Untaian 01

1.8K 85 6
                                    

~ Guntur, Hujan, dan Dia ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~ Guntur, Hujan, dan Dia ~

~ Guntur, Hujan, dan Dia ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Adam Ardhito Praharja]

Gemuruh suara guntur membuat tubuh gue sedikit bergidik, menjelang akhir tahun musim benar-benar menyebalkan. Yang tadinya cerah mendadak digulung mendung tebal dan hujan deras. Sebelum disiram hujan yang luar biasa deras, gue memutuskan untuk memutar kemudi vespa gue ke sebuah warung soto yang cukup ramai. Cuacanya juga mendukung sih, mungkin gue diarahin kesini juga supaya bisa makan soto hangat di tengah hujan. Tuhan emang pinter ngasih rejeki ke orang.

"Buk soto satu, nasinya dipisah ya." Kata gue pada ibu-ibu yang mendampingi suaminya berjualan soto. Kedainya tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil juga, cukup lah untuk menampung sekitar dua puluh orang. Gue mengambil bangku duduk yang paling sepi, dan menunggu pesanan gue datang sembari berharap hujan segera reda.

Gue tidak mungkin membelah hujan, sayang si Merru--vespa kesayangan gue itu. Ya, harusnya gue tadi pagi nebeng papa aja, kalau tahu bakal ada badai. Gue meringis melihat angin kencang di luar warung, untungnya warung itu punya teras yang jauh dari jalanan jadi angin yang membawa air-air hujan itu tidak sampai mengenai bagian dalam warung. Gue masih aman, yang tidak aman si Merru.

Kalau kalian penasaran kenapa gue kasih nama dia Merru? Ya, karena warnanya merah dan biru. Itu aja sih tidak ada alasan yang spesifik, gue bukan anak yang suka nama-namain barang kesayangan gue dengan nama-nama unyu seperti Kity, Ketti, dan sebagainya. Karena gue nggak pinter ngasih nama, kucing gue di rumah aja gue kasih nama Kurap. Aneh banget kan? Abis dia tuh hobinya tengkurap mulu di atas badan gue, dari piyik sampe segede sapi dia masih saja begitu.  Mari kita beralih dari Kurap ke semangkuk soto yang baru datang, dengan kepulan uap yang membuatnya tampak semakin menggiurkan.

Gue menelan liur yang mendadak banjir di dalam mulut gue, membayangkan rasa soto yang hangat dan pedas, cocok banget dengan timingnya. Tuhan memang tidak pernah salah kalau ngasih timing. Yang salah itu manusianya yang tidak sabaran.

Tangan gue menyuapkan nasi yang sudah ditambahkan kuah soto itu ke mulut. Rasa yang sesuai dengan bayangan gue, pas banget. Gue jadi pengen nambah kalau enak gini, tapi habiskan dulu, Dam! Jangan kemaruk!

Shriveled | NOMIN✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang