bab 12

69 16 1
                                    

Anuradha berjalan ke sana ke mari karena khawatir dengan dua temannya yang tidak kunjung datang. Begitu pula dengan Arjuna yang sedang berdiri di samping pintu sembari memandangi jalanan luar.

Mata Arjuna melebar sempurna ketika melihat Abian datang dengan Ana di gendongannya. Anuradha pun segera berlari mendekat ke arah mereka.

"Bertanya nya nanti saja, kalian harus mengobatinya dulu." kata Abian yang melihat Arjuna dan Anuradha hendak bertanya.

Abian menurunkan Ana dari gendongannya, lalu membantunya untuk duduk di sofa. Anuradha segera mengambil kotak medis, mereka bari diajari mantra mantra penyembuhan dasar, yang rumit ada di semester akhir. Maka dari itu Anuradha segera mengambil salep herbal yang ada di kotak, dengan hati hati ia mengoleskan salep itu pada Ana.

Ana meringis ketika merasakan perih saat salep itu menyentuh kulit tangannya, namun ia harus menahan rasa sakit tersebut agar teman temannya tidak terlalu khawatir.

"Bagaimana dengan mu Abian? Apa kau juga terluka?" tanya Arjuna. Laki-laki yang diberi pertanyaan itu menjawabnya dengan gelengan, ia baik-baik saja.

Anuradha selesai mengobati luka Ana, ia juga telah memasang perban secara longgar. "Bukankah sebaiknya kau ke rumah rawat Ana?" tanya Anuradha.

"Tidak, aku tidak mau." jawab Ana tegas sembari menggeleng keras.

"Terima kasih Ara, maaf aku membuat kalian khawatir." Ana berbicara sembari menunduk.

Arjuna menghela nafas singkat, setelah itu ia memandangi Abian yang sedang menggerak gerakkan pergelangan tangannya, sepertinya ia kelelahan.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?" Arjuna mulai bertanya.

"Beberapa bola api menyerang kami saat hendak kembali kemari, aku dan Ana sudah berusaha sebisa mungkin untuk memadamkan api itu, tapi tidak ada satu mantra pun yang bisa memadamkannya." Abian bercerita tentang apa yang terjadi.

"Hanya mantra mantra penangkal yang berpengaruh pada api itu, namun tetap saja tidak bisa padam, tongkat ku dan tongkat milik Ana terlempar cukup jauh, bola api itu tiba tiba membesar menjadi satu, aku dan Ana terpojok, kami tidak bisa lari lagi karena Ana sudah terluka, saat aku benar benar frustasi, aku merasakan sesuatu di genggamanku, tanpa pikir panjang aku mengayunkannya pada bola api itu, ternyata itu pedang." kata Abian.

"Pedang?" Anuradha membeo.

"Iya, sebuah pedang dengan cahaya hijau, aku melihatnya, itu seperti terbuat dari cahaya lalu mengeras menjadi pedang, karena itu kami bisa selamat." Ana menjawab dengan wajah berusaha meyakinkan.

"Lalu di mana pedang itu sekarang?" tanya Arjuna lagi.

Abian mengerjapkan matanya, ia sendiri tidak tau kemana hilangnya pedang itu. Saat sadar, pedang itu sudah lenyap dari tangannya, pedang itu juga tidak jatuh di mana pun.

"Ku rasa aku bisa memunculkannya kembali." Abian berkata dengan ragu.

"Cobalah!" kata Anuradha penasaran.

Abian mengangguk. Laki-laki itu menaruh telapak tangan kanannya di depan wajah, lalu sedikit menekuk jari jarinya. Abian diam, ia fokus pada dirinya sendiri. Abian bisa merasakan rasa dingin dari seluruh badan mengalir ke telapak tangannya.

Arjuna dan Anuradha terkejut bukan main ketika melihat mata Abian yang semula berwarna coklat terang berangsur berubah menjadi hijau gelap. Bulir-bulir cahaya berwarna hijau berterbangan di sekitar telapak tangan Abian. Bulir-bulir itu mulai menyatu membentuk bayangan pedang berwarna hijau. Cahaya hijau itu kemudian memadat, membentuk sebuah pedang dengan cahaya berwarna hijau.

Aksa LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang