Setelah mengobati luka dari kedua teman perempuan mereka, Abian dan Arjuna pergi ke wilayah Janaka untuk makan malam. Ana dan Anuradha akan makan malam di griya karena Anuradha harus istirahat agar obat herbal yang diberikan dapat berkerja dengan baik.
Sesampainya di wilayah Janaka, kedua laki-laki itu berpisah untuk duduk di golongan mereka masing-masing. Abian menyapa teman-teman dari golongannya dengan senyuman. Setelah selesai menyapa, ia duduk untuk menikmati makanan yang sudah tersaji.
"Hema kau sendiri? Di mana saudari mu?" tanya Abian ketika melihat teman satu golongannya itu duduk tanpa ada sang saudari di sampingnya.
"Di rumah rawat, dia ditemukan pingsan di wilayah bima sendirian." jawab Hema sedih.
"Apa dia baik-baik saja sekarang?" Abian ikut khawatir dengan keadaan dari teman satu golongannya itu.
"Sudah lebih baik." Hema tersenyum dan berterima kasih pada Abian karena sudah bertanya.
Setelah selesai makan, Abian pun keluar dari bangunan itu. Ia berdiri di depan wilayah Janaka sembari menunggu Arjuna berbicara dengan temannya. Karena rasa bosan, Abian sibuk menendang-nendang kerikil yang ada di sekitarnya. Batu kerikil yang ia tendang menggelinding jauh ke depan. Namun kini atensinya bukan lagi ke batu itu, namun ke seorang perempuan yang berjalan sendirian.
"Bukankah itu Biru? Kenapa dia berjalan ke wilayah puntadewa? Griya kita kan bukan ke sana." Baru saja hendak berteriak untuk memanggil gadis itu, Abian sudah tersentak duluan karena seseorang memegang pundaknya.
"Ada apa?" tanya Arjuna yang bingung melihat Abian terkejut sampai sebegitunya.
"Ah, itu di sana, Biru- EH?" Abian melotot ketika ia menunjuk jalanan kosong menuju wilayah puntadewa. Kemana perginya Perempuan dari griya Andala itu?
Arjuna ikut memandangi jalanan kosong itu, lalu beralih menatap Abian dengan tatapan tanya.
"Sepertinya aku salah lihat, ayo kembali."
"Ada apa dengannya?" Arjuna kebingungan.
Setibanya di griya, Abian segera merebahkan dirinya di dekat meja ruang tengah. Anuradha dan Ana juga sudah lebih dulu duduk di sana.
"Aku dengar hari ini Haisa masuk ke rumah rawat, Hema bilang ada orang yang menyerangnya." Abian menyadarkan kepalanya di sofa sembari menutup matanya.
"Aku juga mendengarnya, satu anak bumantara juga masuk ke rumah rawat, dia ditemukan pingsan di dekat patung Nakula." sahut Arjuna yang baru ikut duduk bersama teman-temannya.
"Apakah menurut kalian serangan ini berasal dari orang yang sama?" tanya Ana.
"Ntahlah, tapi kurasa begitu." sahut Arjuna.
Keempatnya diam, mereka jelas kebingungan. Anak umur 16 tahun yang hanya ingin belajar dan mengetahui dunia yang baru, kini harus berjuang melawan kegelapan. Keempat kesatria itu menghela nafas secara bersamaan.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Anuradha memainkan kukunya, sedikit merasa takut dan panik mengetahui fakta bahwa ia adalah satu dari 4 kesatria yang dibicarakan.
"Tentu saja mencari cara untuk mengalahkan orang ini." Arjuna melempar pelan buku yang dulu mereka beli ke atas meja. Mereka ingat, orang dengan nama Bayang, dia lah yang mereka curigai sebagai dalang dari kekacauan di aksa loka tahun ini.
"Tapi bagaimana caranya?" Arjuna hanya bisa mengendikkan bahunya ketika pertanyaan tersebut keluar dari mulut Ana.
"Kurasa kita harus ke bagian Karna, mungkin saja disana ada buku yang menjelaskan cara mengalahkannya." Abian memberikan usulan kepada teman temannya.
"YANG BENAR SAJA? BAGAIMANA BISA?" Ana berteriak karena terkejut dengan usul Abian.
"Kurasa itu bukan ide yang buruk, jika paman ini bisa masuk ke sana, kenapa kita tidak." Anuradha setuju dengan usulan Abian.
Ana melebarkan matanya mendengar ucapan Anuradha. Ia dibuat semakin terkejut ketika Arjuna mengangguk angguk seolah setuju dengan rencana gila ini. Pada akhirnya Ana mengalah, ia akan melaksanakan rencana yang Abian berikan.
"Tapi bagaimana cara kita masuk ke sana? Di buku tidak dijelaskan apapun." Ana membolak-balikkan halaman bukunya, mencari sesuatu yang jelas jelas tidak ada.
"Kurasa kita harus menerobos masuk saat malam hari."
"Sepertinya kalian ingin mati dihukum daripada melawan orang itu." Astaga, sudah berapa kali Ana dibuat terkejut hari ini, tolong doakan supaya jantungnya baik-baik saja.
Ana memijat pelipisnya, pusing mendengar ucapan Abian yang penuh dengan kejutan. Sementara itu Arjuna hanya diam, sepertinya ia sudah sadar akan sesuatu.
"Abian benar, satu-satunya cara melewati mbok rondo adalah saat malam hari." ucap Arjuna.
Ana dan Anuradha kompak mengangkat alisnya, seolah bertanya apa maksud dari ucapan Arjuna. Kedua gadis itu menaruh lengan mereka di atas meja, siap menyimak penjelasan dari murid terpintar di griya mereka.
"Mbok rondo itu adalah makhluk yang diciptakan dari mantra sesuai dengan legenda aslinya, karena wujudnya adalah seorang wanita tua jaman dulu, beliau pasti rabun senja, pendengaran dan penciumannya juga pasti sudah lemah, ku dengar sihir di wilayah puntadewa juga lemah saat malam."
Kedua gadis itu mengangguk, nampak paham dengan penjelasan dari Arjuna. Namun hal itu tidak berselang lama setelah Ana menyadari hal lain.
"Tapi saat malam, perpustakaan dikunci dengan mantra, kau tau cara membukanya?"
Arjuna lagi-lagi mengangguk. Abian nampak sangat terkesan dengan temannya yang satu itu, sepertinya dia benar-benar mendapatkan banyak pelajaran di aksa loka. Tidak seperti dirinya yang hanya menguasai praktik saja.
"Aku bisa, tapi aku butuh bantuan mu." Arjuna menunjuk Ana.
"Kenapa Ana?"
Laki-laki dari andala itu menoleh ke gadis yang satunya. Ia menyadari tatapan aneh yang dilayangkan Anuradha padanya. Arjuna bahkan merinding karena ditatap dengan senyum aneh dari Anuradha.
"Karena mana kami bertentangan. Mantra itu diciptakan dengan mana Jenggala dan juga Bumantara karena mana itu saling terikat, jadi jika itu dilakukan oleh kalian berdua, mana itu hanya akan semakin kuat."
Cara kerja mana itu memang cukup rumit. Bumantara dan Jenggala adalah mana yang saling terikat, bisa diibaratkan tumbuhan dan juga sinar matahari. Sementara mana Jenggala dan Andala juga saling terikat, seperti tumbuhan dan Air, maka dari itu Abian dan Arjuna juga tidak bisa mematahkan mantranya. Sementara Bumantara dan Andala memang tidak saling mengikat, namun sinar matahari tidak bisa menjangkau lautan dalam, mana Arjuna dan Anuradha tidak akan berefek apapun untuk mantra itu.
"Satu-satunya mana yang bertentangan adalah mana Andala dan Ancala, kau bisa mengibaratkan dengan air yang berusaha memadamkan api yang tidak mau dipadamkan." Arjuna mengakhiri penjelasannya.
"Baiklah, ayo lakukan ini!" Abian berdiri sembari tersenyum semangat.
"Aku tidak bilang sekarang, aku mengantuk, aku akan tidur lebih dulu, selamat malam." Arjuna pergi melewati Abian begitu saja.
Abian menatap temannya itu dengan tatapan kesal. Yah mau bagaimana lagi, lebih baik ia juga beristirahat. Besok mungkin akan menjadi hari yang melelahkan.
------------------
Halooo kembali lagi di aksa loka.
Tinggal beberapa Chapter lagi menuju ending!!
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa Loka
FantasyAksa loka adalah salah satu sekolah sihir di Indonesia yang mengambil beberapa siswa siswi setingkat smk/sma di setiap daerah. Sekolah yang penuh keajaiban dan misteri menanti kalian. Apa kalian sudah siap? Ayo menjelajahi Aksa loka bersama dengan...