page. 15

92 10 2
                                    

Bilik berukuran 1 kali 2 meter yang hanya di sekat oleh tirai itu terlihat sesak. Sekumpulan anak remaja mondar mandir mengunjungi pasien di dalam sana. Untungnya UGD hari ini agak sepi, mungkin karena menjelang magrib dan orang orang sibuk mengurus urusan masing masing.

Ann masih tergeletak dalam bangkar di dalam ruangan itu. Bang Tangkas dan Bunda sedang perjalanan menuju rumah sakit. Lima menit yang lalu ia sudah sadar. Bukaan matanya di sambut oleh penampakan wajah Veve, pembina dan beberapa teman teman teater yang entah kenapa bisa ada di sana. 

''Bunda sama Bang Tangkas bentar lagi dateng...'' 

Veve berucap sambil mengucap tangan sahabatnya itu. Rautnya masih khawatir.

''Masih kejebak macet...'' lanjut Veve coba menyakinkan Ann.

Ann mengangguk, tersenyum membalas kekhawatiran orang di sekelilingnya. Ann keliatan lebih tenang daripada orang orang sekelilingnya. Setidaknya sekarang ia punya cukup banyak oksigen meskipun dadanya masih terasa begitu nyeri. Masih untung, karena hari dimana ia kambuh Bang Aksa tidak mengetahuinya. Kalau sampe tau mungkin Ann bakal tamat. Ia nggak akan dizinkan lagi buat ikut teater. Padahal ini adalah pentas terakhirnya sebelum ia fokus belajar untuk ujian.

Mata Ann mengerjap, beberapa kali mencari keberadaan Sabda. Sialnya semakin Ann mencari semakin ia tak menemukan apapun. Padahal Ann yakin bahwa Sabda adalah orang yang mengantarnya menuju rumah sakit. Ia masih ingat betul tangan dingin dan tangisan penuh sesenggukan yang mengiringi perjalanan menuju rumah sakit. Ann berani sumpah kalo orang itu adalah sabda. 

Lo dimana?

Ann bergeming, sedikit kecewa karena tak menemukan bocah tengik itu. Harusnya sih senang karena nggak melihat Sabda, tapi hati kecil Ann merasa sedikit hampa. Hampa karena ia nggak bisa ngucap terima kasih buat orang yang merelakan tubuhnya tertindih dekor properti yang berat itu. 

Sabda... Lo dimana?

Ann terus mengejap berharap tiap ia membuka mata Sabda akan muncul dari balik tirai hijau yang membatasi bilik demi bilik.

**

''Berapa bu?''

''Dua ribu aja mas''

Sabda memberikan selembar uang dua ribuan, kemudian ia menerima sekantung es batu yang dingin. Ia segera beranjak menuju halaman UGD dengan langkah yang begitu lunglai. Dari pantulan dinding kaca ia bisa melihat begitu menyedihkannya penampilannya saat ini. Wajahnya terlihat begitu hancur, terutama di bagian mata yang entah kenapa mendadak jadi bengkak seperti jengkol yang memerah.

Shit!

Makinya tak berhenti sambil menempelkan es batu ke mata bengkaknya. Siapa sangka Sabda yang tinggi menjulang dan kekar itu bisa menangis sesenggukan cuma gara gara gadis mungil seperti Ann. Kalo di pikir pikir nggak masuk akal, seharusnnya omongan papa dan mama tirinya yang lebih brengsek dan menyakitkan itu bisa membuatnya menangis. Tapi nyatanya itu semua nggak seberapa dengan rasa sakit yang ia dapatkan ketika melihat Ann merasa kesakitan.

Bunda... Sabda izin menangis buat Ann...

 Sabda izin menangis buat Ann

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BEGIN AGAIN [soobin x lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang