Hari itu, Mira merasa benar-benar lelah. Kehidupannya yang penuh tekanan, pekerjaan baru di kantor yang semakin menuntut, dan perasaannya yang terombang-ambing antara Putra dan Mara membuatnya merasa hancur. Saat jam makan siang tiba, dia hanya ingin tidur sejenak untuk melupakan semua masalahnya.
Mira duduk di kursinya dengan mata setengah terpejam, mencoba merelaksasikan dirinya di tengah suasana yang tenang. Namun, kelelahan yang luar biasa segera membuatnya terlelap.
Ketika Mira tertidur, tiba-tiba dia berada di dalam Wish Room lagi. Ruang kosong itu terasa agak akrab baginya, dan dia merasa seperti dia telah berada di sini sebelumnya. Mungkin begitulah cara tubuhnya mengatasi perasaannya yang bingung dan pertanyaan-pertanyaan yang sulit.
Pertanyaan pertama yang diajukan oleh bayangan dirinya adalah, "Mira, apakah kamu masih ingin mengejar cintamu?"
Mira merasa ragu. Dia tahu bahwa perasaannya pada Mara sangat kuat, tetapi situasinya semakin rumit. Dia berpikir sejenak sebelum menjawab dengan mantap, "Ya, saya masih ingin mengejar cintaku pada Mara. Tapi apakah dia akan menerima perasaan saya? Itu yang membuat saya ragu."
Saat dia berbicara, tiba-tiba bayangan Putra muncul di depannya. Putra tersenyum pada Mira. "Mira, masihkah kita punya kesempatan?"
Mira merasa hatinya berdebar kencang dengan kemunculan tiba-tiba Putra. Pertanyaan Putra membuat Mira terombang-ambing ke masa lalu. Dia mencintai Putra, itu pasti, tetapi perasaannya terhadap Mara juga sangat kuat. Mira merasa bingung, dan dia tahu dia harus membuat pilihan sulit.
Tiba-tiba, bayangan Mara muncul di samping Putra. Mara memandang Mira dengan sorot mata lembut. "Mira, kita memiliki banyak kenangan bersama, dan aku tahu ada sesuatu di antara kita. Tetapi apakah kamu akan memilihku jika aku tetap di kantor ini, atau jika aku pergi?"
Mira terjebak dalam pertanyaan yang menghantuinya. Dia mencintai Mara, tetapi dia juga merasa ada tanggung jawab untuk mengejar perasaannya pada Putra yang belum terselesaikan.
Kembali ke kenyataan, Mira terbangun dari tidurnya di kantor. Dia merasa sedikit bingung oleh mimpi yang aneh tadi, tetapi dia juga merasa ada keputusan besar yang harus diambilnya.
Setelah jam kerja berakhir, seorang pria tampan berambut hitam dengan senyuman yang lebar mendekati meja Mira dan Dewi. "Hai, Mira," sapa pria itu dengan ramah. "Aku Aldean, seniormu di sini. Sudah lama aku memperhatikanmu dari jauh."
Mira merasa sedikit kikuk dengan perkenalan yang tiba-tiba ini. Dewi, yang melihat dari jauh, hanya tersenyum dan mengangguk, seakan-akan mengatakan, "Lihat? Aku bilang dia memperhatikanmu."
Mira berusaha menjaga ketenangannya. "Hai, Aldean. Senang bertemu denganmu."
Percakapan mereka pun berlanjut, dan Mira segera menyadari bahwa Aldean adalah seorang pria yang sangat ramah dan berpengetahuan luas. Mereka mendiskusikan berbagai topik, dari pekerjaan hingga hobi mereka. Meskipun Aldean terkenal sebagai sosok usil di kantor, Mira merasa nyaman berbicara dengannya.
Dewi, yang selalu ceria dan humoris, ikut campur dalam percakapan mereka. "Mira, kamu tahu, banyak yang bilang aku dan Aldean adalah pasangan yang cocok. Kami berdua selalu terlihat serasi."
Mira tertawa, menganggapnya sebagai bercandaan biasa yang selalu ada di kantor. Namun, dia tidak tahu bahwa pertemuan dengan Aldean ini akan menjadi awal dari perubahan besar dalam hidupnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PlotWish
Teen Fiction"Di balik setiap keputusasaan ada dunia baru yang menunggu untuk dijelajahi." Dalam usia "quarter-life crisis" yang penuh dengan pertanyaan tentang arah hidup dan keputusan besar, datanglah sebuah novel yang akan menggugah dan menginspirasi. "Plot W...