09

555 49 2
                                    

📍New York, 12:34 -

"Bawa bekal lagi, Chan?" tanya Jeno sambil melirik Haechan yang mengeluarkan sebuah kotak bekal.

"Iya," jawab Haechan.

"Kenapa bawa bekal, sih? Kenapa gak beli aja? Bawa bekal itu ngerepotin," jelas Jeno.

Haechan menggeram singkat.

"Kamu kalau minum kayak mana?" tanya Jeno, lagi.

"Beli air gelas, Jen. Kamu sering ngelihat aku beli air gelas, kan," jawab Haechan malas.

"Kenapa kamu beli yang air gelas? Kenapa bukan botolnya aja?" tanya Jeno heran.

Jeno menggeleng cepat.

"Ayo makan sepuasnya! Aku mentraktirmu!" seru Jeno.

"Tidak! Aku tak mau!" tolak Haechan.

"Kau tak ingat sewaktu kamu mentraktirku? Semua murid merundungku dan beranggapan kalau aku memerasmu," jelas Haechan.

Jeno menghela napas panjang.

"Jangan pedulikan apa kata mereka, Chan. Itu tanda kalau mereka iri denganmu. Ish! Mereka mau ditraktir juga olehku, tetapi mereka tak seberuntung kamu!" jelas Jeno menggebu-gebu.

"Chan! Kamu dipanggil Pak Martin!" seru seorang murid yang baru saja datang menghampiri Haechan dan Jeno.

"Ha?! Pak Martin?! Perasaan, aku gak ada urusan sama Pak Martin," heran Haechan.

"Terserahmu. Ingin pergi atau tidak," malas si pemanggil.

Mau tak mau, Haechan akhirnya mengalah dan mengikuti apa kata siswa tadi. Lagipula, mana punya hak dia membantah seorang guru, itupun hanya dipanggil, kan?

Usai meminta izin pada Jeno, Haechan akhirnya berjalan menuju tempat pertemuannya dengan Pak Martin. Rooftop sekolah.

Hanya beberapa menit Haechan berjalan dan akhirnya sampai di sana.

Mata Haechan seketika menatap nanar area rooftop yang kosong.

"Aku ditipu?" gumam Haechan pelan.

Saat hendak berbalik ingin keluar, dua orang tiba-tiba menghadangnya sambil melipat tangan di depan dada.

"Hakkum?! Aeri?!" kaget Haechan.

"Halo, saudara tak sedarah!" sapa Aeri sambil tersenyum sinis.

Jam istirahat Haechan bak neraka di atap sekolah sana.

Dirinya disiksa oleh dua saudara tirinya habis-habisan tanpa ampun sama sekali.

Mungkin karena merasa puas, dengan segera Hakkum dan Aeri pergi meninggalkan Haechan.

Haechan menangis pelan sambil menatap nanar ke depan.

Begitu lama Aeri dan Hakkum menyiksanya, bahkan sekarang sepertinya sudah waktu pulang sekolah.

Dengan tenaganya yang tersisa sedikit, Haechan berusaha berjalan menuju kelasnya.

Kaget.

Haechan kaget melihat tasnya yang tergeletak di depan kelasnya dalam keadaan naas.

"Ayo pulan, Chan!" ajak Jeno yang baru datang.

Jeno melirik tas Haechan yang basah dan kotor, lalu langsung menarik tas ransel berwarna navy itu.

Betapa kagetnya Jeno saat melihat baju Haechan yang ada di dalam tasnya.

Baju Haechan robek dan dipenuhi telur busuk dan tepung.

Im Not Antagonist | MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang