~Takut yang Menyesakkan~
[Alam Ardhito Praharja]
aku membanting tasku ke ranjang dan merebahkan diri di sisinya. Memejamkan mata sesaat, perdebatan dengan Adam yang sempat terjadi beberapa hari yang lalu kembali terngiang di kepalaku. Sejak saat itu aku memutuskan untuk pergi dan pulang sekolah di antar supir daripada satu mobil dengan Adam.
Adam tidak salah, aku lah yang terlalu pengecut karena merasa sangat ingin lari setiap kali berhadapan dengan Adam. Rasanya tidak sanggup menatap wajahnya, mendengar suaranya. Sejujurnya aku ingin meluknya meluapkan semuanya, tapi semua jadi sulit kalau sampai aku jadi bergantung pada Adam. Aku akan sangat merepotkan karena kondisi yang sekarang.
Maafin aku, Dam. Aku juga pengen kita memulai hal yang baru, tapi aku tidak ingin kamu terlibat terlalu jauh sama hidupku yang kacau ini. Dimanapun aku berada, aku hanya bisa merepotkan orang-orang di sekitarku. Ya, kalian boleh anggap aku apa aja, aku keberatan dengan anggapan kalian. Karena yang lebih tahu seperti apa yang sedang kurasakan setiap kali harus merepotkan orang-orang di sekitarku. Berat, merasa bersalah, takut jika mereka merasa terbebani, sikap semua itu memang tak baik untuk kita, karena manusia tak bisa hidup sendiri akan ada kalanya kita membutuhkan orang lain. Aku tahu semua itu, akan tetapi terap saja perasaan itu tak bisa terlepas dari dalam diriku.
Aku meringkuk saat terbatuk dan merasakan paru-paruku seperti diremas begitu keras, sontak aku bangun dan mengatur napas yang mulai tersenggal, paru-paruku rasanya seperti terbakar. Kulepas kanul yang menghiasi wajah, lalu melucuti atasan seragamku untuk melonggarkan dadaku agar bisa bernapas lebih leluasa. Sambil mencari benda yang sudah menemaniku beberapa bulan ini.
Aku mengocok inhaler yang baru kutemukan di dalam tas sekolahku, lalu menghirupnya beberapa kali dengan beberapa kali jeda, sampai dadaku merasa lebih longgar. Tanganku terkulai dan menjatuhkan inhaler yang baru dipakai itu disisiku. Aku tidak pernah siap dengan semua kenyataan pahit yang mungkin menghantamku, semuaorangtidakakan pernah siap akan hal itu, saat mendapatkan vonis Vaskulitis, di saat itu juga aku merasa bahwa hidupkutidak akan sebebas dulu lagi. Semuanya jadi terbatas, dan hal itu benar adanya, ketika fungsi paru-paruku direnggut Tuhan dan hanya tersisa setengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shriveled | NOMIN✔️
Dla nastolatków"Kekusutan ini tak akan berakhir sebelum semuanya ditarik menjadi satu garis lurus." (Adam Ardhito Praharja) Adam, kira hidupnya akan indah setelah sang kakak kembali satu rumah dengannya. Akan tetapi Adam, baru menyadari bahwa Alam tak lagi sama. S...