bab 16

53 17 0
                                    

Haloo- aku up!! Happy reading!

•Aksa Loka•

Makan malam masih dua jam lagi, dan anak-anak griya nomor 6 sudah dilanda rasa bosan karena tidak melakukan apapun. Keempat anak itu duduk di sofa sembari bersandar. Abian sibuk menghela nafas, sementara Arjuna sibuk memainkan rubiknya, ntah sudah berapa kali rubik itu tersusun rapi lalu diberantakkan lagi.

"Aku bosan, aku mau jalan jalan saja." kata Ana.

"Ayo ku temani." Ana mengangguk, lalu mulai menggandeng tangan Anuradha dan berjalan keluar dari griya.

Abian dan Arjuna mengikuti mereka dari belakang, tentu saja mereka tidak mau ditinggal berdua di griya dengan kondisi bosan. Ketika keluar, mereka dikejutkan dengan beberapa orang yang berlari.

"Bima! Ada apa? Kenapa kalian berlari?" Abian berteriak memanggil salah satu temannya.

"Griya 13 terbakar, ayo kesana!" Mendengar hal tersebut, Arjuna membelalakkan matanya. Itu adalah griya Alam. Tanpa pikir panjang, Arjuna pun berlari menuju ke griya yang terbakar.

Anuradha berusaha mengatur nafasnya karena tidak bisa mengimbangi kecepatan teman-temannya. Sesampainya di sana, Anuradha bisa melihat Alam yang terduduk di tanah sembari ditenangkan oleh Arjuna.

"Ada yang aneh, mereka bilang api ini tidak bisa padam, dan cukup lama menyebar, api ini seolah hidup dengan pikiran." Abian mendekat ke arah Anuradha dan juga Ana setelah mendapat informasi dengan murid lain.

Mereka semua panik, walaupun penyebaran api itu lambat, tetap saja ada kemungkinan bahwa api itu akan menyebar ke griya lain jika tidak segera dipadamkan. Mereka memperhatikan pada pengajar yang nampak sibuk melontarkan banyak mantra untuk memadamkan api tersebut, namun itu sia-sia, api itu tidak mau padam.

"Ku rasa aku tau cara memadamkannya." Arjuna mendekat, lalu berbisik ke teman-temannya.

Setelah mengerti instruksi dari Arjuna, mereka segera meninggalkan lokasi tersebut. Keempat remaja itu berkumpul di belakang griya nomor 11. Abian mengeluarkan pedangnya, lalu menancapkannya ke tanah. Gelombang air berwarna hijau muncul, daun-daun bergoyang karena tiupan angin yang cukup kencang.

"Lalukan Arjuna, tidak ada waktu untuk ragu." kata Abian ketika melihat Arjuna yang terdiam untuk sesaat.

Arjuna dengan ragu memegang pedang tersebut. Cahaya pada pedang tersebut padam, menyisakan warna hijau tua pada pedang tersebut. Laki-laki dari Andala itu memejamkan matanya sembari mengatur nafas. Benar kata Abian, tidak ada waktu untuk ragu.

"Sa Andala na Aksata, Agni angkara murka Anglaksa." Kalimat itu ia ucapkan secara perlahan. Beriringan dengan warna pedang yang perlahan berubah menjadi biru.

Pedang itu benar-benar berubah menjadi biru. Bayangan air menggenang keluar dari pedang tersebut. Arjuna mencabut pedang tersebut, cahaya biru muda menyala dari pedang tersebut. Tak lama dari itu langit mengeluarkan suara bergemuruh. Awan hitam berkumpul di seluruh wilayah drupadi.

"Apa ini akan berhasil?" Arjuna berkata dengan lirih.

"Ku rasa begitu, ayo kita kembali ke kerumunan, sebelum ada yang tau, kita bicarakan lagi ini nanti." Setelah Ana berbicara, pedang dari tangan Arjuna menghilang, mereka pun segera kembali ke kerumunan.

Rintik gerimis menyapa. Lalu mulai ramai menjadi hujan deras. Guru-guru nampak bersyukur kala api yang melahap griya 13 mulai padam karena hujan. Juga beberapa anak yang bisa bernafas lega karena api itu tidak merembet ke griya mereka. Beberapa anak terlihat senang karena hujan turun, menganggap air itu sebagai keberuntungan bagi mereka.

"Aku tidur dimana malam ini?" Alam berkata dengan lesu.

"Kau bisa tinggal bersama kami Alam, kami akan senang." Anuradha tersenyum tulus pada Alam.

"Ara benar, kau bisa tidur di kamar ku, aku tidak masalah asalkan kau tidak mendengkur." Arjuna ikut tersenyum pada Alam.

Setelah membawa Alam kembali ke griya mereka, Abian segera meminjamkan baju dan jaketnya pada Alam. Arjuna tidak bisa meminjamkan bajunya karena  tubuh Arjuna lebih kecil dari Alam. Setelah membersihkan diri, Alam dipersilahkan duduk di ruang tamu dengan selimut yang membungkus dirinya.

"Terima kasih Ana." Alam tersenyum ketika Ana menyajikan susu hangat untuk mereka semua.

"Kalau boleh tau, bagaimana griya mu bisa terbakar?" tanya Anuradha.

Alam menghentikan kegiatan minumnya, ia pun menaruh gelas dan mengencangkan selimut di tubuhnya.

"Bara dan Bulan bertengkar hebat, tak lama dari itu Bulan merapalkan mantra yang tidak aku ketahui, aku berani bersumpah mantra itu tidak ada di buku pelajaran yang diajarkan pada kita." Alam memperlihatkan tiga jarinya tanda ia bersungguh sungguh.

"Mantra itu mengenai tirai dan membakarnya, api itu menyebar dengan sangat cepat, namun anehnya penyebarannya menjadi lambat setelah griya kami terbakar, seolah olah api itu hanya ingin membakar griya kami. Tidak ada waktu untuk menyelamatkan barang barang, kami sudah berusaha merapalkan beberapa mantra, namun api itu tetap tidak mau padam." Abian mengusap usap punggung Alam, berusaha menenangkan laki-laki tersebut.

Abian dan yang lainnya saling tatap, menyadari adanya keanehan dalam cerita Alam. "Alam, kau tampak lelah, ayo ku antar ke kamar untuk istirahat." ajak Arjuna.

Alam mengangguk, lalu ia kembali ke kamar Arjuna untuk beristirahat. Setelah  mengantar Alam, Arjuna kembali untuk berkumpul bersama teman-temannya.

"Arjuna, bagaimana bisa kau tahu cara memadamkan api itu?" tanya Ana.

"Ada di buku yang kita beli, dia bilang, Andala sejati yang bisa memadamkan api kebencian, dan di sana tertulis dengan jelas caranya. Ada di halaman terakhir." Arjuna menjelaskan.

"Sekarang kita sudah menemukan dua kstaria, coba kalian keluarkan pedang kalian secara bersamaan." Anuradha memerintah.

Abian nampak dengan mudah mengeluarkan pedang itu kembali, namun Arjuna nampak ragu pada dirinya sendiri. Walaupun ragu, Arjuna tetap mengepalkan tangannya seolah olah menggenggam sesuatu. Tak lama dari itu cahaya cahaya biru berkumpul, membentuk sebuah pedang.

Arjuna tersenyum senang ketika pedang itu benar-benar muncul di tangannya, kini mereka hanya perlu mencari dua kesatria lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Arjuna tersenyum senang ketika pedang itu benar-benar muncul di tangannya, kini mereka hanya perlu mencari dua kesatria lagi.

Aksa LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang