Bab 7

82 16 5
                                    

Sementara itu, Abian dan Anuradha baru saja kembali dari perpustaskaan. Abian terus berjalan lurus sembari mendengarkan rentetan teori yang dikeluarkan gadis Bumantara itu.

"Yah lebih baik jika Arjuna dan Ana tidak tahu soal ini." ujar Anuradha sembari terus menunduk memperhatikan tanah.

Namun bukannya menjawab kata kata Anuradha, Abian malah melontarkan sebuah pertanyaan yang membuatnya terkejut.

"Apa yang tidak boleh aku ketahui?" ujar Abian bersamaan dengan Arjuna yang datang dari arah berlawanan.

Kedua gadis dari griya nomor 6 itu sama sama menghela nafas, merasa bahwa keberuntungan tidak ada di pihak mereka. Mereka terlalu fokus dengan keadaan mereka sampai tidak sadar dengan keberadaan orang lain.

"Jelaskan, apa yang tidak boleh kami ketahui?" tanya Arjuna dengan raut datarnya.

"Kalau begitu ceritakan juga apa yang kalian rahasiakan." kata Abian dengan tenang, senyum tak menyenangkan tercetak di wajahnya.

Anuradha yang merasakan aura tidak menyenangkan dari kedua laki-laki itu pun memilih untuk mengajak mereka masuk terlebih dahulu. Sesaat setelah mereka duduk, suasana malah semakin canggung, tidak ada yang berbicara sama sekali.

"Apa kita akan terus diam seperti ini?" Ana mencibik kesal sembari menyilangkan kakinya. Namun teman-temannya tetap diam, hal itu mampu membuatnya semakin sebal dan emosi.

"Baiklah-baiklah, aku menyerah, Arjuna ceritakan saja pada mereka. Aku harap kalian tidak menganggap Arjuna sebagai pembohong." kata Ana sembari menurunkan sebelah kakinya dan duduk dengan posisi tegak.

Arjuna yang mendengar namanya disebut hanya mengernyit heran. "Kenapa harus aku yang menceritakannya?"

"Itu akan lebih aneh jika aku yang menceritakannya." jawab Ana santai.

"Benar juga." Arjuna menjawab sembari mengangguk pelan.

Arjuna menghembuskan nafas pelan, ia sedang merangkai kata kata yang hendak diucapkan. Sementara itu Abian setia diam dan bersiap mendengarkan apa yang diceritakan oleh Arjuna.

"Dia dirundung." kata Arjuna menunjuk Ana yang terlihat terkejut dengan ucapannya. Jujur saja, Arjuna memang tidak menemukan kata yang tepat untuk bercerita, jadi langsung saja ke poinnya.

Ana bisa melihat raut wajah terkejut dan khawatir dari wajah kedua temannya. Ana tau ini adalah hal yang sulit dipercaya. Di dalan griya Ana adalah seorang yang angkuh dan tangguh, seolah olah dia bisa mengalahkan singa hanya dengan jari telunjuknya, dan tiba-tiba mereka harus mendengar kabar bahwa gadis itu dirundung, jelas saja itu mengejutkan.

"Siapa yang melakukannya?" Abian bertanya dengan raut menahan amarah. Arjuna tidak menjawab, ia malah melirik Ana dan Anuradha secara bergantian.

"Ku rasa aku tidak punya hak untuk mengatakannya." jawab Arjuna santai.

Ana mengerti dengan jelas maksud dari Arjuna, namun gadis itu malah mengalihkan pandangannya, tidak ingin menatap teman-temannya. Ana menghela nafas pendek, acara perang dingin ini tidak akan segera berakhir jika ia tetap diam.

"Bulan." Anuradha dan Abian jelas terkejut bukan main ketika Ana menyebut nama Bulan. Abian mengernyit bingung, sementara Anuradha masih dalam keterkejutannya.

"Kau jelas bisa melawannya, mengapa hanya diam saja?" kata Abian. Laki-laki itu tau pasti bahwa Ana bisa melawan sekelompok anak nakal itu sendirian, namun kenapa ia memilih untuk diam? Ini tidak masuk akal untuknya.

"Aku akan memberitahumu, tapi setelah kau memberitahukan masalah mu." Ana berujar santai sembari kembali menyilangkan kakinya.

Abian melirik Anuradha, meminta agar gadis itu yang menjelaskan semuanya. Melihat kondisi Abian yang belum membaik, Anuradha pun akhirnya memilih mengalah dan menceritakan apa yang terjadi secara singkat.

"Sebuah sihir hitam berkeliaran di sekolah ini, sepertinya sekolah ini sedang diincar, aku juga merasa beberapa anak di sekolah ini mungkin sedang dikendalikan." Anuradha menjelaskan secara singkat.

"Aku sependapat dengan mu." ujar Ana secara tiba-tiba.

Anuradha mengernyit bingung. Ana ini memang benar benar gadis yang tidak terduga. "Sependapat tentang apa?" tanya Anuradha.

"Tentang beberapa anak yang dikendalikan."

"Kenapa begitu?" tanya Abian.

Bulu kuduk Ana meremang ketika Abian dan Anuradha berbicara dengan nada datar kepadanya, mereka terlihat menakutkan. Ntah mengapa Ana merasa sedang dimarahi ibu dan ayahnya.

Ana tidak menjawab pertanyaan Abian, ia malah menggulung lengan bajunya yang panjang hingga menuju ke siku. Di lengannya terlihat jelas luka memar yang terlihat tidak baru. Tidak hanya satu, namun ada beberapa. Bahkan ada juga goresan goresan kecil yang tidak mengeluarkan darah.

"Kalian tau mantra na zura? Mantra ini digunakan untuk menangkal benda kecil atau melempar benda kecil, jika dilontarkan ke manusia, mantra itu hanya akan memberikan sedikit rasa sakit." katanya lirih.

"Namun beberapa hari yang lalu Bulan melemparkan mantra itu kepadaku, dan hal ini yang terjadi, aku jelas bingung bagaimana bisa mantra kecil bisa menjadi kuat sampai empat kali lipat, maka dari itu aku menyelidikinya."

"Jadi kau sengaja menerima rundungan dari mereka untuk menyelidiki ini?" tanya Anuradha dengan nada tak percaya. Ana pun hanya mengangguk pelan.

Mendengar penjelasan dari Ana, secara tiba-tiba Arjuna berdiri dengan emosi yang memuncak.

"Jika kau tau mantra mereka bisa empat kali lebih kuat, kau tidak seharusnya menerima itu! Mereka hampir saja melemparkan mantra yang berakibat fatal! Kau bisa saja terluka parah atau bahkan tewas!!!" Arjuna berteriak emosi.

Melihat Arjuna yang berteriak marah padanya jelas membuat Ana takut. Namun gadis itu hanya diam menerima amarah dari Arjuna, bagaimana pun juga Arjuna lah yang telah menyelamatkannya.

Abian memegangi pundak Arjuna, berusaha menenangkan laki-laki tersebut. Arjuna menghela nafas sembari mengusak rambutnya frustasi. Laki-laki itu memilih untuk kembali duduk dan berusaha mengontrol emosinya.

Sementara Abian yang masih berdiri itu tersenyum lembut, sudah berhasil menghilangkan emosinya. Abian menepuk kepala Ana pelan.

"Keberanian mu benar benar seperti seorang ancala, namun aku mau kau tau, kau tidak sendirian, ada aku, Ara, dan Arjuna di samping mu, jangan lakukan hal berbahaya ini sendirian." Setelah mengucapkan kalimat itu, Abian kembali menarik tangannya dari kepala Ana.

"Benar, ayo selidiki ini bersama sama." Ana tersenyum haru ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut Anuradha.

Ana melirik ke arah Arjuna, berharap laki laki itu sudah tidak marah kepadanya. Namun sepertinya Arjuna masih sangat kesal padanya.

"Aku tidak akan mengikuti kalian."

Mendengar hal itu jelas membuat Ana kembali menekuk wajahnya sedih.

"Sebelum luka mu pulih." lanjut Arjuna.

"Apa?" tanya Ana tak mengerti.

"Aku tidak akan mengikuti hal hal gila kalian sebelum luka luka mu benar benar pulih." Arjuna berdiri, lalu berjalan meninggalkan mereka untuk menuju ke kamarnya.

Ana bernafas lega ketika mendengar hal tersebut. Sementara Abian dan Anuradha hanya terkekeh pelan dengan tingkah Arjuna.

"Egonya tinggi sekali." kata Abian sembari tertawa dan menggeleng pelan.

---------------

Halooo Aksa loka up nii!! Jangan lupa vote ya teman teman!!

Aksa LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang