~Akhirnya Kita Sama~
[Adam Ardhito Praharja]Gue kira semua masalah sudah selesai, tapi pagi-pagi tadi gue dikabari papa kalau Alam kembali dilarikan ke ruang ICU karena gagal napas. Sebenarnya dokter sudah mengatakan kalau mungkin sebelumnya penyakit Alam tidak ditangani dengan benar, sehingga sekarang penyakitnya membuat paru-parunya rusak, dan fungsinya hanya tinggal 35% saja. Dokter bilang juga kemungkinan ada peradangan pada otaknya, karena beberapa kali Alam mengalami kejang. Mendengar apa yang dokter katakan gue merasa seperti ada yang meremas jantung gue, ada rasa yang menyesakkan di dada gue.
Dokter menyarankan kalau sebagai keluarga agar memastikan Alam tetap dalam kondisi mental yang stabil, karena jika mentalnya terguncang itu bisa memicu turunnya kesehatan Alam. Gue cuma bisa menatap Alam dari balik kaca. Miris setiap kali harus melihat Alam yang bahkan untuk bernapas saja dia butuh usaha keras. Sekarang hidup alam bergantung dengan alat-alat medis yang menyeramkan itu. Gue merasa tidak berguna karena tidak bisa membantu Alam disaat seperti ini.
Gue berharap Alam cepat melewati masa kritisnya lagi, hari demi hari berlalu, sudah lima hari Alam terbaring disana, tapi matanya seperti sudah benar-benar lelah menatap dunia. Dihari keenam gue kira Alam akan bangun, karena gue mendapati gerakan pada tangannya saat sedang menjaga Alam. Mata memang terbuka tapi disusul gerakan tak menentu dari tubuhnya, Alam lagi-lagi kejang. Tapi kali ini gue benar-benar syok melihatnya, karena aku sampai melihat dokter dan para petugas medis mengerumuninya, lalu melakukan CPR dan menyentak dada Alam menggunakan alat kejut jantung. Gue mengira Alam benar-benar pergi, tapi ternyata dia masih bertahan, gue benar-benar bersyukur untuk itu.
Padahal kami baru merencanakan liburan keluarga, tapi Tuhan justru merencanakan hal lain. Papa yang baru datang mendekap gue, gue benar-benar kacau. Tatapan gue kosong, keringat dingin masih terus membasahi wajah dan badan gue. Gue benar-benar mengalami syok, hingga gue merasa tubuh gue melemas dan jatuh tak sadarkan diri di pelukan papa.
Saat gue membuka mata, gue merasa ada sesuatu yang dingin mengalir dengan cepat masuk ke dalam hidung gue. Waktu gue mengedarkan pandangan, gue mendapati Alam sedang duduk di sofa memangku sebuah buku, sumpah gue kira semua itu nyata ternyata hanya mimpi. Gue panjatkan rasa syukur pada Tuhan karena sudah membiarkan Alam baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shriveled | NOMIN✔️
Teen Fiction"Kekusutan ini tak akan berakhir sebelum semuanya ditarik menjadi satu garis lurus." (Adam Ardhito Praharja) Adam, kira hidupnya akan indah setelah sang kakak kembali satu rumah dengannya. Akan tetapi Adam, baru menyadari bahwa Alam tak lagi sama. S...