BAB 16 Sabtu Malam

13 2 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Ayo sholawat dulu!🥰

اللهمْ صَلَّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِ ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِ
[Allahuma sholi ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.]

Alhamdulilah, happy reading!

🕊️

Jika malam Minggu banyak muda-mudi yang menghabiskan waktunya untuk berpacaran, itu tidak berlaku bagi kami―aku, Dilla, Lucy. Kami lebih memilih untuk bermalam bersama di rumahku.

Kegiatan kami cukup menyenangkan, dimulai dari pakaian tidur yang sama, membawa beberapa makanan ringan untuk jadi bahan camilan, serta tak lupa kami saling memakaikan masker wajah organik untuk memperindah malam Minggu kami.

“Lo kenapa ketawa-ketawa sendiri, serem banget buset.” Ucap Lucy yang tenyata memerhatikan ku sedari tadi.

Aku yang tengah sibuk menatap layar ponsel itu kini menatapnya. “Habis chatting-an sama Kak Bintang, hehehe.”

“Sumpah?!” Dilla menimpali cukup antusias. “Chat apaan emang?”

Aku hanya cengengesan dan menyembunyikan ponselku di belakang. “Chat bilang kangen, heheh.”

“Demi apa?!” Keduanya memekik bersamaan.

“Ih, ya, enggaklah,” Aku cukup tersentak karena pekikan mereka. “Mana ada Kak Bintang nge-chat kayak gitu. Gue chat dia kapan ada waktu kesini lagi, soalnya ini kamera sama Hoodie nya masih di gue.”

“Gue kira beneran, kaget soalnya, hahaha.” Ucap Lucy menghela nafasnya lega.

“Terus Bintang balas apa?” Tanya Dilla.

“Dia bilang titipin aja sama Bang Dzul.” Lenguhku sembari mencebik. “Kirain gue dia bakal ngajak ketemu gitu.”

“Ya, kalau gak ada keperluan ngapain ngajak ketemu?” Ucapan Dilla cukup menohok hatiku dan membuat aku sedikit kesal.

Benar juga.

“Gabut bener, ya? Ini kita mau ngapain?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan agar suasana tidak canggung.

“Maraton aja gimana? Besok juga pada gak ikut sahur, ‘kan, jadi besok tinggal tidur sepuasnya!” Saran Dilla membuat aku dan Lucy mengangguk setuju.

Lantas kuraih laptop yang berada didekat ku dan segera membukanya. “Mau drama apa?”

“Drama yang bikin darah tinggi itu loh!”

“Enak aja, drama babang ganteng lah. Gue belum tamat nonton.” Sambat Lucy saat Dilla dengan semangat menyebutkan drama yang ia mau.

“Ah, lo berdua tipe genre kayak gitu. Gue kurang suka,” ucapku masih fokus pada layar. “Gue, tuh, maunya yang mengandung bawang gitu loh. Biar bisa nangis.”

“Nangis gegara gak ketemu Bintang? Dih, nggak banget.” Cibir Dilla memutar bola matanya malas.

“Lagian, nih, ya, gak etis tahu kalau kita nangisin cowok yang belum tentu jadi milik kita.”

Seketika aku memukul pelan lengan Dilla. “Jangan suudzon dulu! Siapa juga yang nangisin Kak Bintang? Gue milih film sedih, tuh, karena, ya, genrenya gue suka. Kalau genre thriller kayak lo berdua gue kurang suka.” Pungkas ku membuat Dilla terdiam.

“Lagian kalau drama yang kalian rekom, itu berapa episode buset, gak akan cukup semalaman buat nonton. Gue mau drama nya yang sekali tamat gitu.” Ucapku lagi membuat keduanya ber oh ria.

TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang