BAB 4 Maaf yang Diridhai Allah

19 2 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Ayo sholawat dulu!🥰

اللهمْ صَلَّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِ ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِ
[Allahuma sholi ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.]

Alhamdulilah, happy reading!

🕊️

Pagi ini aku menggantikan Ibu untuk beli sayuran dan buah dipasar sebagai bahan berbuka puasa nanti. Namun sial, saat hendak aku membayar, uang yang kubawa ternyata tidak cukup. Aku salah membawa uang. Uang yang a simpan sepertinya salah kubawa sebab uang itu berdekatan dengan uang simpanan yang kupunya. Lalu kalau sudah begini bagaimana? 

Mau dibatalkan untuk tidak membeli pun, alamat malu. Kalau ngutang dulu? Lebih malu juga. Namun seketika aku terdiam saat suara yang baru-baru ini aku kenal berada di dekatku.

“Ini uangnya, Pak. Sekalian bayar punya temen saya,” Katanya yang dibalas anggukan oleh bapak sayuran itu.

Aku masih mematung, namun di detik berikutnya aku tersadar saat dia berucap. “Saya duluan, ya. Assalamualaikum.”

Kemudian tubuh kecil itu berbalik dengan tangan yang sibuk membawa kantong kresek yang penuh dengan belanjaannya. “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.” Ucapku saat menyadari bahwa tubuh lelaki itu sudah menjauh.


🕊️


Hari ini adalah hari kedua aku tidak mengajarkan materi pada murid-murid melainkan hanya duduk memantau sekaligus memperhatikan para pemuda yang sedang melaksanakan tugasnya. Aku, Dilla, dan Lucy selalu datang lebih awal dibandingkan dengan Bang Dzul dan para teman-temannya. Kulihat para anak perempuan sepertinya sedang menunggu kami dengan semangat. Wajah-wajah mereka lebih ceria dibandingkan biasanya.

Saat kami datang mendekat, semuanya menyalami kami satu persatu. Hingga saat Dilla mengajaknya anak-anak perempuan itu masih saja berdiri ditempatnya.

“Ayo masuk!”

Tidak ada respon yang kami dapat dari mereka. Sampai suara gemuruh motor besar terdengar membuat mereka saling tubruk sebab kocar-kacir masuk kedalam.

“Giliran diajak sama kita pada gak mau, giliran Cuma denger suara motor cowok aja pada heboh.” Gerutu Dilla kemudian naik ke atas bersama anak-anak lainnya.

“Ih! Jangan tarik kerudung aku!”

“Kamu duluan yang narik baju aku!”

“Bukan aku yang narik baju kamu!”

“Terus siapa? Jelas-jelas kamu yang ada di belakang aku!”

Aku menghampiri dua bocah perempuan yang tengah bertengkar. “Eh, kenapa belum naik? Ayo cepet!”

“Tuh, Kak! Dia narik baju aku! Gimana kalau baju aku sobek?”

“Dibilang bukan aku yang narik bajunya! Dia malah narik kerudung aku!”

“Eh, udah-udah, jangan berantem gini. Sekarang minta maaf,” titahku namun keduanya masih terdiam.

TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang