3 : Rumah Wajendra

126 27 1
                                    

Hari 1, Kediaman Wajendra

"Hah! Ini sumpah, aku beneran tinggal disini? Arghttt... Kenapa jadi nyesel ya?"

Binar menatap pintu gerbang yang masih tertutup. Dia sudah menerima uang muka awal, dia harus terima untuk tinggal di rumah besar ini. Tapi apakah benar-benar tidak apa-apa?

"Non Binar?" Seorang laki-laki datang membuka gerbang.

"Non?"

"Non Binar sudah di tunggu tuan di dalam! Mari saya antar!"

"Oh iya pak! Hehe... Non?" Binar menggaruk-garuk kepalanya.

Kenapa dia dipanggil nama non? Binar mengangkat bahunya tidak peduli. Dia harus bertemu Wajendra untuk tahu apa yang harus dia lakukan di rumah ini juga tentang pemilihan Lakeswara. Dia tidak begitu banyak tahu tentang seluruh keluarga itu bahkan mereka juga tidaklah menyukai Binar. Sejak awal semua keluarga menolak kehadiran Binar. Binar juga sadar, dia hanya orang asing yang tiba-tiba datang di lingkaran mereka.

"Selamat datang Binar!" Wajendra tersenyum melihat Binar yang datang.

"Hallo, pak!" Binar tersenyum bukan hanya kepada Wajendra tapi orang-orang berpakaian hitam putih layaknya pelayan juga orang-orang berjas hitam dan berkacamata hitam dengan alat komunikasi di telinga mereka. Kenapa rasanya Wajendra sangat orang penting di tempat ini? Binar meneguk ludahnya susah payah. Belum apa-apa dia ingin pulang saja.

"Mulai hari ini Binar akan tinggal di tempat ini, kalian harus melayaninya seperti kalian melayaniku. Turuti semua keinginan juga jangan biarkan dia terluka. Apa kalian mengerti?" Tanya Wajendra.

"Iya tuan!" Semua orang menjawab dengan begitu serempak.

"Binar!"

"I-ya pak?" Binar maju dengan sangat pelan tapi pasti.

"Dia Sakti! Sakti akan menjadi pengawal pribadimu, kamu bisa katakan apapun padanya atau meminta bantuan darinya. Kedepannya saya harap kamu bisa memilih seorang Lekaswara dengan baik. Kamu pasti bisa melakukannya bukan?" Tanya Wajendra.

"Bi-sa!" Jawab Binar gugup.

"Pelayan antarkan Binar ke kamarnya!"

Beberapa pelayan maju dan menuntun Binar menuju ke kamar barunya. Binar melihat semua orang dengan senyuman yang tidak pernah lepas. Apakah dia akan menjadi seorang Cinderella? Binar melirik satu orang berjas hitam yang mengikutinya. Sakti adalah laki-laki yang sangat gagah juga pasti dia tampan walau kacamata itu menghalanginya. Tapi Binar bisa pastikan bahwa Sakti adalah pria ganteng yang sulit dia temui selain di jalanan.

"Banyak cogan! Nggak apa-apa deh! Nikmatin aja apalagi cuma satu bulan! Hihihi..." Binar menutup mulutnya dan mengikuti para pelayan menuju ke atas. Melewati tangga yang banyaknya sampai membuat kaki Binar sakit juga pintu-pintu besar dimana-mana. Ini rumah atau hotel? Kenapa banyak kamar juga lorong dimana-mana?

"Ini kamar anda nona!" Pelayan membukakan pintu untuk Binar.

"Wahhh..."

Jika bisa digambarkan kamar barunya, kamarnya sangat mirip dengan kamar tuan putri di film kerajaan. Apalagi tempat tidur itu, jendela itu, balkon itu, dan semuanya sama persis! Apakah ini kamarnya? Sungguhan kamar untuk dia tinggali satu bulan ke depan?

"Mantap! Makasih udah antar saya!" Binar tersenyum pada semua pelayan.

"Jika akan membutuhkan sesuatu silahkan pakai lonceng ini atau tekan penekan suara ini! Kami akan segera datang." Seorang pelayan memberikan lonceng untuk Binar.

"Oke!"

"Segala sesuatu telah disiapkan Tuan Wajendra. Semoga anda nyaman tinggal di tempat ini! Kami permisi!" Semua pelayan pergi satu persatu meninggalkan Binar juga Sakti.

"Mereka dibayar berapa sih buat jadi pelayan di sini! Banyak juga! Aku bisa nggak ya kerja disini, capek harus jadi pengantar yogurt. Mas Sakti, Mas Sakti tahu nggak loker? Bisalah nanti setelah satu bulan masukin saya kesini! Atau nggak keluarga kaya lain lah! Pasti gajinya gede!"

Sakti hanya diam dan mematung di tempat. Binar mendekat dan melambaikan tangannya di depan wajah Sakti. Apakah Sakti sedang berubah menjadi patung?

"Hah! Mas Sakti!"

"..."

"Mas Sakti, tolong bicara sama saya! Saya butuh Mas Sakti omong! Biar tempat ini nggak sepi aja!"

"..."

"Mas Sakit bisu ya?"

"..."

"Hah! Aku ngapain dong disini?" Binar pergi dan melihat seisi kamarnya.

Kata pelayan tadi semuanya telah disediakan Wajendra apakah itu juga termasuk pakaian? Binar tersenyum dan melangkahkan kakinya menuju tempat pakaiannya. Tapi dimana? Kenapa tidak ada lemari?

"Mas Sakti! Ini saya taruh bajunya dimana?" Tanya Binar.

Sakti berjalan dan membukakan satu pintu untuk Binar. Binar menatap Sakti dan masuk ke dalam. Tapi bukan lemari yang dia temukan tapi segala jenis hal-hal luar biasa yang bisa dia lihat. Baju mahal, tas mahal, perhiasan, sepatu cantik, skincare dan peralatan wanita, semuanya tersedia di ruangan besar yang pasti lebih besar dari kamar kost nya.

"Wahh... Ini apa namanya? Hmm... Nggak tahu deh. Orang kaya nih! Aku jadi rasa orang kaya beneran! Hehehe... Terus kamar mandinya dimana mas?"

Sakti berjalan lagi tanpa satu katapun dan membuka pintu menuju kamar mandi yang tentu saja lebih megah daripada kamar mandi di kostnya. Apalagi bak yang super besar, kaca super besar, juga semuanya super besar! Mungkin ini lebih mirip kamar bukan kamar mandi.

"Ini kalau kebelet harus buka banyak pintu! Ribet banget! Oh makasih ya! Terus apalagi ya? Saya bisa kan jalan-jalan di rumah ini? Maksudnya itu keliling rumah, kan nggak mungkin saya malah ilang disini! Kamarnya banyak!"

Sakti menganggukkan kepalanya.

"Beneran nggak bisa omong nih orang! Ya udah, Mas Sakti istirahat aja! Soalnya saya mau istirahat juga. Mental miskin saya terguncang lihat semua kemahalan ini! Nanti kalau ada apa-apa, saya panggil Mas Sakti!"

Sakti menganggukkan kepalanya lagi dan keluar dari kamar Binar.

"Hah! Bisa-bisanya dapat pengawal modelan patung. Tapi ganteng sih! Ini juga kamar mandi besar banget. Apalagi ini nih, baju-bajunya bagus-bagus lagi! Mantap banget." Binar menatap tempat tidurnya dan menjatuhkan dirinya disana.

Yang Binar tahu dari Pak Yuda, Wajendra hidup sendiri. Tanpa keluarga satupun bahkan istri saja dia tidak memilikinya atau anak? Anak angkat juga tidak ada. Benar-benar hidup sendiri di rumah istana ini. Binar jadi bingung apa tujuan Wajendra menjadikan juri pemilihan Lakeswara? Apakah dia lelah menentukan jadi memilih orang lain untuk memilih? Atau apa? Binar menutup matanya sejenak. Keadaan Wajendra juga mirip dengan keadaan Binar. Binar juga hidup sendiri. Tanpa orangtua atau keluarga.

"Hah... Andai dulu aku di adopsi Pak Wajendra dari panti asuhan. Kayaknya aku bakalan jadi artis TokTik deh!"

🐳🐳🐳

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Lakeswara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang