Haechan sekarang tengah berada di sebuah cafe yang tak cukup jauh dari sekolahnya. Irene pastinya ikut andil di sana karena dia merupakan bintang tamunya.
"Ma ... Mama? Mama beneran masih hidup?! Echan kangen banget sama Mama..." ucap Haechan sambil menangis terisak seraya memeluk sang ibu dengan begitu erat.
Pelukan seorang anak yang tak ingin kehilangan sosok ibu untuk yang kedua kalinya.
"Maaf ... Maaf karena Mama terlalu lama untuk menolong kamu, Sayang. Mama harus benar-benar berjuang biar Mama bisa menarik kamu kembali. Mama bekerja dengan begitu keras agar kita bisa bahagia seperti ini, Sayang. Dan ya ... Mama senang dan bangga atas pencapaian Mama. Mama berhasil mengambil kamu dengan mudah dari pria brengsek itu," jelas Irene.
Irene menangis sesegukan sambil membalas pelukan Haechan dengan begitu erat.
Sungguh sangat lama dia meninggalkan anak sulung submisif nya itu. Bagi Irene, meninggalkan Haechan begitu sulit karena dia paham betul bagaimana sifat anaknya itu. Dia bahkan melihat bagaimana masa-masa menyakitkan anaknya selama dia tak ada yang di sana. Tapi, apa yang bisa Irene lakukan selain hanya memandang saja karena waktu itu dia benar-benar belum menjadi orang yang penting sama seperti saat ini.
"Dan mereka siapa, Ma?" tanya Haechan sambil melirik ke arah Christopher yang sedari tadi terdiam.
"Dia anak angkat Mama sekaligus orang yang membantu Mama sehingga bisa menjadi gemilang seperti ini. Dia berperang penting dalam proses Mama menjadi orang hebat seperti ini, Sayang," jawab Irene.
Haechan dan Christopher langsung berkenalan satu sama lain, bahkan mereka bisa akrab dengan mudah karena Haechan yang memang ramah pada semua orang. Dan Christopher yang sudah tahu sekali tentang adik angkatnya ini. Irene menceritakan banyak hal tentang anak sulungnya itu pada anak angkatnya.
Tiba-tiba Jeno datang dan ikut bergabung dengan mereka semua.
"Nah! Karena sekarang Jeno udah datang dan kumpul sama kita, Mama mau bahas masalah perjodohan kalian berdua," ucap Irene.
Haechan yang mendengar itu langsung membulatkan mata dengan lebar.
Apa dia tidak salah dengar kalau mamanya berencana untuk menjodohkan dirinya dengan Jeno?! Jeno sahabat baiknya?!
"Mama yakin kalau Jeno adalah orang yang tepat untuk masa depan kamu, Sayang. Mama yakin kalau kamu bakalan selalu bahagia kalau hidup sama Jeno," jelas Irene.
"Tapi-"
"Tolong belajar sedikit demi sedikit untuk mencintai Jeno, Sayang. Cinta itu datang secara perlahan. Mama yakin kalau kamu pasti lebih mudah menyukai Jeno, secara kalian berdua udah dekat banget dan lengket banget semasa masih anak-anak," potong Irene sebelum Haechan sempat protes dengan keputusannya.
"Echan udah sayang sama Jeno, kok. Echan sayang banget karena dia sahabat Echan," jawab Haechan.
"Kamu harus sayang sama dia lebih dari sekedar sahabat saja, Sayang," pinta Irene.
"Jadi, Mama mohon biar kamu terima pertunangan ini aja ya?" pinta Irene.
"Tunangan?!"
Semuanya langsung menoleh ke sumber suara.
"Kamu siapa?"
Irene bertanya dengan heran pada Mark.
Mark dengan segera menyalimi Irene.
"Saya Mark, Tante. Saya anak Papa Jaehyun dan Mama Rose," jawab Mark.
Seketika Irene tersenyum lebar saat mendengarkan jawaban Mark. Sebenarnya Irene hanya basa-basi saja karena dia sudah lama kenal dengan Mark, baik saat anak itu masih balita dan bahkan sampai sekarang.
Chenle dan Zhenle langsung menghamburkan pelukan mereka dengan begitu erat ke arah sang ibu. Irene tahu dan bahkan kenal sekali dengan wajah anak kembarnya itu, lalu dengan penuh rasa kasih sayang dia memeluk kedua anak kembarnya itu.
Zhenle dan Chenle menangis tanpa malu di sana karena memang mereka sangat merindukan Ibu mereka.
Mereka sudah kehilangan kasih sayang saat umur mereka di bawah 10 tahun hingga sampai sekarang, dan barulah mereka bertemu lagi setelah puluhan tahun lamanya.
Bagaimana bisa mereka tidak rindu?
Haechan yang masih berusaha mencerna situasi langsung tersentak karena tiba-tiba pergelangan tangannya ditarik oleh Mark.
"Saya mau bicara empat mata sama Echan dulu, Tante," pinta Mark.
Irene hanya mengangguk kaku sebagai jawaban, lalu Mark dengan segera menarik pergelangan tangan Haechan agar ikut bersamanya keluar dari kafe tersebut.
Mark membawa Haechan masuk ke dalam mobilnya, lalu dengan segera dia mengunci pintu mobil itu secara otomatis dari dalam.
"Langsung intinya aja," ucap Haechan dengan begitu dingin sambil menatap keluar jendela mobil.
"Gue tahu kalau ini udah terlambat banget dan entah lo bakalan maafin gue atau enggak. Tapi, gue beneran ikhlas dan mau minta maaf sama lo, Chan. Maaf karena selama ini nggak percaya sama lo," ucap Mark sambil menundukkan kepalanya dan meremas celana yang dia gunakan.
"Untuk masalah maaf, gue dengan senang hati maafin lo dan bahkan gue mau banget biar nggak naruh dendam sedikitpun di hati gue. Tapi, semua perlakuan yang lo lakuin buat gue itu emang benar-benar menyakitkan, Mark."
"Mulai dari lo yang kadang ngasih gue kata-kata yang enggak pantas. Lo yang selalu bermesraan sama Hakkum di depan gue. Lo benar-benar lupa sama gue dan enggak percaya sama gue, Mark."
"Lo nyakitin hati dan fisik gue secara bersamaan, Mark. Lo yakin kalau gue bisa maafin lu dengan semudah itu?"
Haechan menatap pemuda beralis camar itu dengan tatapannya yang berkaca-kaca.
"Gue paham kalau ini semua terjadi bukan karena unsur ketidaksengajaan lo, Mark. Ini semua terjadi karena drama yang dibuat sama Hakkum dan Aeri. Kalian nggak bakalan benci gue kayak gini kalau bukan drama mereka berdua. Tapi, hati gue masih sakit kalau gue ingat semua perlakuan kalian," jelas Haechan.
Kedua anak Adam itu sama-sama terdiam di dalam mobil, hingga Mark tiba-tiba menangis sambil berusaha untuk mengatur deru nafasnya.
Haechan kaget, dia tidak tahu apa yang tiba-tiba terjadi pada pemuda itu.
- 🤍🤍🤍 -
KAMU SEDANG MEMBACA
Im Not Antagonist | MarkHyuck
Novela Juvenil"Ini aku, Haechan! Dia bukan Haechan!" -Lee Haechan "Gue bipolar." -Mark Lee ------------------------------------------ Entahlah, Haechan tak tahu apakah dunia sedang mempermainkannya atau memang dia ditakdirkan untuk menjadi penjahat di dalam cerit...