Cinta Sejati

5 2 0
                                    

Saat ini suasana semakin gelap ditambah derasnya hujan. Aku bersama mereka berdua berusaha berlari setelah apa yang dilakukan Satya kepada Pak Nata, yaitu memukul kepala bagian belakang menggunakan kayu yang berserakan tidak jauh dari arah vila.

Azan magrib berkumandang kami bertiga hanya bisa berlari sekuat tenaga karena di jalan amat sepi. Tiada satu pun kendaraan yang bisa mengantarkan kami.

Sesampainya di rumah, Mama mempersilakan Satya dan Devika untuk masuk.

"Devika ganti pakaian kamu menggunakan pakaian Raihanah dan kamu Satya ganti pakaianmu dengan pakaian suami Ibu untuk sementara. Setelah itu kalian segera shalat"

"Baik Ma — ayo Dev"

Setelah selesai shalat ku ceritakan semua kejadian yang menimpa kami membuat kedua orang tuaku merasa khawatir.

"Dia benar-benar kurang ajar — bisa-bisanya ia melakukan hal serendah itu !" seketika Papa berbalik arah padaku "Bukankah dia adalah guru kamu waktu SMP ?"

"Iya dan sekarang ia jadi guru kami juga di SMK" timbal Devika

Hal itu membuat Papa merasa kesal sedangkan  Mama,  hanya meratapiku.

"Lihat saja nanti, Papa akan melaporkannya kepada kepala sekolahmu supaya ia dikeluarkan bila perlu kita masukan ia ke kantor polisi !"

"Buat apa Papa laporkan itu ke kepala sekolah ? Kepala sekolah mana ? SMK ? Rai sekarang sudah menjadi alumni. Lagi pula ini bukan waktu yang tepat untuk memasukkannya ke dalam penjara"

"Maksudnya ?!" Serentak seisi rumah menatap ke arahku

"Nanti juga kalian tahu — masih banyak kejahatan yang ia lakukan, oleh karena itu — kita tunggu waktu yang tepat untuk membongkar semua kejahatannya. Jangan lupa, kita kumpulkan semua informasi tentang kejahatannya"

"Kau benar Rai -- oleh karena itu kita semua harus bekerja sama untuk membongkar kebusukan Pak Nata" timbal Satya.

***

Pagi ini aku beserta keluarga dan kedua sahabat akan pergi ke rumah sakit, setelah mendengar bahwa Pak Ilyas sudah siuman.

Sesampainya di sana aku langsung berlari menuju ruangan. Aku tersenyum bahagia, oleh karena itu segera ku hampiri Pak Ilyas.

"Assalamu'alaikum Bapak"

Seketika Pak Ilyas menoleh, "Wa'alaikumussalam — eh Raihanah"

"Bagaimana sekarang keadaannya ? Apa Bapak sudah merasa baikkan ?"

"Alhamdulillah" seketika Pak Ilyas melihat ke arah tanganku " Eh kamu uda tunangan ? Apa uda menikah ? Sama siapa hm ?"

Seketika mataku memerah segera menatap wajah Pak Ilyas tanpa jarak.

"Apa Bapak lupa ? Kita sudah bertunangan Pak ?!"

Mendengar hal itu seluruh keluarga masuk tanpa terkecuali Satya dan Devika, setelah mendengar teriakanku.

"Bapak lupa hah ?! Lihat cincin kita sama ?! " aku mulai memperlihatkan cincin yang ada di jariku dan jarinya.

"Ka-ka-pan kita tunangan Rai ? Kita baru bertemu hari ini"

"Ilyas, sayang, kamu uda tunangan Nak," timbal Bu Marlin sembari menghampiri dan memelukku.

"Ibu lihat dia tidak ingat dengan semuanya" aku terisak dalam pelukannya

"Tenang lah ini pasti tipu dayanya — Ilyas ! Mama enggak suka ya kamu berperilaku seperti ini ke calon mantu Mama !"

"Apa yang Mama maksud ? Dia murid Ilyas Ma, dia juga sahabat Ilyas, memang benar Ilyas mencintainya tapi, Ilyas tidak pernah bertunangan dengannya. Ini adalah pertemuan pertama kami" sahut Pak Ilyas agak menekan.

"Daripada seperti ini lebih baik kita panggil dokter saja" timbal Mama

"Iya kamu benar San ...  biar aku yang memanggilnya bersama Satya" sambung Papa " Ayo Sat"

"Baik Pak"

Kini dokter sedang memeriksa keadaan Pak Ilyas sedangkan aku tidak berhenti menangis di pelukan Bu Marlin.

"Bagaimana dok ?" Sahut Papa

"Begini Pak ... karena ada benturan di kepala, kemungkinan pasien mengalami hilang ingatan sementara. Oleh karena untuk beberapa bulan ke depan ia tidak akan mengingat semua hal. Paling hanya beberapa saja, oleh karena itu kalian semua rawat ia baik-baik dan jangan berhenti berdoa untuk kesembuhannya, besok lusa mungkin ia bisa pulang bila rasa nyeri di kepalanya sudah berkurang".

Mendengar semua itu Devika segera menghampiri dan memelukku. Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan emosiku sampai perlahan penglihatanku memudar gelap terang..

"Rai !"

"Raihanah !" Hanya teriakan-,teriakan itu yang ku dengar sampai seiring waktu memudar.

***

Ku dengar hari ini saatnya Pak Ilyas untuk kembali pulang bersama keluarganya tanpaku, tapi walau begitu aku merasa bahagia, setidaknya ia bisa kembali secepat ini pun syukurku yang amat besar untuk kebaikannya dan berharap secepatnya ia bisa mengingat semua tentang hubungan kami.

Setelah beberapa saat aku melamun, akhirnya aku memiliki ide bagaimana caranya mengembalikan ingatan Pak Ilyas, hal ini membuatku amat bahagia dan tidak sabar untuk segera melakukannya.

“ “Ku harap rencana ini bisa berhasil walau secara perlahan tapi pasti, semua atas izin Allah, semua pasti akan Allah mudahkan, mustahil Allah memberikan sebuah penyakit atau musibah jika Allah tidak menyiapkan obat atau jalan keluarnya, Pak Yas — aku akan selalu menemani proses kesembuhan mu Pak, Bismillah Pak Yas, kau orang yang paling hebat yang ku kenal sampai saat ini, aku tahu kau, tidak akan menyerah dengan mudah ” 

Tidak lama ku ambil buku harian di pinggir ranjang dan mulai mencatat beberapa hal yang dulu kami lakukan dan hal apa yang membuat Pak Ilyas bahagia, walau kadang terbesit rasa ketidakyakinan, namun aku selalu berusaha menepisnya dan berpikir positif semua akan kembali seperti semula. 

Aku pernah dengar akan hebatnya kekuatan cinta bisa mengalahkan segalanya, termasuk penyakit, apa lagi bila dalam cinta itu kita libatkan Allah sang Maha Cinta orang lain bisa apa. 

'Allah sudah mempertemukan kita dan mempersatukan kita dengan caranya, maka, hanya Allah yang mampu memisahkan kita, bukan begitu Pak Yas ? Haha ... RAIYAS tidak bisa terpisahkan hanya karena salah satunya tengah mengalami musibah, RAIYAS selamanya, Bismillah' 

Ungkapan itulah yang menjadi penutup catatan harian ku hari ini, hanya dengan membacanya berulang kali pun rasa bahagia mampu mengisi hati dan melupakan kesedihan walau tidak seutuhnya. 

Aku pun masih ingat perkataan Pak Yas dulu pas belajar PAI hari pertama bersamanya, kalo perihal hati perasaan apa pun itu, maka peganglah dada, tundukan pandangan sembari berkata.

' Maa Fii Qalbi Ghairullahyang artinya, hati ku hanya milik Allah, dan satu lagi ' Ya Muqolibal Qulub Tsabit Qalbi A'la Dinnikyang artinya, Wahai Zat yang Maha Membolak Balikan Hati, teguhkanlah hati ku di atas agama-Mu, itu yang paling ku ingat.


Bukan Cinta BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang