9 : Ketidakmungkinan

57 10 3
                                    

Binar meminum minumannya dan memakan makanan yang disediakan pelayan. Dia sangat menikmati aktivitasnya sendiri di rumah ini. Dia bisa bebas melakukan apa saja juga bisa bermain game. Tidak perlu jaga image lagi apalagi di depan anak ingusan seperti Tirta.

"Ayo! Halah, kalian main nggak sih? Masa aku gendong! Terus! Nah! Kanan! Sebelah kanan!" Teriak Binar keras.

"Hah!" Tirta melihat Binar dan menarik nafasnya dalam-dalam.

"Anj*ng! Kanan! Ngerti kanan nggak sih?" Binar mengambil makanan dan memakannya rakus.

Tirta hanya bisa melihatnya dengan pandangan sulit diartikan. Kemana perginya sikap malu-malu kucing tadi? Kenapa Binar berubah jadi perempuan urakan? Apalagi remahan makanan di baju perempuan itu begitu banyak. Tirta tidak bisa melihatnya lagi. Binar bukan manusia!

"Kak!"

"Hah?"

"Bisa diam?"

"Nggak!"

"Kakak lupa? Kakak tamu disini!"

"Tahu! Terus kenapa? Kamu aja nggak mau kasih tahu saya apapun. Daripada saya gabut disini mending push rang!" Binar begitu fokus dan meminum jus jeruknya.

"Hmm! Apa yang Kak Binar mau tahu?"

Binar melirik Tirta dan mematikan gamenya seketika. Sejak tadi itulah yang Binar inginkan. Dia ingin mendengarkan apa yang Tirta tahu. Sungguh perlu waktu tiga jam untuk Binar bisa membuka mulut Tirta.

"Jadi Tirta! Saya mau tahu tentang keluarga kamu! Karena sepertinya keluarga kamu sangat sibuk hari ini."

"Untuk apa Kak Binar mau tahu?"

"Karena saya harus tahu Tirta! Kamu tahu sendiri, saya diminta untuk memilih Lakeswara setelah Pak Wajendra. Jadi saya harus tahu tentang semua keluarga termasuk keluarga kamu! Gimana saya mau pilih keluarga kamu kalau saya nggak tahu apa-apa! Tenang Tirta, segala informasi dari kamu buat saya sendiri kok!"

Tirta melihat Binar dan menghela nafas panjangnya.

"Keluarga saya nggak tertarik sama Lakeswara!"

"Hah?"

"Ayah saya sibuk sama bisnis, ibu saya sibuk kesana-kemari sama teman-temannya, kakak pertama saja juga nggak pernah pulang ke rumah sejak dia kuliah di luar negeri, kakak kedua saya sibuk ambil proyek dimana-mana. Jadi daripada Kak Binar pilih keluarga kamu lebih baik keluarga lain! Mereka pasti lebih senang!" Jelas Tirta panjang lebar.

"Kenapa? Bukannya orang-orang mau jadi Lakeswara?"

"Keluarga saya sibuk urus hal lain. Lagipula kerjaan Lakeswara itu banyak! Ayah saya mana mau tambah pikiran. Mending urus perusahaan dapat uang! Bereskan?"

Binar menganggukkan kepalanya, jadi Keluarga Jenggala tidak terlalu memikirkan tentang Lakeswara. Kalau begitu ini jauh lebih mudah. Tinggal lima keluarga saja yang harus dia pilih satu dari mereka. Kurang 4 keluarga lagi yang Binar tidak tahu seperti apa mereka. Dia sudah mendapatkan garis besar dari Keluarga Sadana dan Jenggala.

"Kalau begitu terima kasih ya Tirta! Kamu sangat membantu!"

"Iya!"

"Karena saya mau itu saja! Saya pulang! Terima kasih makanan dan minumannya. Walau rumah kamu serem kayak gini tapi suasananya mendukung buat main game. Saya pulang dulu!"

"Kak Binar cuma tahu itu?" Tanya Tirta.

"Iya! Lagian nggak ada hal lain yang saya mau tahu. Keluarga kamu juga sibuk! Saya mau ngapain lagi disini?"

"Ohh..." Tirta menganggukkan kepalanya.

"Sampai jumpa lagi Tirta! Kalau kamu bosan di rumah ke rumah Pak Wajendra aja! Itu kalau kamu nggak sibuk! Dahhh..." Binar melambaikan tangannya.

Hari ini sudah cukup untuk bekerja, Binar ingin sekali tidur di tempat tidurnya. Semalam dia tidak bisa tidur saking takutnya ke rumah ini. Tapi tidak ada hal yang membuatnya takut. Semua orang juga sibuk dengan hidup mereka masing-masing. Dia pikir dia akan mendapatkan hal berbahaya di tempat ini.

"Mas Sakti! Kok perut saya mules ya?"

🐳🐳🐳

"Arghttt..."

"Non Binar?" Semua pelayan menunggu Binar dengan wajah khawatir.

Kenapa tiba-tiba Binar mengunci pintu dan berteriak kencang? Sakti hanya bisa menunggu di depan pintu menghadang para pelayan untuk masuk ke dalam dengan kunci cadangan.

"Arghttt... Tirta! Kamu kasih apa makanannya?" Teriak Binar.

Ini pasti karena makanan atau minuman dari Tirta. Binar menggeram marah dan mengusap keluh dipelipisnya. Dia tidak kuat! Dia sudah tidak kuat lagi.

"Arghttt... Mules banget!"

🐳🐳🐳

"Bagaimana?"

"Non Binar mengalami diare, sementara waktu dia harus beristirahat dan dilarang memakan makanan pedas. Saya akan berikan obatnya untuk menghentikan diarenya!" Dokter selesai memeriksa kondisi Binar.

"Baiklah! Terima kasih!" Wajendra tersenyum dan melihat Binar.

Pasti telah terjadi sesuatu di rumah Jenggala. Karena tidak mungkin tiba-tiba Binar mengalami diare parah sampai seperti ini. Binar menatap langit-langit kamarnya dengan tubuhnya yang sangat lemas. Suatu saat nanti! Dia akan membalas perbuatan Tirta atau siapapun itu yang membuatnya sakit perut.

"Sakti antarkan Dokter Indra!" Pinta Wajendra.

Sakti menganggukkan kepalanya dan mengantarkan Dokter Indra pergi setelah memberikan obat untuk Binar.

"Kalian juga pergi!" Usir Wajendra kepada para pelayan dan pengawal.

Semua orang pergi satu persatu dan menutup pintu serapat mungkin.

"Kamu baik-baik saja!?" Tanya Wajendra.

"Saya baik!"

"Apa yang terjadi sebenarnya?"

"Saya juga nggak tahu. Tiba-tiba perut saya sakit terus jadi diare. Maafin saya repotin Pak Wajendra sama semua orang. Gara-gara saya semuanya jadi panik!"

"Ini bukan salah kamu! Memang keadaannya tidak bisa kamu prediksi. Bagaimana Keluarga Jenggala? Apa yang mereka lakukan padamu?" Tanya Wajendra.

"Semua orang pergi hari ini saya cuma ketemu anak bungsu mereka. Saya juga nggak tahu apa-apa. Saya cuma makan cemilan sama minum disana. Tapi mungkin emang perut saya aja yang syok. Soalnya nggak mungkin Tirta kasih saya sesuatu. Dia masih pelajar dan yang saya dengar. Mereka juga tidak tertarik dengan Lakeswara, jadi tidak mungkin dia mau macam-macam sama saya!" Binar tersenyum walau dalam hatinya dia sudah menuduh Tirta.

Siapa lagi jika bukan anak itu?

Tapi tidak mungkin dia menuduh Tirta tanpa bukti. Jadi dia tidak akan mempermasalahkan hari ini. Kedepannya Binar akan berhati-hati dengan apa yang dia makan. Mungkin saja di dalamnya ada sesuatu yang tidak bisa masuk ke tubuh manusia. Beruntung sekarang hanya diare saja. Tapi jika racun atau obat terlarang, Binar tidak tahu harus berbuat apa.

"Kamu beristirahat saja sampai kondisi kamu pulih. Saya akan beritahu mereka untuk tidak menjemput kamu. Beristirahatlah Binar!"

"Iya pak!"

Binar melihat Wajendra pergi dari kamarnya. Dia menutup matanya dan merasakan nyeri kembali di perutnya.

"Pak Yuda! Pak Yuda harus tahu nih! Dia juga harus rasain nih! Arghttt... Mules lagi!"

🐳🐳🐳

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen,dan share!

See you...

Lakeswara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang