Kabar Bahagia

4 2 0
                                    

ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“Kemudian diutus malaikat ke janin untuk meniupkan ruh dan diperintahkan untuk mencatat 4 takdir, takdir rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Muslim 6893).

Sore ini aku, Mas Ilyas, dan Atifah tengah bersantai melepas lelah karena perjalanan yang memakan waktu luar biasa.

“Mas” sahutku sembari menyender pada pundaknya

“Hm”

“Gak tahu kenapa kepala pusing dan dada terasa sebal” seketika ia menoleh ke arahku dan menatap secara perlahan

“Kamu masuk angin ? Atau sakit ? Kita cek ke dokter ya, dan Atifa kita titipkan saja Pada Pak Galih

“Terserah Mas aja aku pusing”

Tidak lama dada terasa enek membuatku ingin mengeluarkan semua yang ada dalam perut, segera ku berlari menuju kamar mandi.

“Uek... Uek” seketika aku merasa ada tangan yang menyentuh kepala, tidak lama Mas Ilyas meniup ubun-ubunku

“Kita berangkat sekarang ya, aku gak mau kamu kenapa-kenapa” aku menyender pada dada bidangnya dan membalas ucapannya  hanya dengan anggukan

***

Saat ini pemeriksaan tengah dimulai, aku benar-benar takut untungnya Mas Ilyas diizinkan oleh dokter untuk menemaniku.

Setelah pengecekan selesai aku kembali ke kursi dengan dibantu Mas Ilyas menggenggam tanganku.

“Bagaimana keadaan istri saya dok ?”

Ucapan itu hanya dibalas oleh senyuman oleh sang dokter membuatku dan Mas Ilyas merasa heran.

“Selamat ya Pak, saat ini istri bapak tengah mengandung dan usia kandungannya berjalan tiga Minggu”

Setelah mendengar pernyataan itu tidak sadar air mata ini menetes rasanya tidak percaya bahwa Allah begitu cepat mengabulkan doa Atifah.

***

Kini kami tengah sampai di depan rumah kudapati Atifah tengah bermain dengan Aqila putri Ustaz Izzal, seketika Atifah berlari menghampiriku.

“Ummah ! Ummah sehat kan ? Kata dokter Ummah sakit apa ? Apa parah ?”

Seketika aku menggendongnya, “Gak apa-apa kok sayang” yang diambil alih oleh Mas Ilyas

“Mau tahu Ummah kenapa ?” mereka saling menatap dan Atifah membalas ucapan itu dengan anggukan “Ummah mengabulkan apa yang kamu minta waktu itu”

“Apa ?”

Mas Ilyas membisikkan sesuatu yang masih bisa terdengar olehku,“ dedek bayi ada di perut Ummah dan Atifah akan punya peran baru sebagai seorang kakak”

Mata Atifah mulai berbinar, “ Apa ?! Dedek bayi ?!” Mas Ilyas mengangguk “ Yey ! Atifah punya adik huhu”

“Selamat ya Atifah” sahut Aqila  yang membuat Atifah turun dari gendongan Mas Ilyas

“Eh Iya Kak Qila, makasih”

***

Malam ini aku berada di kamar yang ditemani Mas Ilyas, sedangkan Atifah bolak-balik ke dalam ke luar kamar sampai akhirnya ia ikut duduk di pinggir ranjang paling pojok  membuatku ada di tengah.

Melihatku berpelukan dengan Mas Ilyas, Atifah ikut memelukku sembari mengelus-elus perut yang rata.

“Cepat keluar ya dedek kita balapan hafalan nanti kalo kamu kalahkan kakak dalam hafalan suatu hari nanti kakak kasih hadiah”  

Aku tersenyum mendengar perkataan itu, walau usianya berjalan lima tahun akan tetapi, perkataannya teramat dewasa, kata Mama dulu  aku seperti itu ternyata kini Atifah mewarisinya.

“Shalallahu ala Muhammad, Shalallahu alaihi wasallam ... Shalallahu ala Muhammad, Shalallahu alaihi wasallam .. Anta Syamsun Anta Badrun, Anta nurun fauqo nurin ... Anta Syamsun Anta Badrun, Anta nurun fauqo nurin..”

Sembari Mas Ilyas membacakan sholawat perlahan aku dan Atifah mengikutinya dan perlahan mataku terasa berat.

“Tidurlah” sahut Mas Ilyas yang tidak lama menoleh ke arah Atifah, “ Atifah juga ya”

“Iya Abah, Tifah juga mulai berat” kami tengah berpelukan dengan erat membuat tubuh ini terasa hangat.

Bukan Cinta BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang