bab 9

70 16 3
                                    

Di hari minggu ini keempat remaja rajin itu sudah berjalan jalan di area pasar. Hari ini mereka harus membeli bahan bahan makanan yang sudah habis, berhubung mereka semua adalah orang yang mudah bangun pagi, maka mereka memutuskan untuk belanja bersama.

Setelah bermenit menit mengelilingi pasar, mereka pun selesai berbelanja dengan hasil 2 kantung kertas yang berada di pelukan Abian dan Arjuna. Sementara dua gadis di grup mereka malah asik membawa mangkuk kertas berisi bakpao kecil dengan macam macam isian selai di dalamnya.

"Kira kira siapa yang dimaksud para pengajar?" tanya Ana sembari memakan salah satu bakpaonya.

"Siapa apa? Seseorang yang kembali, atau empat ksatria yang ditakdirkan?" Abian bertanya kembali untuk memastikan.

"Keduanya." jawab Ana santai.

"Entahlah, kita benar benar tidak tau apapun tentang masalah ini." Bukan Abian yang menjawab Ana, tapi Arjuna.

Mereka terus berjalan sembari memikirkan hal hal yang aneh di Aksa loka. Anuradha dan Abian pun juga sibuk berbagi bakpao sembari berjalan.

"Tentang ksatria itu, sepertinya mereka adalah empat murid dari angkatan kita, karena para pengajar bilang mereka sudah kembali." kata Anuradha yang dijawab dengan anggukan oleh teman temannya.

"Ku rasa kau benar." jawab Arjuna.

Mereka berhenti bicara dan terus berjalan. Saat ini mereka masih berada di area pasar. Suara orang yang berjualan dan membeli meredam suara keempatnya, mereka tidak bisa bicara terlalu keras karena itu adalah rahasia mereka.

Saat tengah berjalan, Anuradha merasa sesuatu telah menabrak kakinya. Saat melihat ke bawah, ia melihat seekor kucing dengan warna jingga yang mengeong kepadanya. Teman temannya yang melihat ia berhenti secara tiba tiba pun ikut berhenti.

"Ada apa Ara?" tanya Abian.

Anuradha pun menunjuk kucing di bawahnya. Saat teman temannya memusatkan perhatian mereka pada kucing itu, tiba tiba kucing itu berlari menjauh. Di setiap tapakan kakinya, bayangan seperti air muncul, sama seperti kucing kucing yang ada di jenggala, namun bedanya bayangan dari tapak kaki kucing itu berwarna emas.

"Kucing itu, bagaimana dia ada di sini?" Ana mengernyit bingung.

Kucing itu sempat berhenti sebentar dan menoleh ke arah mereka, seolah meminta mereka untuk mengikutinya. Setelah itu kucing itu kembali berlari.

"Ayo kita ikuti." ajak Anuradha. Awalnya Arjuna dan Abian nampak ragu, namun pada akhirnya mereka ikut menyusul Anuradha dan Ana yang sudah berjalan lebih dulu.

Kucing itu berhenti di depan pintu sebuah toko tua. Sepertinya itu adalah toko barang antik. Keempat remaja itu ikut berhenti, ragu apakah mereka harus melangkah lebih dekat atau kembali ke pasar. Secara tiba tiba kucing itu kembali berlari dan menembus pintu toko tersebut. Ana dan Anuradha kompak memekik panik melihat aksi kucing tersebut.

"Kucing itu menembusnya?" tanya Ana pada Anuradha yang ada di sampingnya.

"Kau juga melihatnya? Ku kira aku salah melihat." Anuradha berujar sembari mengedipkan matanya terkejut.

"Ayo masuk!" ajak Abian yang dihadiahi kerutan dahi dari teman temannya.

"Kita sudah sampai sini, tidak mungkin kita pergi tanpa memastikan bukan?" katanya berjalan lebih dulu. Ana dan Anuradha pun mengikuti Abian dari belakang. Sementara Arjuna tengah mendengus kesal karena mereka terlalu seenaknya.

"Jika kita ada di cerita horror, orang orang seperti mereka lah yang membuat nyawaku dalam bahaya." ujarnya kesal sembari menyusul teman temannya.

Abian membuka pintu kayu tersebut, suara lonceng berbunyi, menandakan bahwa ada orang yang memasuki toko tersebut. Saat mereka berempat sudah masuk ke toko, mereka bisa melihat seorang pria dewasa yang tengah menggendong kucing yang tadi mereka ikuti.

"Ouh ada pengunjung rupanya, selamat datang, dan silahkan melihat lihat." kata pria itu.

Anuradha memperhatikan sekitarnya, di tempat ini banyak sekali barang barang unik dan antik. Misalnya, sebuah kotak musik dengan figur peri yang menari berputar, namun yang membedakannya dari kotak musik pada umumnya adalah, figur peri itu melayang atau bisa dibilang terbang. Tak hanya itu, ada juga botol kaca dengan kapal di dalamnya, namun air yang ada di dalam botol itu terus bergejolak, seolah olah kapal itu tengah diterjang ombak.

"Permisi, kucing itu..." tanya Anuradha dengan sopan sembari menunjuk kucing yang ada di gendongan pria tersebut.

"Ouh, tenang ini kucing ku, bukan kucing di wilayah jenggala."

Keempat remaja itu saling memandang dengan senyum canggungnya. Bahkan Abian tertawa dengan sangat canggung.

"Baiklah, maaf telah menganggu waktunya." kata Abian pamit, keempatnya pun kompak menundukkan kepalanya dan berbalik, namun saat hendak melangkah pergi, suara dari pemilik toko itu menginterupsi mereka.

"Kalian tidak mau melihat lihat dulu? Aku tidak akan meminta kalian untuk membeli." Sang pemilik toko itu tersenyum sembari mengelus bulu kucing nya yang lembut. Karena merasa tidak enak sudah masuk seenaknya, mereka pun menurut, memilih untuk melihat lihat benda benda tersebut.

"Ana, bawa ini sebentar." kata Arjuna sembari menyerahkan kantung belanjaannya pada Ana.

"Ternyata kau tertarik pada barang antik ya?" tanya Ana yang melihat Arjuna berjalan menyusuri rak rak barang antik di toko tersebut. Arjuna hanya mengangguk singkat dan terus berjalan untuk melihat lihat.

Hingga akhirnya Arjuna berhenti di depan sebuah rak. Ia melihat sebuah buku dengan permata di tengah buku tersebut. Arjuna mencoba membuka buku dengan sampul coklat tua itu, namun buku itu tidak bisa dibuka. Arjuna menaruh telapak tangannya diatas permata buku itu. Tak lama cahaya keluar dari buku tersebut, dan buku itu secara otomatis terbuka.

"Merepotkan sekali." Arjuna berseru kesal.

Arjuna membaca sedikit tentang buku itu, setelah itu ia kembali menutup bukunya.

"Paman, berapa harga buku ini?" tanya Arjuna sembari mengangkat buku itu agar terlihat oleh sang pemilik toko yang duduk di kursi kasir.

"Lima ribu rupiah."

Abian dan yang lain mendekat ke Arjuna, ingin melihat barang seperti apa yang sudah menarik atensi dari laki-laki hemat tersebut.

"Kau akan membeli itu?" tanya Abian yang dibalas anggukan oleh Arjuna.

Arjuna berjalan ke kasih, lalu menyerahkan uang lima ribu kepada pak tua yang berada kasir tersebut.

"Kenapa paman menjual ini dengan murah? Bukankah ini barang antik?" tanya Arjuna bingung.

"Entahlah, aku tidak berniat mengambil untung." balas pak tua.

"Begitu, terima kasih atas barangnya, kami permisi." jawab Arjuna lagi.

"Tunggu dulu nak, karena kalian adalah pelanggan pertama setelah tiga tahun terakhir, aku ingin memberikan hadiah ini pada kalian." Pak tua itu memegang 4 kotak kecil dengan warna yang berbeda beda.

"Ini untukmu, si Andala." katanya sembari menyerahkan kotak biru tua pada Arjuna.

"Ini untuk gadis Bumantara." Ia kembali menyerahkan kotak kuning keemasan kepada Anuradha.

"Yang ini untukmu, si Jenggala." Abian dengan sopan menerima kotak hijau tersebut.

"Dan yang ini untukmu, Ancala." Ia menyerahkan kotak terakhir kepada Ana. Mereka mengintip isi kotak tersebut, di dalam kotak merah dan kuning berisi sebuah kalung dengan bandul pedang di dalamnya, sementara di kotak hijau dan biru terdapat sebuah gelang dengan bandul serupa.

"Terimakasih paman, kami permisi." Mereka berempat kompak menunduk singkat dan segera pergi keluar dari tempat tersebut.

Pak tua itu memandangi mereka dengan senyum yang mengembang. "Ku harap aku tidak salah orang."

"Meong." Kucing itu ikut memandang ke arah pintu sembari mengeong.

-------

Haloo haloo, Aksa loka up nih, hehe, mungkin alur cerita ini bakal agak lambat, tapi aku usahain biar g terlalu bertele-tele. Semoga kalian tetep enjoy bacanya. Jangan lupa tinggalin jejak ya~

Aksa LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang