Flashback -
Hakkum langsung merasa bersalah setelah menampar pipi adik perempuannya, Aeri. Dengan segera pemuda berkulit putih pucat itu mencari sang adik.
"Gue harus minta maaf sama, Aeri. Gue benar-benar kelepasan dan malah nampar dia," gumam Hakkum.
Hakkum berjalan cepat ke kamar Aeri. Sesampainya di kamar sang adik, Hakkum melihat kalau di sana Aeri tidak sendiri di dalam kamarnya, melainkan dia yang sedang ditemani oleh Hana.
Dengan berat hati Hakkum mengintip di balik pintu kamar Aeri.
"Bang Hakkum jahat banget sama aku, Ma. Bang Hakkum marah besar sama Haechan. Tapi, kenapa dia malah nampar pipi Aeri, Ma? Hiks!"
Hana mengelus pundak anak keduanya itu dengan penuh kasih, berharap agar tangisan si bungsu perlahan mereda.
"Kakak kamu cuma lepas kendali karena marah besar, Sayang. Mama yakin banget kalau dia enggak akan nampar kamu kalaupun dia sadar. Emosinya nutup mata dia, sampai-sampai Kakak kamu nampar kamu," jelas Hana.
"Aeri enggak suka kalau Bang Hakkum kayak gini, Ma. Marahnya sama Haechan, tapi kenapa malah aku yang kena tamparannya?" protes Aeri.
Tak sanggup lagi hanya sekedar mengintip, Hakkum langsung berjalan masuk ke kamar Aeri tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Aeri..." sedih Hakkum memanggil sama adik karena merasa bersalah.
Aeri dan Hana langsung dengan refleks menatap ke arah Hakkum, lalu Aeri dengan segera membalikkan badannya untuk memunggungi Hakkum.
Hana menghela nafas panjang melihat perdebatan kedua anaknya itu, lalu dia berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri sang anak tertua.
"Selesaikan urusan kamu dengan Adikmu. Jangan sampai kamu lepas kendali lagi dan malah nampar Adik kamu lagi," peringat Hana.
Hakkum menghela nafas panjang sambil menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Hana akhirnya memilih keluar dari kamar Aeri dan memberikan privasi untuk kedua anaknya itu.
"Ngapain datang ke kamar gue?! Belum puas nampar gue sampai datang ke sini?! Pergi sebelum gue seret!" perintah Aeri yang masih tak ingin menatap sang kakak.
"Maaf karena Kakak nggak sengaja nampar kamu, Ri. Kakak benar-benar enggak sengaja."
Hakkum berbicara dengan sedih dan bahkan matanya menatap adiknya dengan sorot mata kecewa pada dirinya sendiri.
"Kakak janji kalau Kakak nggak akan ngasih ampun buat Haechan. Kamu tahu sendiri kalau Kakak lepas kendali gara-gara dia. Kakak nggak akan main tangan kayak gini kalau enggak lepas kendali," jelas Hakkum.
Aeri seketika tersenyum lebar saat mendengarkan penjelasan sang kakak.
Aeri mengangguk cepat dan setuju dengan apa yang diucapkan oleh kakaknya itu.
Baginya, dia ditampar seperti ini karena amarah sang kakak pada kakak tirinya itu.
•••
📍 Horace Man School
"Gue harus tahu, Haechan ikut pertukaran pelajar di sekolah mana. Gila banget kepala sekolah sama guru-guru! Masa gue nanya alamat sekolahnya pun nggak diberitahu sama gue!" kesal Hakkum.
Jeno berjalan di depan Hakkum, membuat Hakkum dengan segera menahannya untuk meminta informasi tentang di mana sekolah Haechan di Indonesia.
"Ngapain nahan-nahan gue, Sialan?! Jangan sentuh gue pakai tangan lo yang kotor itu!" sinis Jeno.
Hakkum memutar kedua bola matanya dengan malas karena ucapan Jeno.
"Gue mau tahu di mana alamat sekolah Haechan di Indonesia," jawab Hakkum.
Jeno tersenyum sinis saat mendengarkan jawaban Hakkum.
"Bahkan sampai lo menangis meraung-raung minta alamat sekolah Haechan di Indo, nggak akan gue kasih sama orang brengsek kayak lo!" sinis Jeno.
Tanpa menunggu respon Hakkum, Jeno langsung melenggang pergi begitu saja meninggalkan Hakkum.
Hakkum pastinya emosi karena respon yang diberi oleh sahabat kakak tirinya itu.
Tak lama, Jisung lewat.
Dengan segera Hakkum menahan tangan Jisung.
Jisung mengangkat alis kanannya dengan tinggi karena tangannya yang tiba-tiba ditahan oleh Hakkum.
"Kenapa Anda menahan saya? Apa saya ada salah?" tanya Jisung datar.
Hakkum menggeleng pelan.
"Gue cuma mau nanya. Di Indonesia lo sekolah di mana sebelum pertukaran pelajar di sini?" tanya Hakkum.
"Kenapa bertanya?" tanya Jisung.
Hakkum mendengkus.
"Jawab aja sih pertanyaan gue!" kesal Hakkum.
Jisung yang mendengarkan itu langsung menaruh pandangan tak suka pada Hakkum. Baru pertama bertemu dan pemuda yang ada di hadapannya itu malah berlaku menyebalkan. Jisung benar-benar tak suka dengan pemuda yang ada di hadapannya.
"Saya dari International Elite High School ," jawab Jisung.
Hakkum mengangguk paham karena topik utamanya sudah dia masukkan ke dalam buku ingatannya.
Hakkum tersenyum menyeringai dan langsung pergi begitu saja tanpa berterima kasih pada Jisung.
Jisung hanya bisa menghela nafas panjang karena masih ada orang yang tidak tahu diri hidup di dunia ini.
Hakkum buru-buru menelpon ayahnya, lalu tak lama panggilan telepon terhubung.
"Kenapa, Sayang?"
"Pa ... Hakkum udah tahu di mana letak sekolah Haechan di Indonesia."
"Hakkum sekarang butuh bantuan papa buat booking dua tiket khusus untuk Hakkum dan Aeri."
"Papa nggak usah repot-repot datang ke Indonesia cuma sekedar jemput Haechan. Nanti biar Hakkum sama Aeri yang seret dia buat kembali ke New York."
"Baiklah kalau memang kamu yakin bisa membawa Haechan kembali, Sayang."
"Papa bakalan pesan tiket buat kamu sama Adik kamu."
Hakkum tersenyum menang, lalu dengan segera dia memutuskan sambungan teleponnya dengan Johnny.
Hakkum merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah gantungan kunci, lalu tak lama senyuman sinis terbentuk pada kedua ujung bibir pemuda itu.
"Lo terlalu sial sampai lupa bawa tas sekolah lo ke Indonesia, Haechan. Lo bahkan lupa sama gantungan kunci ini," gumam Hakkum sambil tertawa sinis.
Flashback Off -
- 🤍🤍🤍 -
KAMU SEDANG MEMBACA
Im Not Antagonist | MarkHyuck
Teen Fiction"Ini aku, Haechan! Dia bukan Haechan!" -Lee Haechan "Gue bipolar." -Mark Lee ------------------------------------------ Entahlah, Haechan tak tahu apakah dunia sedang mempermainkannya atau memang dia ditakdirkan untuk menjadi penjahat di dalam cerit...