~Rasa dan Resah~
[Alam Ardhito Praharja]Rona jingga terpantul dari balik kaca jendela bangsal rawatku, seminggu sudah berlalu tapi ruangan putih berbau antiseptik ini masih berusaha untuk menahanku dalam waktu yang lebih lama lagi. Padahal baru saja memulai sekolahku lagi, tapi belum sebulan bersekolah aku sudah absen seminggu, atau bahkan lebih.
Aku menatap kosong jendela besar di bangsal rawatku, senja di luar sana seolah mengantarkanku pada lamunan yang jauh dari realita. Banyak hal yang berdiam dibenakku, tapi semuanya tak kunjung terjawab. Yang aku sesali hingga saat ini, lagi dan lagi aku hanya merepotkan.
Aku mencoba untuk menegakkan diri, dan refleks terbatuk. Nyeri tajam menjalar pada rongga dadaku, paru-paruku memaksa untuk bekerja lebih keras, dalam menarik oksigen buatan yang dialirkan melalui masker oksigen. Masih belum ada tanda-tanda infeksi itu akan mereda, sesak masih terus menyambangi, dan menghantui setiap detiknya. Meski aku sudah cukup baik dari beberapa waktu yang lalu, tapi tidak bisa dikatakan sangat baik. Entah sampai kapan aku harus berkutat pada rasa sesak ini.
Mataku memejam, merasakan setiap tarikan dan hembusan napas yang membawa nyeri yang luar biasa. Aku memutuskan untuk membarikan kembali tubuhku saat ada seorang perawat yang datang untuk mengecek kondisiku. Aku tak banyak bicara selagi perawat itu melakukan tugasnya, aku hanya akan menjawab pertanyaan yang diajukan dan menunjukkan rasa terima kasih saat perawat itu. Berikutnya yang datang adalah papa, aku jadi kepikiran berapa uang yang papa habiskan untuk perawatan dan membayar bangsal kelas naratama selama seminggu. Tentunya itu bukan hal murah, mungkin bisa menghidupi orang selama beberapa bulan.
"Papa bawa makan dari rumah, kamu pasti bosen makan makanan rumah sakit. Mau makan sendiri atau papa suapin?" Aku tersenyum dari balik masker oksigen. Melihat papa memamerkan makanan hasil masakan tante Ayana yang dia bawa. Jujur saja, aku tidak tertarik atau tidak nafsu makan sama sekali. Tidak ada orang sakit yang punya nafsu makan tinggi jika sudah dikurung berhari-hari di rumah sakit. Mereka makan karena terpaksa, kalau tidak makan mereka akan lebih lama terjebak di tempat suram ini. Dan tidak akan ada yang mau lama-lama terpenjara di tempat ini kecuali mereka yang memang bekerja disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shriveled | NOMIN✔️
Ficção Adolescente"Kekusutan ini tak akan berakhir sebelum semuanya ditarik menjadi satu garis lurus." (Adam Ardhito Praharja) Adam, kira hidupnya akan indah setelah sang kakak kembali satu rumah dengannya. Akan tetapi Adam, baru menyadari bahwa Alam tak lagi sama. S...