بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Ayo sholawat dulu!🥰
اللهمْ صَلَّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدِ ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِ
[Allahuma sholi ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.]Alhamdulilah, happy reading!
🕊️
Suasana malam ini sangat tenang. Usai melaksanakan salat tarawih berjamaah, aku, Dilla, Lucy, dan Bang Dzul memilih untuk pergi ke gazebo belakang rumah Bang Dzul. Katanya ada yang mau dibicarakan.
Cukup banyak yang kami bicarakan sebab setelah masuk kuliah kami semua jarang bisa bersama. Walaupun rumah kami masih satu komplek, hanya terhalang beberapa rumah. Saat masih SMA, tiap akhir pekan kami akan melakukan pertemuan walau hanya sekedar minum segelas air teh untuk bercerita bagaimana hari-hari kami selama sepekan itu. Entah itu di rumah Bang Dzul atau di rumah Dilla. Tapi sekarang untuk sekedar saling melihat keberadaan kami saja rasanya sulit.
"Minggu depan, bantuin Abang ngajar." Kata Bang Dzul membuat kami bertiga menatap heran.
"Maksudnya, mulai minggu depan Abang sama temen-temen Abang yang bakal ngajar di Madrasah." Jelas Bang Dzul kemudian.
Dilla berdecak, "yang jelas kalau ngasih info, tuh." Ketusnya setelah satu gigitan kue lolos melewati kerongkongannya.
"Abang dapat tugas praktek di kampus. Ya, semacam pengabdian ke masyarakat. Entah itu ngajar di sekolah, atau ngajar anak Madrasah. "
"Terus Abang milih ngajar anak Madrasah?" Tanyaku setelah air kolak buatan Mama Bang Dzul aku telan.
Bang Dzul mengangguk, "Bapak juga udah ngasih izin. Bahkan surat perizinan nya udah ditandatangani sama beliau."
"Terus kita ngapain?" Sela Lucy.
"Kalian nggak usah ngajar kayak biasa, maksudnya jangan ngasih materi apapun selain dari kita. Kalian cukup ngawasin aja dari belakang sekalian minta bantuan dokumentasiin buat laporan Abang nanti. Bisa?"
Kami bertiga mengangguk paham.
"Insyaallah bisa."
"Yaudah, besok kalian ada acara gak?" Tanyanya lagi.
"Kenapa emang?" Aku masih setia memegang mangkuk berisi kolak itu.
"Abang mau kenalin temen-temen Abang yang lain, kalau udah saling kenal, 'kan enak kalau ada apa-apa."
"Berapa orang?" Tanya Dilla membuat Bang Dzul sedikit berpikir.
"Empat."
"Kalau pagi kayaknya gue gak bisa," Lucy menginterupsi. "Mau ke rumah Nenek sama Mama."
"Sore aja, sekalian buka bersama." Saran Bang Dzul membuat kami bertiga menyetujuinya.
🕊️
Keesokan harinya Bang Dzul memenuhi janjinya untuk mempertemukan kami kepada teman-temannya. Kami lantas segera bergegas menuju tempat yang sudah Bang Dzul rencanakan.
"Mereka udah pada disana?" Tanya Dilla yang duduk disamping kemudi.
Kulihat dari belakang Bang Dzul menganggukkan kepalanya. "Sudah. Dari jam setengah 4 malahan."
"Buset! Gercep amat." Sewot Lucy yang duduk di sampingku.
Bang Dzul tertawa kecil. "Adnan janjian dulu sama temennya disana. Terus yang lain juga ikut."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR
CasualeBagaimana jadinya jika seseorang yang hadir dalam waktu singkat justru ternyata melekat dalam benak. Jika pertemuan disebut takdir, apakah pantas perasaan disebut juga sebagai takdir? Lantas, sebenarnya takdir itu apa? Siapa sangka kehadiran sosok B...