Untaian 16

839 61 8
                                    

~Kehilangan Yang Tak Terelakkan~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Kehilangan Yang Tak Terelakkan~

~Kehilangan Yang Tak Terelakkan~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[Alam Ardhito Praharja]

Hidup seperti apakah yang sebenarnya aku jalani, apa semua ini adalah karma yang harus aku tebus? Apa tidak cukup Tuhan menarik separuh dari fungsi paru-paruku? Ada banyak pertanyaan yang tak pernah terjawab, karena pertanyaan itu sendiri masih tersimpan di dalam diriku.

Haruskah kini aku bersyukur atau sedih? Kabar tentang kepergian nenek membuatku rasanya seperti kehilangan seluruh napasku lagi. Entah aku harus senang karena nenek sudah bertemu dan bersama dengan mama, tidak perlu lagi hidup bersama anaknya yang hanya memanfaatkan dirinya. Sedih? Lebih kehancur mungkin. Nenek yang selama ini menghidupiku, merawatku dengan ketulusannya, di saat dia pergi aku justru tak ada di sisinya, sedih karena aku tidak bisa ada saat nenek mungkin membutuhkaku. Air mataku tumpah berkali-kali, dan Adam lah yang selalu berhasil menghentikan tangisku. Aku harus ingat pesan nenek, kalau sekarang aku punya Papa dan Adam, juga tante Ayana dan Ashley. Mereka orang-orang baik yang mengelilingiku.

Aku menyandarkan kepalaku pada bahu bidang papa, sisa-sisa jejak tangisku masih ada, Papa merengkuhku dengan lembut, memberikan ketenangan yang sejak dulu aku rindukan.

Beberapa hari baru terbangun dari tidur panjang, aku pun baru mendapatkan kabar itu setelah Papa berhasil memastikan kalau aku siap untuk mendengarnya. Tidak, aku tidak pernah siap mendengar semua itu. Apa mungkin ada orang yang siap ditinggalkan? Tidak ada, meski tahu dia akan ditinggalkan tapi hatinya tidak akan pernah siap.

"Setelah kamu baikan, kita kesana ya? Sekarang kamu istirahat dulu." Papa mengusap keringat yang membasahi keningku. Tak lupa dia juga mengusap jejak air mata di pipiku. Aku mengangguk lemah, lelah setelah menangis cukup lama. Mataku pun sudah berat, masih menyandarkan tubuhku pada papa, aku memejamkan mataku dan terlelap dalam rengkuhan papa.

Saking lelahnya atau karena obat yang disuntikkan, aku pun tertidur pulas hingga saat membuka mata hari sudah malam. Aku melihat Adam sedang di sofa bermain game sambil mengoceh. Entah kenapa perasaanku menghangat melihat Adam yang penuh dengan semangat. Berbeda sekali denganku yang selalu dipenuhi dengan rasa pesimis.

Shriveled | NOMIN✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang