page. 13

72 10 2
                                    

Sabda melepas genggaman tangan Akasia dengan kasar. Wajahnya langsung berubah dingin ketika adik tirinya berontak dan menyeretnya ke belakang aula sekolah mereka.

''Kak gue udah bilang, harus bilang berapa kali buat lo jauh jauh dari si kum(Ann) itu!?''

''Kak lo tau kan dia ratu drama banget. Lo harusnya udah stop nggak usah ikut campur sama dia. Lo harusnya ada di pihak gue. Gue kurang apa sih kak, kurang apa gue ngasih tau kalo dia tuh cuma manfaatin lo biar dia bisa ngerebut pacar gue. Lo nggak kasian sama gue apa?''

''....''

''KAK!''

Bentak Akasia menyudahi semua sumpah serapahnya. Sabda agak kaget karena adik tirinya bisa semeledak ini cuma gara gara melihatnya mengobati Ann. Bahkan kayaknya ia nggak pernah semarah ini kalo Sabda sering dingin padanya. Ini agak aneh buat Sabda. Cuma ia memilih diam sambil mengontrol emosinya. Jujur ia paling nggak suka dibentak bentak, itu mengingatkannya pada kerasnya seorang papa.

''Lo dengerin gue kan?''

''denger'' jawab sabda malas.

''Please jauhin Kum(ann), gue nggak mau lo ketiban nasib buruk yang dibawa dia. Please...''

Nasib buruk?

Mendengar itu membuat Sabda spontan tersenyum miring. Kini dalam diamnya ia menatap adik tirinya dengan tatapan penuh luka. Seharusnya gadis didepannya itu bisa menaruh kaca besar di hidupnya. Sebelum ia bicara ia harus berkaca bahwa nasib buruk itu di bawa oleh dirinya bukan Ann.

Tapi lagi-lagi bukannya sebuah umpatan ia cuma bisa diam. Ia benar benar menyimpan erat kebencian yang ia punya dalam diamnya. Entah sampai kapan sabda akan menyimpannya.

''Lo harus di pihak gue kak''

Akasia meraih bahu kakaknya itu. Matanya menyorot tatapan penuh permohonan. Jelas penuh iba yang membuat Sabda spontan muak karena ia adalah manusia yang penuh dengan rasa kasian. 

''Lo harus di pihak gue kak, apapun yang terjadi lo harus selalu memihak gue. Inget kan papa pernah bilang kalau kakak akan selalu ngelindungin adiknya... kapanpun... dimanapun... kakak akan selalu ada dipihak gue...inget kan?''

Ck! Sial. 

Sabda lansung melepas tangan Akasia dari tubunnya. Ia spontan menginggit bibirnya menjadi garis yang datar. Fuck, kenapa juga ia harus teringat hari pertama ketia ia menerima Akasia menjadi adiknya. Kenapa pula ia harus teringat janjinya yang akan selalu menjaga adik tirinya. Sialan. Keparat. Semesta lagi lagi membuatnya terjebak dalam omongkosong yang harus ia telan bulat bulat.

Sabda menelan ludah.

''Pada dasarnya orang bebas memilih apa yang mereka mau. Itu juga berhak buat gue kan? Gue seharusnye bebas memihak siapa yang pengen gue pihak, kan?''

Ucap Sabda penuh penekanan. 

Di sisi lain Akasia nampak nggak terima, ia langsung mengepalkan kedua tangannya itu.

''Lo janji kak'' balasnya tak kalah penuh penekanan. ''Lo janji akan selalu di pihak gue. Selama ini lo selalu menepati janji lo kan? Kenapa cuma gara gara cewe toxic lo tiba tiba mau ingkar? Jangan bilang lo suka sama dia?''

Sabda terdiam. Ia jelas tak bisa menjawab itu.

''Jawab kak, lo suka sama Ann?''

Sabda mengigit bibir, ia memalingkan wajahnya kemanapun asal tak menemukan tatapan iba milik Akasia. Sial, lama lama ia makin muak dengan ini semua. Ia makin muak meladeni adiknya yang egois ini.

''Kak, jawab!!!'' Akasia berteriak. ''Jawab!!''

Hampir ia meraih lengan Sabda tapi sabda cepat menangkisnya. 

BEGIN AGAIN [soobin x lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang