"Chan ... Mending balik ke NY aja yah? Tinggal aja di mansion keluarga gue. Nggak usah balik ke mansion keluarga lo itu! Di mansion keluarga gue banyak kamarnya. Lo tinggal pilih aja mau tinggal di kamar mana!"
Jeno terus merengek tanpa henti pada Haechan, dirinya ingin sekali agar sang sahabat kembali ke New York.
Haechan yang mendengar itu hanya memutar kedua bola matanya dengan malas, lalu dia berjalan pergi meninggalkan Jeno yang masih sibuk dengan dunianya sendiri.
Saking sibuknya Jeno berkhayal kalau suatu saat Haechan akan tinggal satu atap dengannya, hingga pria itu tak sadar kalau dia menabrak pundak seseorang.
"Bangsat! Kalau jalan itu pakai mata! Mata lu dipakai enggak, sih?! Lo pikir ini jalanan punya nenek moyang lo?!" marah Zhenle, orang yang ditabrak oleh Jeno.
Jeno memandang tak suka ke arah Zhenle.
"Seenggaknya bicara baik-baik. Enggak semuanya dituntaskan sama kepala panas kayak kepala lo," jawab Jeno santai.
"Berani banget lo sama gue. Hormat sama murid yang udah sekolah lama di sini. Lo cuma siswa pindahan dan itupun pastinya pakai orang dalam," sinis Zhenle.
Jeno ingin kembali merespon ucapan sinis dari adik sahabatnya itu, tetapi Haechan langsung datang dan melerai mereka berdua.
"Tolong jangan cari masalah sama dia, Jeno! Udah!" pinta Haechan.
"Gue marah karena emang di sini dia yang salah, Chan. Gue akui kalau emang gue yang nggak sengaja tabrak dia. Oke, kalau emang dia mau marah sama gue. Tapi, terkesan sopan kah yang langsung tiba-tiba ngasih gue kata-kata jelek? Kalau bisa, tegur dengan baik lah!" jelas Jeno kesal.
"Bisa biar nggak manggil nama dia dengan sebutan nama Abang gue?" tanya Zhenle datar.
"Kalian semua tertipu sama drama yang dibuat sama Hakkum dan Aeri. Haechan yang asli itu adalah dia!"
Jeno berseru dengan tegas tampil menunjuk ke arah Haechan yang kini tengah menundukkan kepalanya sambil berusaha untuk menahan tangisannya.
"Semua bukti udah mengarah kalau dia itu Hakkum. Gak mungkin Aeri manggil nama dia sebagai Hakkum kalau emang dia bukan orangnya!" kekeuh Zhenle.
"Lu kalau mikir itu pakai otak, Dongo! Harusnya lu bisa bedain di mana Kakak lo sama di mana orang lain! Dongo!" marah Jeno.
"Terserah dia itu siapa. Gue belum percaya sama dia. Dia emang lagi main drama yang dia buat sendiri," jelas Zhenle dengan jari telunjuk tangan kanannya mengarah ke arah wajah Haechan.
Jeno dengan segera menepis telunjuk Zhenle.
"Lo udah keterlaluan banget sampai nunjuk-nunjuk Abang lo! Lo bakalan nyesel kalau emang lo udah tahu gimana kebenarannya!" tegas Jeno.
"Ck! Mainin aja drama lo itu sampai mati!"
Pukulan keras berhasil Jeno layangkan pada wajah Zhenle, membuat Haechan yang melihat itu langsung berteriak keras dan dengan segera membantu sang adik.
"Jeno! Kamu ngapain main tangan kayak gini sama Adikku, sih?!" marah Haechan.
"HATI LO SEBENARNYA TERBUAT DARI APA CHAN?! KENAPA BISA LO MASIH BAIK HATI SAMA BAJINGAN KAYAK DIA?! DIA BUKAN ADIK YANG BERGUNA BUAT LO! NGGAK TAHU DI UNTUNG BANGET JADI ADIK!" marah Jeno dengan emosinya yang meluap-luap.
"Seenggaknya kamu jangan ngelukain orang lain, Jeno..." lirih Haechan.
"Belain aja terus Adik lo yang nggak berguna itu! Bukannya berterima kasih karena lo datang ke kehidupannya, dia malah seenak jidat langsung klaim orang lain itu sebagai lo!" sinis Jeno.
Jeno langsung pergi begitu saja setelah mengucapkan kalimat sinis dan sarkas itu pada Haechan.
Haechan tak peduli dengan Jeno dan memilih untuk menolong Zhenle, tetapi niat baiknya malah mendapatkan respon buruk dari sang adik.
Zhenle mendorong Haechan menjauh darinya sambil mengusap ujung bibirnya yang terdapat sedikit bercak darah hasil karya seni milik Jeno.
"Lebih baik kita ke UKS dulu, ya? Bibir kamu berdarah karena ditonjok sama Jeno," pinta Haechan.
"Gak usah sok perduli sama gue, Anjing! Gue kayak gini gara-gara temen lo itu ngebelain drama yang lo buat!" marah Zhenle.
Haechan terdiam di tempatnya dan merasakan rasa bersalah setelah mendengarkan amarah Zhenle.
Zhenle lebih memilih untuk meninggalkan Haechan sendiri di koridor sekolah.
"Kenapa bibir lo bonyok kayak gitu? Lo habis baku tonjok sama siapa?" tanya Mark heran.
"Gue ditonjok sama anak baru yang temannya si Hakkum," jawab Zhenle.
"Lo nggak akan ditonjok kayak gitu kalau lo nggak nyari masalah. Cuma orang gila yang main pukul tanpa ada alasan yang jelas. Lo emang buat apa sampai ditonjok kayak gitu?" tanya Chenle yang paham sekali dengan watak kembarannya itu.
Zhenle tak menjawab dan hanya memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Btw, hari ini gue ada niatan mau nembak Haechan," ucap Mark tiba-tiba.
Tak sengaja Haechan lewat di depan kelas Mark dan mendengarkan percakapan ketiga pemuda tampan itu.
Dengan langkah kaki tergesa-gesa Haechan menghampiri Mark.
"Kenapa kamu mau jadiin Hakkum pacar, Mark? Harusnya aku yang ada di posisi itu, Mark..." lirih Haechan.
"Apa kamu lupa sama janji kamu sewaktu kita masih kecil dulu? Kamu janji kalau aku yang akan jadi pertama dan terakhir sebagai orang yang paling penting di dalam kehidupan kamu, Mark. Kamu bahkan janji kalau bakalan lamar aku saat umur kita udah 25 tahun," peringat Haechan menagih janji yang memang pernah mereka ucapkan semasa masih kanak-kanak.
Seketika Mark, Zhenle dan Chenle terdiam saat mendengarkan pernyataan panjang dari pemuda berkulit karamel yang ada di depan mereka.
"Bisa begitu bencinya lo sama Haechan? Seenggaknya lo tobat dan jangan pernah buat banyak fitnah tentang Haechan. Kenapa lo obsesi banget lihat kesayangan gue harus terluka, Hakkum? Apa yang bikin lo jadi merasa iri sama kehidupan dia?" tanya Mark sinis.
Haechan menangis.
"KAPAN KAMU BISA PERCAYA KALAU AKU ITU HAECHAN?!" teriak Haechan frustasi.
Mark mendorong Haechan agar keluar dari kelasnya, tetapi seseorang dengan cepat menahan tubuh Haechan agar tubuh pemuda itu tidak terjatuh.
"Kalian masih ngotot kalau orang yang sekarang kalian bangga-banggain itu adalah orang yang selama ini kalian cari?" tanya Jeno, sosok yang menolong Haechan.
Jeno melempar sebuah flashdisk ke arah Chenle dan berhasil ditangkap oleh pemuda itu.
"Ada beberapa video di sana. Kalian telaah dan kalian lihat sendiri. Itu adalah bukti tentang siapa sebenarnya orang yang kalian cari," jelas Jeno.
"Dan gue harap agar kalian semua menyesal tentang semua tindakan kalian sama Haechan," lanjut Jeno dengan suara seriusnya.
Jeno langsung pergi dari kelas itu sambil membantu Haechan berjalan. Dia tahu kalau pemuda yang tengah dia bantu itu sedang dalam keadaan lelah batin dan fisik.
- 🤍🤍🤍 -
KAMU SEDANG MEMBACA
Im Not Antagonist | MarkHyuck
Teen Fiction"Ini aku, Haechan! Dia bukan Haechan!" -Lee Haechan "Gue bipolar." -Mark Lee ------------------------------------------ Entahlah, Haechan tak tahu apakah dunia sedang mempermainkannya atau memang dia ditakdirkan untuk menjadi penjahat di dalam cerit...