bab 18

55 13 0
                                    

Setelah suara tepuk tangan selesai, guru itu mempersilahkan muridnya untuk mencoba mantra tersebut. Walaupun sudah dipersilahkan untuk mencoba, banyak dari mereka yang tetap diam, takut apabila mantra mereka gagal dan malah melukai kelincinya.

"Ang-lak-sa." Anuradha mengayunkan tongkatnya. Jarum itu berhasil keluar dari tubuh si Kelinci, namun kelinci itu nampak tak bergerak. Baru saja Anuradha menghela nafas pendek, namun kelinci itu sudah menggerakkan kakinya, tanda bahwa Anuradha telah berhasil.

"Kau berhasil Ara!" Abian berujar dengan senang. Tak berselang lama, Bagaskara juga berhasil melakukan mantra tersebut dengan baik. Tepuk tangan diberikan untuk kedua murid bumantara tersebut.

"Murid-murid bumantara memang dikelilingi pikiran positif." kata Ana sembari tersenyum pada Anuradha.

"Itu benar." Alam dan Sahara ikut menyahut.

Tak lama dari itu, Abian juga berhasil merapalkan mantra tersebut. Namun banyak juga dari mereka yang gagal dan malah membuat kelinci tersebut mati. Beberapa anak perempuan menangis karena tidak sengaja telah membunuh kelinci menggemaskan tersebut.

"Aku tidak bisa melakukan ini, kelinci ini bisa mati." Arjuna berucap dengan lirih. Laki-laki itu beberapa kali memukul-mukul kepalanya pelan. Anuradha lagi-lagi menyadari keanehan dari temannya itu.

"Bu guru." Anuradha mengangkat tangannya untuk meminta izin berbicara.

"Arjuna sedang tidak enak badan, boleh saya bawa Arjuna ke rumah rawat?" tanya Anuradha. Arjuna menoleh ke arah gadis itu dengan raut bingung.

"Silahkan, berhati-hatilah." Anuradha pun segera menarik Arjuna untuk keluar, dan Anehnya adalah Arjuna yang hanya menurut seolah-olah dia benar benar sakit.

Mereka benar-benar berjalan ke ruang rawat, di sana Arjuna duduk di ranjang sembari meminum air yang diberikan oleh Anuradha. Ntah mengapa guru yang berjaga tidak ada, aneh rasanya. Di ranjang sebelah ada seorang kakak tingkat yang tengah tidur, sepertinya sakit karena kelelahan.

"Apa yang kau rasakan Arjuna?"

Arjuna kembali mengerutkan keningnya,  berusaha memahami pertanyaan dari Anuradha. "Ku rasa aku sedikit pusing."

Mendengar jawaban dari Arjuna membuat Anuradha tertawa pelan. Hal itu jelas membuat Arjuna kembali bingung.

"Kau tidak memahami dirimu sendiri ya?" Anuradha menggeleng pelan, cukup lelah dengan laki-laki di depannya itu.

"Ouh iya, aku baru menyadarinya, Bulan dan Bara tidak ada di kelas mantra tadi." Arjuna mengalihkan pembicaraan mereka. Kini giliran Anuradha yang mengernyit, ia memang tidak melihat keberadaan Bara ataupun Bulan saat di kelas tadi. Ini aneh, mantra adalah kelas yang paling di sukai Bulan, baru kali ini gadis itu membolos kelas mantra.

Suara langkah kaki mengalihkan atensi Arjuna dan Anuradha. Mereka mengintip ke depan, melihat keributan apa yang terjadi. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat Bulan yang digendong oleh seorang guru dengan keadaan tidak sadarkan diri. Darah mengalih dari pelipis dan juga tangannya.

"Guru, apa yang terjadi pada Bulan?" Anuradha mendekat untuk bertanya keadaan Bulan.

"Tidak ada yang tahu, pengawas menemukan gadis ini pingsan di hutan jenggala sendirian." Setelah itu Anuradha mundur, membiarkan para guru mengobati Bulan.

Anuradha kembali ke bilik Arjuna, gadis itu duduk di kursi sembari bergerak gelisah. Arjuna memandangi Anuradha, meminta penjelasan pada gadis tersebut.

"Guru bilang Bulan ditemukan pingsan sendiri di hutan jenggala."

Arjuna mengerutkan keningnya ketika mendengar hal tersebut. Banyak sekali yang janggal dari hal ini.

"Bukan kah dia menghilang saat pelajaran mantra, seharusnya dia tidak secepat itu sampai ke hutan jenggala, dan juga bukankah dia pergi dengan Bara? Lalu dimana Bara sekarang?" kata Arjuna dengan cepat.

"Arjuna hidung mu berdarah." Anuradha panik ketika darah mulai mengalir dari hidung Arjuna. Gadis itu segera berteriak memanggil guru yang ada di bilik sebelah. Anuradha menunggu di luar ketika guru itu mulai memeriksa temannya. Hingga pada akhirnya guru itu kembali keluar dari bilik.

"Teman mu tidak apa-apa, dia hanya kelelahan dan terlalu banyak berpikir." Anuradha bernafas lega, gadis itu bersyukur temannya baik-baik saja.

Anuradha masuk ke dalam bilik, ia pun berdiri di samping ranjang Arjuna. "Aku akan kembali ke kelas, kau beristirahat saja, aku dan teman-teman akan menjemput mu ketika pelajaran sudah selesai."

Arjuna hanya mengangguk pelan. Anuradha pun meninggalkan ruangan tersebut dan pergi ke kelasnya. Ketika sampai ke ruangan, Anuradha langsung dihadiahi pertanyaan oleh temannya.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ana.

"Ku rasa tidak cukup baik, dia sempat mimisan, tapi guru bilang dia hanya kelelahan." jawab Anuradha.

"Syukurlah." Abian berujar singkat.

Anuradha mengedarkan pandangannya, di meja belakang paling ujung berdiri seorang laki-laki dengan rompi berwarna merah.

"Kapan Bara datang?" tanyanya bingung ketika melihat keberadaan laki-laki tersebut.

"Tidak lama setelah kau keluar, memangnya kenapa?" Abian bertanya balik.

Anuradha melambaikan tangannya, memberikan kode agar teman temannya mendekat kepadanya.

"Bulan ditemukan pingsan di hutan jenggala sendirian, padahal kita tahu bahwa tadi ia bersama dengan Bara." Anuradha berbisik pada dua temannya.

Ana dan Abian pun kompak berbalik untuk memandangi laki-laki tersebut. Sudah banyak sekali keanehan yang terjadi karena dua orang itu, jelas ini bukan suatu kebetulan. Namun yang mereka lihat kali ini adalah pemandangan yang menyebalkan, Bara terlihat sedang tertawa-tawa senang tanpa mengetahui temannya yang sedang terbaring di rumah rawat.

"Apakah mereka tidak bisa berhenti membuat masalah?" ujar Ana kesal.

Seharian ini, Anuradha sibuk sekali memperhatikan gerak-gerik Bara, namun percuma, laki-laki itu bersikap seolah tidak ada apa-apa.

--------
Haloooo, aku double up! Happy reading.

Aksa LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang