Abian memandang iba Bulan yang tengah diikat di ranjangnya sendiri. Bulan adalah salah satu dari murid-murid yang tiba-tiba mengamuk. Karena ruang rawat sudah penuh, maka dari itu beberapa anak harus dibawa kembali ke griya dan diikat agar tidak membahayakan. Sementara guru-guru tengah sibuk mencari cara agar anak-anak itu berhenti mengamuk.
"Para pengajar pasti kerepotan." Abian mengangguk setuju dengan ucapan Anuradha.
Setelah bermenit menit meraung tanpa henti, akhirnya Bulan bisa ditenangkan oleh para pengajar. Namun itu tidak membuat mereka tenang, karena Bulan hanya tertidur sesaat, saat dia bangun nanti mereka pun tidak tahu apakah ia akan kembali mengamuk atau tidak.
Abian dan yang lainnya pun memilih untuk kembali ke griya mereka. Kegiatan mengajar harus berhenti sementara karena banyak siswa yang tidak sadar diri, beberapa anak juga kelelahan setelah membantu anak-anak yang mengamuk.
"Sudah waktunya makan malam ya? Apa anak-anak yang lain sudah sadar?" Abian yang baru keluar dari kamar langsung bertanya pada teman-temannya.
Anuradha dan yang lain hanya menggeleng pelan. Mereka tidak mendengar berita apapun. Matahari telah menyingsing, ini waktunya mereka untuk ke wilayah Janaka.
Saat keempat pemuda itu keluar dari griya, Alam berlari ke arah mereka dengan raut yang sangat panik.
"Ada apa Alam?" Arjuna berusaha menenangkan Alam dengan menepuk pelan punggungnya.
"Bulan, dan anak-anak yang mengamuk menghilang dari kamar mereka, Ayo bantu para pengajar mencari mereka!" tanpa aba-aba, Alam segera menarik tangan Arjuna untuk pergi mencari anak-anak yang hilang. Abian dan yang lain pun mengekori mereka dari belakang.
Anuradha seketika berhenti berlari, ia menyadari sesuatu ketika bulan mulai terlihat. Langit kini sudah benar-benar menggelap, bulan purnama terlihat sangat terang malam ini.
"Aku tahu dimana mereka!" Mendengar seruan dari Anuradha berhasil merebut atensi mereka.
"Arjuna, Abian, aku, dan Ana akan kesana terlebih dahulu. Alam, panggil pengajar dan susul kami ke Hutan Jenggala!"
Alam mengangguk mengerti, ntah mengapa ia merasa bahwa Anuradha memang tahu letak teman-temannya.
Pada akhirnya mereka pun berlari ke arah yang berlawanan. Ketika sampai di gerbang hutan jenggala, Anuradha dan yang lainnya disuguhi pemandangan tak mengenakkan.
Seperti yang Anuradha katakan, teman-teman mereka memang benar ada di sana. Mereka berdiri sembari mengarahkan tongkat dan pedang mereka pada Anuradha dan yang lainnya.
"Darimana mereka mendapat pedang itu." monolog Ana. Ia tahu mereka sedang dikendalikan. Apakah orang yang mengendalikan mereka yang telah memberikan pedang itu.
"Lihat siapa yang datang, ah sekelompok anak kecil rupanya." Seorang laki-laki tiba-tiba muncul, lalu berdiri di belakang Bulan dan yang lainnya.
"Bayang..." Arjuna jelas langsung mengenali orang itu. Orang yang sama dengan yang ada di buku tahunan. Wajahnya tidak berubah sama sekali, persis seperti di buku, padahal bertahun-tahun telah berlalu.
"Apa anak kecil seperti kalian yang melawanku? Membosankan sekali."
"Kami sudah memberitahu para pengajar, mereka akan segera kemari." Ana menatap sengit orang di depannya.
"Apakah mereka akan datang? Sayangnya aku sudah menyebar banyak sekali golem di aksa loka, apa mereka bisa datang kemari tepat waktu ya?" ucapan mengejek itu benar-benar terdengar menjengkelkan di telinga Ana.
"Ouh, sepertinya salah satu golem ku sudah bereaksi." Bayang tersenyum pada anak-anak itu.
Arjuna segera menoleh ke belakang, ia bisa melihat gumpalan asap yang berasal dari wilayah drupadi anak kelas 12. Karena kesal, Arjuna mengarahkan tongkatnya pada bayang.
"Ah, kalian benar-benar ingin melawan ku ya? Baiklah kalau begitu, aku akan menunggu kalian di dalam hutan jenggala, setelah kalian berhasil mengalahkan mereka." Setelah Bayang pergi masuk ke hutan, anak-anak lain mulai bergerak tak beraturan dan menyerang Ana serta yang lain.
Ana dan Abian mulai mengeluarkan pedang mereka, sementara Arjuna dan Anuradha menggunakan tongkat mereka.
"Mantra tidur tidak berpengaruh." Arjuna berdecak kesal. Mereka harus melawan teman mereka sendiri, namun ia tetap tidak tega menyakiti mereka.
"Maaf." Anuradha merasa bersalah setelah memukul titik lemah temannya hingga anak itu pingsan.
"Cari cara membuat mereka diam tanpa harus menyakiti mereka." Ana mulai kewalahan jika harus terus menangkis sembari menghindar tanpa perlawanan sama sekali.
"Mundur lah!" seru Abian. Anuradha menoleh ke arah Abian. Mata laki-laki itu kembali berubah menjadi hijau. Raut wajahnya juga lebih serius dari sebelumnya.
Ana dan yang lainnya akhirnya menurut, mereka mundur kebelakang Abian. Secara tiba-tiba, daun-daun merambat ke tubuh teman-teman mereka. Pergerakan mereka terkunci karena daun dan akar akar itu melilit mereka dengan sangat kuat.
"Waw." Arjuna terkagum-kagum dengan Abian.
"Ayo segera masuk ke dalam." Abian terlebih dahulu berlari ke dalam, diikuti oleh teman-temannya.
Para pengajar tiba, saat Abian dan yang lainnya sudah berlari ke tengah hutan. Saat mereka mencoba ikut masuk, sebuah penghalang tercipta.
"Gawat, penghalang ini." Guru laki-laki itu terlihat sangat panik. Anak-anak yang lain mulai sadar, mereka terlihat kebingungan dan ketakutan.
"Penghalang ini hanya akan hilang jika si pembuat mati, atau lawannya yang mati."
Mendengar hal tersebut, Alam menggigit bibir bagian dalamnya. Ia khawatir jika Arjuna kenapa-napa. Tapi ia tidak bisa melakukan apapun. Ia hanya bisa berharap teman-temannya keluar dengan selamat.
--------
Haloo hari ini aku up 3 chapter sekaligus. Happy reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa Loka
FantasiAksa loka adalah salah satu sekolah sihir di Indonesia yang mengambil beberapa siswa siswi setingkat smk/sma di setiap daerah. Sekolah yang penuh keajaiban dan misteri menanti kalian. Apa kalian sudah siap? Ayo menjelajahi Aksa loka bersama dengan...