Untaian 19

886 59 4
                                    

~Harapan yang Pupus~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Harapan yang Pupus~

[Adam Ardhito Praharja]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Adam Ardhito Praharja]

Bisa pulang ke rumah itu sebuah kebebasan yang bener-bener patut gue syukuri, tadinya gue kira rencana liburan itu gagal. Tapi berbekal papa yang sudah meminta izin kepada dokter kami berdua liburan itu tetap berlangsung. Untungnya kali ini kita bakal liburan tepat sebelum musim dingin di Jepang sana. Bulan ini masih awal musim gugur, walaupun mungkin bakal lebih dingin tapi tidak akan sedingin saat musim salju. Gue menatap bunda yang sedang menyiapkan pakaian gue dan bang Alam. Bunda tidak memperbolehkan kita berdua untuk ikut membereskan, karena bunda tidak ingin kita lebih dulu kelelahan sebelum terbang besok. Papa sengaja merogoh kocek untuk kami berlima dengan membeli kursi first class agar kita bisa tetap beristirahat di pesawat.

Papa punya kenalan dokter di Jepang jadi kalau semisal gue dan bang Alam kenapa-napa bisa dengan mudah. Gue tadinya sudah tidak ingin liburan, karena papa pasti sudah mengeluarkan banyak uang untuk perawatan kita berdua. Dokter bilang gejala aritmia gue masih bisa ditekan dengan obat-obatan jadi belum separah itu. Tapi gue cuman khawatir sama bang Alam, entah kenapa gue jadi punya firasat yang kurang enak. Gue takut bang Alam kenapa-napa, padahal kita baru aja ketemu, baru saling menerima dan mulai akrab lagi. Tapi gue malah sakit dan kondisinya bang Alam juga kayak gitu.

Gue melirik bang Alam yang sedang mengajari Ashley membuat puisi. Ternyata mereka lebih cepat akrab, gue memainkan ponsel dengan sesekali terkikik karena pesan dari teman-teman gue yang lagi saling adu lelucon.

"Loh sepatu kamu udah rusak, Lam? Kok nggak bilang sama tante atau papa?" Tiba-tiba bunda nyeletuk dan membuat gue mengalihkan pandangan, bang Alam tampak menyengir sambil menggaruk belakang kepalanya. Gue pun memilih beranjak dan mengambil jaket.

"Skuy lah, gue anter beli. Lo nggak bisa pake sepatu buluk gitu, dibilangin suruh beli baru aja nggak mau." Gue mengomel sepanjang bersiap-siap, bang Alam tampak menghela.

"Pergi belanja sama Adam, nggak apa-apa sisanya biar tante yang siapin." Bunda mengelus puncak kepala Alam mencoba membujuknya agar bang Alam yang terlihat enggan beranjak itu mau pergi sama gue. Bukannya dia nggak mau, tapi dia itu mager banget ke tempat sejenis mall atau pusat perbelanjaan yang besar.

Shriveled | NOMIN✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang