari tongkat Arjuna. Setelah mendapat sedikit cahaya, Anuradha segera beranjak untuk mengambil lentera. Sementara Abian mendekat ke arah Ana yang tengah meringkuk ketakutan. Lalu dengan pelan ia menyentuh pundak Ana.
"Ana, kau baik baik saja?" tanyanya.
Ana menegakkan kepalanya, ia dapat melihat wajah khawatir Abian dan wajah bingung Arjuna berkat cahaya dari tongkat Arjuna. Ia pun segera mengangguk untuk meyakinkan Abian bahwa ia baik baik saja. Setelah yakin bahwa temannya baik baik saja, Abian kembali ke samping Arjuna. Ketika Anuradha kembali dengan lentera yang menyala, Arjuna segera mematikan cahaya yang ada di tongkatnya. Sejenak, keheningan melanda mereka, tak ingin berlama lama dengan keheningan, Ana mulai bertanya.
"Ngomong ngomong, apa yang kalian lakukan kemarin malam?"
Arjuna dan Abian saling tatap. Abian menaikkan alisnya guna bertanya apakah mereka harus menceritakan hal itu atau tidak. Arjuna mengangguk pelan, barulah setelah itu Abian menceritakan semuanya.
"Kami rasa ada yang aneh dengan Aksa loka. Kami melihat sosok dengan jubah hitam di sekitar wilayah Janaka saat kita makan malam. Lalu saat kita mengejarnya, dia hilang di wilayah Kurawa." ujarnya sedikit berbisik sembari memajukan wajahnya.
"Wilayah Kurawa? Bukankah itu wilayah terlarang, kalian bisa dihukum jika ketahuan." Ana memandang Abian dan Arjuna dengan tatapan khawatirnya.
"Kami tau, tapi apa kau tau apa yang ada di sana?" tanya Arjuna pada Ana dan Anuradha. Kedua gadis itu pun kompak menggeleng.
"101 candi kecil yang memiliki nama dari tokoh kurawa. 100 diantaranya hancur, namun satu masih berdiri dengan kokoh." Abian mengangguk, meyakinkan dua gadis itu bahwa yang diucapkan Arjuna adalah fakta.
"Sebenarnya, aku juga pernah melihat bayangan hitam masuk ke griya no 13." Dengan ragu, Anuradha menceritakan kejadian yang dilihatnya tadi pagi. Saat selesai bercerita, keempatnya diam, sama-sama merasakan keanehan yang terjadi di Aksa loka.
"Aku juga mendengar dari kakak kelas, beberapa anak ditemukan tertidur di perbatasan wilayah kurawa dan tempat yang sama, katanya mereka tertidur sambil berjalan." Sahut Ana menambahkan informasi.
"Bukankah itu aneh? Beberapa orang ditemukan di tempat yang sama? Itu tidak masuk akal." Mereka mengangguk menanggapi ucapan Abian. Itu memang tidak masuk akal.
"Sebenarnya, ada tiga wilayah yang dilarang oleh sekolah, pertama wilayah Kurawa, lalu hutan yang ada di dekat wilayah jenggala, hutan Karna. Dan satu lagi disebut wilayah cacat yaitu wilayah Sengkuni." ujar Arjuna sembari memandangi wajah kaget temannya satu persatu.
"Wilayah Sengkuni?" kata Anuradha mengulangi.
"Wilayah pastinya tidak diketahui, itu hanya desas desus." Mereka lagi lagi mengangguk mengerti. Arjuna ini memang tidak banyak bicara dan terkesan pendiam, namun nyatanya dialah yang paling peka dan sering menyimak gosip terbaru di aksa loka.
Suara dentingan jam berbunyi, tanda bahwa sudah waktunya mereka tidur. Anuradha, Abian, dan Arjuna mulai beranjak dari tempatnya, sementara Ana masih diam di tempat duduknya.
"Kau tidak akan kembali ke kamar mu?" tanya Abian.
"Kalian duluan saja, aku akan bereskan ini." katanya sembari menunjuk gelas gelas sisa susu yang tadi dibuatnya.
"Ku ban-"
"Kembalilah ke kamar mu Ra, aku bisa mengerjakan ini." Tolaknya secara halus ketika Anuradha hendak membantunya. Dengan paksaan dari Abian dan Arjuna, pada akhirnya Ara memilih kembali ke kamarnya. Lalu Abian dan Arjuna ikut kembali ke kamar masing masing. Sementara Ana membereskan gelas gelas kotor tersebut.
Setelah selesai beres beres, bukannya kembali ke kamar seperti yang dia katakan pada Abian, Ana malah kembali duduk di lantai tempatnya duduk awal tadi. Ia diam sembari mendengarkan rintikan air hujan yang mulai turun. Kakinya ia tekuk, lalu ia peluk sembari menggigit bibir bagian bawahnya.
Pukul 11.30, sudah satu setengah jam gadis itu duduk termenung tanpa melakukan apapun. Matanya menatap ke depan, sementara telinganya sibuk mendengar bunyi hujan yang semakin deras.
"Ternyata di sini sama saja." ujarnya lirih sembari meletakkan kepalanya pada kakinya. Saat ini Ana tengah meringkuk sembari memeluk kakinya sendiri.
"Kembalilah ke kamar, udara semakin dingin." Ana menegakkan kepalanya ketika mendengar suara pria memecah keheningannya. Saat kepalanya tegak sempurna, ia bisa melihat Arjuna yang sedang mengambil air putih. Bukannya menuruti ucapan Arjuna, Ana malah kembali menelungkupkan kepalanya, enggan menanggapi Arjuna.
Sementara Arjuna juga tidak kembali ke kamarnya, ia malah duduk di depan Ana sembari memperhatikan gadis yang sedang meringkuk itu.
"Meringkuk lesuh seperti itu, kau jadi terlihat bukan dari Ancala." Arjuna membuka obrolan. Mendengar hal itu tidak membuat Ana menenggakan kepalanya.
"Kurasa aku memang seharusnya tidak berada di sana." ujarnya lirih, tak peduli apakah Arjuna mendengarnya atau tidak. Walaupun suaranya teredam karna ia memeluk kakinya, juga karna suara hujan yang menemani mereka, Arjuna dapat dengan jelas mendengar ucapan gadis itu. Wajah datarnya menghilang, digantikan dengan tatapan tanya.
"Jika ada yang ingin kau ceritakan, keluarkan saja, Aku akan mendengarkan mu." Mendengar hal itu, barulah Ana menegakkan kepalanya. Wajahnya sendu, namun mulutnya enggan berbicara. Arjuna ikut diam, ia hanya menawarkan gadis itu untuk bercerita, namun jika gadis itu masih enggan berceritakan, ia tidak akan memaksa gadis itu.
"Tidurlah, mungkin kau akan merasa lebih baik besok pagi." Tanpa babibu, kali ini Ana menuruti perintah Arjuna, ia pun kembali ke kamar dan lekas untuk tidur.
"Ana." Panggilnya sesaat sebelum Ana benar benar masuk ke kamar. Ana pun berhenti, lalu di depan pintu ia menoleh pada Arjuna yang sedang menatapnya.
"Semoga mimpi indah." ujar Arjuna sembari tersenyum simpul. Ana pun ikut tersenyum sembari mengangguk, walaupun Arjuna tau senyumnya tidak seratus persen tulus.
"Kau juga." balas gadis itu sebelum benar benar menghilang menuju kamar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa Loka
FantasyAksa loka adalah salah satu sekolah sihir di Indonesia yang mengambil beberapa siswa siswi setingkat smk/sma di setiap daerah. Sekolah yang penuh keajaiban dan misteri menanti kalian. Apa kalian sudah siap? Ayo menjelajahi Aksa loka bersama dengan...