Kelicikan Yang Terbongkar

4 3 0
                                    

Akhirnya kami bisa pulang, karena dokter mengizinkan Pak Ilyas untuk pulang sore ini.

Sesampainya di rumah Pak Ilyas,  akhirnya Papa dan Pak Hasan membawa Pak Ilyas ke kamarnya.

Setelah semuanya selesai aku dipersilakan untuk masuk ke kamarnya hanya sendirian.

"Kenapa hanya aku ? Kenapa tidak bersama kalian ?" Aku meratapi wajah Mama dan Ibu Marlin.

"Tidak apa-apa Sayang, hanya sebelum kita pulang kamu bisa bertemu dengannya dulu hanya berdua"

"Baiklah"

Kini aku sampai di depan kamarnya, sedangkan Papa dan Pak Hasan keluar dari sana sembari tersenyum padaku.

Selepas kepergian mereka aku beranikan diri untuk masuk, entah kenapa aku gugup menghadapinya karena mengingat semua kejadian di rumah sakit di mana hal itu tidak pernah aku bayangkan.

 'Aah — Ba-pa le-le-pas-kan''

'I Love You — aku mencintaimu — sangat sangat mencintaimu'

Membayangkan hal itu membuat jantung ini berdebar amat kencang dan aku sangat malu hanya melihatnya dari sini saja.

"Kenapa ? Ayo sini masuk"

"Hah"

"Kamu melamun ya ? Ngelamunin apa sih ? Sini masuk"

"Ba-ba-baiklah"

Oh Allah tubuhku mulai panas dingin tidak menentu saat aku harus berhadapan lagi dengannya.

"Sini duduk" ia menepuk tempat tidurnya "Bagaimana kamu di pondok ? Apa kamu betah dan tidak pernah memikirkan Bapak ?"

"Mm.. i-i-iya" aku menunduk karena tidak berani meratapi wajahnya sedikit pun

"Iya apa ? Kamu tidak pernah memikirkan Bapak ? Bapak seperti ini karena memikirkan kamu — tidak mau makan dan minum dan tidak betah di rumah, sampai akhirnya pergi ke rumah makan itu dan Bapak kera..." aku menutup mulutnya sembari berlinang air mata.

"Sudah, sudah cukup Rai tidak mau Bapak menceritakan hal itu lagi" setelah beberapa saat aku baru menyadarinya, segera ku jauhkan tanganku dari bibirnya

"Apa kamu mencintai Bapak ?" Aku hanya bisa mengangguk " Apa kamu pernah memikirkan Bapak sedikit saat ada di pondok ?"

"Setiap hari"

"Itu juga yang Bapak lakukan saat ada di sini"

"Ehem" mendengar suara itu kami langsung melihat ke arahnya mendapati kehadiran Mama

"Ayo Sayang kita pulang sekarang — Nak Yas jaga diri baik-baik ya"

"Baik Bu"

"Eits kok panggilnya ?"

"Oh baik Ma"

"Ya sudah — ayo Sayang"

Sebelum menghampiri Mama, aku berbisik ke arah Pak Ilyas, "Aku juga mencintaimu, jaga diri baik-baik ya kesayangannya Rai" aku langsung berlari ke arah Mama dan sepintas melihat wajahnya sedikit memerah.

***

"Hah akhirnya aku bisa membersihkan diri dan tidur dengan nyenyak nanti malam — supaya besok aku bisa membongkar kelicikan Pak Nata terhadap Pak Ilyas"

Kini seluruh tubuh ini terasa amat pegal karena, sekian lama akhirnya aku bisa berbaring di atas tempat tidur yang empuk ini.

"Oh tempat tidurku akhirnya aku bisa ada di sini — rasanya aku rindu menyentuh semua kelembutanmu"

***

Malam ini aku tidak bisa melakukan apa-apa selain mengkhayal dan mengingat kembali semua tentang Pak Ilyas yang seharian tadi membuat jantung ini berdetak kencang tidak menentu dan menciptakan senyuman yang tidak aku sadari di setiap waktunya.

Bukan Cinta BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang