BAB 8 Cara Bersyukur

17 2 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Ayo sholawat dulu!🥰

اللهمْ صَلَّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِ ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِ
[Allahuma sholi ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.]

Alhamdulilah, happy reading!

🕊️

"Irsya mana, Bu?" Tanyaku pada Ibu saat tengah mempersiapkan makan malam.

Usai melaksanakan salat tarawih aku menuju dapur untuk makan, karena sebelumnya ada rapat dadakan. Dan ternyata Ibu dengan Adikku juga belum makan. Jadinya kami makan bersama setelah tarawih.

Belum Ibu menjawab gaungan salam kini terdengar menuju dapur. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," Jawabku dan Ibu bersamaan.

"Nah, tuh, anaknya baru pulang." Ucap Ibu menunjuk kedatangan Irsya yang langsung menyalami kami berdua.

"Tumben pulang telat?" Tanyaku saat Irsya sudah duduk.

"Iya. Niat mau ngantri jamuan, eh, pas pulang malah kehabisan." Keluhnya dengan raut kecewa.

Aku dan Ibu hanya terkikik, "dih, tarawih kok ngarepin makanannya."

"Ya, nggak gitu. Ngejar pahala sama ridho Allah pasti nomor satu, lah. Kalau dapat jamuan itu bonusnya. Tapi masalahnya, jamuan hari ini tuh menu nya enak tahu, Kak!"

"Oh, ya? Emang apa?"

"Ayam bakar madu!"

Aku mendecak. "Alah, ayam bakar doang mah Kakak sama Ibu juga bisa bikinin buat kamu."

"Iya, aku tahu. Tapi kenikmatan jamuan berkat itu, tuh kayak, uh, Masya Allah nikmatnya tiada tara!" Jawab Irsya memejam seolah membayangkan bagaimana nikmatnya ayam bakar madu itu.

"Udah-udah, jangan ribut depan rezeki. Kita harus bersyukur, karena masih bisa makan. Ayo makan, mumpung masih pada anget." Ibu menengahi perdebatan kecil kami.

"Iya, Bu. Maaf." Ucapku dan Irsya bersamaan.
Kemudian kami mengambil porsi masing-masing dan siap menyantapnya.

Selama makan kami tidak banyak bicara. Karena itu adalah adab saat makan. Sebenarnya boleh-boleh untuk sekedar mencairkan suasana. Namun adab ini juga perlu diperhatikan penempatannya. Hingga saat suapan terakhir Irsya habiskan, lalu ia menegak air minum untuk menteralkan nya.

"Kakak punya kanvas atau alat lukis, nggak?" Tanya Irsya setelah air itu lolos dari kerongkongannya.

"Enggak, lah. Kapan Kakak punya gituan kalau bukan tugas praktek. Terakhir juga pas SMP." Balasku setelah suapan terakhir.

Irsya sedikit menghela nafasnya. "Siapa, ya, yang punya? Aku disuruh bawa buat hari Jum'at."

"Beli aja. Kanvas sama cat nya banyak ditoko." Ucap Ibu sembari membereskan piring.

"Gak ada waktu, Bu," jawab Irsya. "Besok sampai Sabtu full kegiatan disekolah. Persiapan buat acara bukber dan pulangnya pasti malem. Kalau malem emang ada toko yang buka?"

"Besok Kakak ke Toserba," aku menimpali tanpa membalikan badan karena tengah mencuci piring. "Kayaknya disana ada, deh. Mau ukuran berapa?"

"Ukuran berapa aja, asal gak kegedean atau kekecilan." Jawabnya sembari memberikan gelas untuk ku cuci.

TAKDIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang