Hari itu adalah hari terakhir Mara di kantor. Setelah acara perpisahan yang hangat bersama teman-temannya, Mara memutuskan untuk mengajak Mira ke salah satu tempat favorit mereka, Cafe Kucing, yang dikenal memiliki banyak kucing lucu. Mira adalah pecinta binatang sejati, dan dia selalu bahagia berada di sana.
Ketika mereka tiba di cafe, suasana langsung penuh dengan keceriaan. Kucing-kucing yang bermain di sekitar mereka membuat Mira tersenyum bahagia. Mara dan Mira duduk di meja yang nyaman, dan mereka mulai melakukan perbincangan ringan tentang kucing-kucing yang mengelilingi mereka.
Mara menunjuk pada kucing berbulu putih yang tengah berjemur di bawah sinar matahari. "Mira, lihatlah kucing itu. Dia seperti seorang raja yang menikmati matahari."
Mira tertawa dan setuju, "Benar sekali, Mara. Kucing-kucing di sini sangat menggemaskan."
Mereka mengamati kucing-kucing lain yang sedang bermain atau tidur di sekitar cafe. Percakapan mereka menjadi lebih seru saat Mara mulai menirukan suara kucing, membuat Mira tertawa terbahak-bahak. Mira bahkan mencoba meniru suara kucing juga, dan mereka berdua terlibat dalam sebuah "percakapan" kucing yang lucu.
Namun, ketika percakapan berubah menjadi yang lebih serius, Mira mulai menceritakan tentang pertanyaan yang sering diajukan oleh ibunya. "Kamu tahu, Mara, ibuku selalu bertanya kapan aku akan menikah. Mereka dari keluarga yang agamis, dan mereka selalu menyarankan untuk segera menikah jika sudah waktunya. Tapi aku hanya bisa menjawab bahwa jodohku belum datang."
Mara mendengarkan dengan serius, mengerti bahwa tekanan dari keluarga bisa menjadi sangat sulit. "Aku mengerti, Mira. Orangtuaku juga selalu bertanya kapan aku akan membawa mantu ke rumah. Tapi sekarang aku fokus pada karierku."
Mira penasaran, "Apakah kamu masih menyukai Lusi, Mara?"
Mara menjawab dengan tulus, "Ya, sampai saat ini, belum ada yang bisa menggantikan Lusi sebagai perempuan idamanku."
Saat mereka selesai di cafe dan bersiap-siap untuk pulang, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Mira dan Mara berdua terkejut oleh hujan yang tiba-tiba datang, dan mereka mencari tempat berlindung di dekat Vespa Mara.
Mara tersenyum sambil memakai jaket hujannya. "Sepertinya kita akan terjebak di sini sebentar, Mira. Tidak apa-apa, kan?"
Mira menatap Mara dengan tatapan hangat. "Tentu saja tidak apa-apa, Mara."
Mara membuka jas hujan di Vespa dan menawarkan Mira untuk duduk di belakangnya. Mira menerima tawaran itu, dan mereka mulai melintasi hujan menuju rumah Mira. Selama perjalanan di tengah guyuran hujan, Mara menggurau dengan candaan yang lucu pada Mira.
"Mungkin ini terakhir kalinya aku jadi ojek pribadimu, Mira."
Mira hanya memeluk erat Mara sebagai jawaban, merasa sedih dengan perpisahan yang semakin dekat.
Hari itu, di antara candaan, tawa, dan percakapan yang tulus, mereka melewati perjalanan yang hujan dengan hati yang penuh perasaan. Mara akan segera pergi ke kantor baru, dan Mira harus membuat keputusan sulit tentang perasaannya. Bab ini diakhiri dengan hujan yang semakin reda, dan mereka tiba di depan rumah Mira, dengan perasaan campuran yang memenuhi hati mereka berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
PlotWish
Teen Fiction"Di balik setiap keputusasaan ada dunia baru yang menunggu untuk dijelajahi." Dalam usia "quarter-life crisis" yang penuh dengan pertanyaan tentang arah hidup dan keputusan besar, datanglah sebuah novel yang akan menggugah dan menginspirasi. "Plot W...