Aksa loka adalah salah satu sekolah sihir di Indonesia yang mengambil beberapa siswa siswi setingkat smk/sma di setiap daerah.
Sekolah yang penuh keajaiban dan misteri menanti kalian. Apa kalian sudah siap? Ayo menjelajahi Aksa loka bersama dengan...
Pagi harinya mereka sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Kecuali Ana, teman temannya memaksanya untuk beristirahat total agar obatnya bisa bekerja dengan cepat, maka dari itu Ana hanya menurut saja. Ketiga remaja itu berjalan beriringan dengan berbincang bincang ringan. Mereka berangkat lebih pagi dari biasanya karena tidak ingin mengganggu istirahat Ana.
"Ada apa Arjuna? Kau terlihat seperti banyak pikiran." tanya Anuradha.
"Tidak ada, aku hanya teringat cerita Ana."
Abian memiringkan kepalanya, "Memangnya Ana bercerita apa?"
"Tentang Bulan yang menyerangnya dengan mantra sederhana, namun memunculkan memar, aku merasa ada yang janggal, Bulan bukan anak yang sehebat itu sehingga bisa membuat mantra penangkal menjadi sekuat itu."
Anuradha dan Abian ikut diam, mereka juga tidak tahu mengapa Bulan tiba-tiba bisa jadi sehebat itu. Apalagi kini Anuradha merasa bahwa Bulan memusuhinya. Jadi Anuradha segan mendekati Bulan.
"Arjuna, selamat pagi." Arjuna menoleh ke belakang, melihat seorang dengan rompi berwana biru tua yang sama sepertinya.
"Oh kau, pagi juga Alam." Arjuna menyapa balik.
"Selamat pagi Ara, Abian." Alam menyapa mereka dengan ramah. Anuradha dan Abian pun membalas sapaan Alam dengan ramah pula.
"Kenapa berjalan sendiri? Di mana teman temanmu?" tanya Anuradha sembari melirik ke belakang, memastikan apakah Alam benar benar sendirian.
"Bagaskara dan Sahara meninggalkan ku! Jahat sekali mereka!" Laki-laki itu bercerita sembari merenggut kesal. Lucu sekali memang. Walaupun seorang Andala, ntah bagaimana bisa sifatnya terlihat sangat terbalik dengan Arjuna, namun hebatnya mereka cukup dekat.
"Boleh aku pergi dengan kalian?" tanya Alam.
"Tentu saja." Abian menjawab dengan senyumnya.
Akhirnya mereka berjalan bersamaan menuju ke sekolah. Saat hendak sampai ke kelas mereka, Alam melihat dua temannya yang sedang berbincang bincang. Dengan rasa kesal, Alam pun menghampiri temannya sambil marah marah. Abian dan yang lain pun hanya mengikuti dari belakang.
"Yak!! Tega sekali kalian meninggalkan ku!" Alam berteriak marah.
"Salah sendiri kau lama di kamar mandi." Sahara menjawab.
"Kan bisa menunggu ku sebentar, aku akan lebih cepat." Alam masih tidak terima ditinggalkan.
"Maaf maaf, kami tadinya ingin menunggu mu, tapi mereka mulai lagi, jadi kami pergi." Kali ini Bagaskara yang menjawab, Sahara pun mengangguk setuju dengan ucapan Bagaskara.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mendengar hal itu, Alam pun hanya bisa diam, rasa kesalnya menghilang tiba-tiba, ia mengerti kondisi teman temannya.
"Apa maksudnya mereka mulai lagi?" Abian secara tiba-tiba masuk ke dalam obrolan.
"Ah kalian." Sahara sedikit terkejut dengan interupsi dari Abian.
Bagaskara mendekatkan kepalanya sembari menaruh jari telunjuknya di bibir. "Aku akan memberi tahu kalian tapi berjanjilah untuk tetap diam."
Abian dan yang lainnya kompak mengangguk setuju dengan syarat Bagaskara. Toh mereka juga bukan tipe anak yang hobi bergosip.
"Kalian tau Bara bukan?" Ketiganya mengangguk, siapa yang tidak mengenal laki-laki itu, dia sudah empat kali dihukum di minggu pertama sekolah. Laki-laki dari Jenggala itu terkenal dengan kenakalannya.
"Dia sering sekali datang ke griya kami, biasanya dia akan mengobrol santai dengan Bulan, tapi lama kelamaan obrolan itu menjadi kacau, dan akhirnya mereka pasti bertengkar." Bagaskara menjelaskan.
"Benar, awalnya kami tidak masalah jika itu hanya pertengkaran biasa, tapi lama kelamaan mereka mulai melempar mantra mantra yang mengacaukan griya." Alam ikut menimpali ucapan Bagaskara.
"Ya, mereka bahkan pernah memecahkan figura lukisan ku karena bertengkar, maka dari itu kami tidak suka jika Bara sudah datang ke griya kami." Kini Sahara lah yang berbicara, ia merengut kesal mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.
"Jadi maksudnya, Bara tadi pagi ada di griya kalian?" tanya Anuradha. Ketiga remaja dari griya tiga belas itu kompak mengangguk. Anuradha dan Arjuna kompak bertatapan, seolah bicara lewat matanya.
"Baiklah, cukup itu saja informasi dari kami, ah satu lagi, Bulan akhir akhir ini sering bertingkah aneh, dia sering terbangun di tengah malam dan meracau, aku beberapa kali memergokinya meracau di dekat jendela." Sahara mengakhiri percakapan mereka dan mengajak mereka untuk masuk ke dalam kelas karna pelajaran hampir di mulai.
Pelajaran dimulai ketika bel sudah berbunyi. Satu persatu siswa mulai di sebut namanya untuk absensi. Anuradha pun menyampaikan pesan kepada guru bahwa Ana tidak bisa masuk karena sakit. Hari ini adalah pelajaran mantra, mereka akan belajar tentang teori mantra non verbal, atau mantra yang tidak perlu diucapkan. Hari ini cukup teorinya saja, Minggu depan baru mereka akan melakukan praktik.
"Guru, boleh aku bertanya?" Arjuna mengangkat tangannya untuk meminta izin. Setelah mendapat izin, barulah ia mulai berbicara.
"Apakah mantra yang lemah bisa menjadi kuat? Jika bisa bagaimana caranya?" Pertanyaan dari Arjuna itu membuat sang guru mengernyit, ia bingung dengan pertanyaan dari sang murid.
"Begini, lemah kuatnya suatu mantra itu tergantung dari mana yang kalian alirkan, namun tidak bisa melebihi kegunaannya." Arjuna mengedip ngedipkan matanya, tidak mengerti dengan penjelasan sang guru.
"Begini, misal kalian menggunakan mantra untuk memecahkan gelas kaca itu, jika mantra mu lemah, kalian hanya akan membuat gelas itu retak, namun jika mana kalian kuat, gelas itu akan hancur berkeping keping, tapi sebesar apapun mana yang kalian alirkan, itu hanya akan memecahkan gelasnya, tidak bisa merusak kayu yang ada di bawahnya. Kau sudah mengerti?" Kali ini Arjuna mengangguk, ia sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
"Terima kasih guru."
"Sama sama, yah sejauh ini mantra kalian semua masih lemah, hanya Arjuna dan Hujan yang berhasil mengeluarkan mantra dengan mana yang cukup kuat." Ruang kelas tersebut ricuh oleh suara tepuk tangan yang diberikan kepada dua murid Andala itu, keduanya memanglah berada di atas rata-rata.
"Ouh aku baru ingat, seseorang bisa saja memperkuat mantranya, apabila ada mana luar biasa yang mengendalikannya." Guru itu melanjutkan ucapannya secara tiba-tiba.
"Apa maksudnya mengendalikannya?" tanya Cahaya tidak mengerti.
"Yah, misalnya murid murid seperti kalian yang dikendalikan oleh guru di aksa loka, dikendalikan seperti boneka yang memiliki benang, dan apabila benang itu putus, maka kekuatan kalian untuk bergerak juga akan hilang. Yah itu hanya sebuah perumpamaan."
Abian menyenggol lengan Arjuna. Abian menggeser bukunya, menunjukkan kepada Arjuna tulisan yang ada di atas kertas tersebut.
'Apa menurut mu Bulan dikendalikan?'
Arjuna menatap Abian, lalu ia mengangguk singkat. Mereka sudah menemukan satu petunjuk baru, mereka sudah selangkah lebih dekat. Pertanyaannya adalah, siapa yang mengendalikan Bulan? Apakah ia salah satu guru di Aksa loka, atau orang luar?